Melawan Lupa : Aksi Mahasiswa 1966

Melawan Lupa : Aksi Mahasiswa 1966

BN – Pada 8 Maret 1966, aksi mahasiswa berhasil menguasai gedung kementerian luar negeri. Mereka menuduh Menlu Soebandrio ikut mendalangi pembunuhan para jenderal. Mereka menggambar grafiti Soebandrio sebagai Anjing Peking (karena dinilai antek rezim komunis Tiongkok)

Presiden Soekarno kemudian merencanakan serangkaian pertemuan tiga hari untuk memulihkan kekuasaannya. Yang pertama, pada tanggal 10 Maret, melibatkan para pimpinan partai politik. Ia berhasil membujuk mereka untuk menandatangani deklarasi peringatan terhadap perlawananan atas otoritas presiden oleh demonstrasi mahasiswa.
Tahap kedua adalah rapat kabinet yang direncanakan untuk tanggal 11 Maret. Namun, saat pertemuan ini sedang berlangsung, sebuah kabar didengar Soekarno bahwa pasukan tak dikenal sedang mengepung istana. Soekarno segera meninggalkan istana dengan tergesa-gesa menuju Bogor, di mana malam itu, ia menandatangani dokumen Supersemar sebagai serah terima wewenang untuk memulihkan ketertiban kepada Mayor Jenderal Soeharto.

Lalu Soeharto bertindak cepat. Keesokan harinya, tanggal 12 Maret ia segera membubarkan PKI. Pada hari yang sama, terlihat “unjuk kekuatan” oleh TNI Angkatan Darat di jalan-jalan Jakarta, yang disaksikan oleh rakyat yang bersorak gembira.

Pada tanggal 18 Maret Soebandrio dan 14 menteri lainnya ditangkap. Malam itu, radio mengumumkan bahwa para menteri tersebut berada di tahanan perlindungan.

Pada 24 April 1966, Soeharto berpidato tentang “tiga penyimpangan” yang harus dikoreksi oleh para pemuda bekerja sama dengan Angkatan Bersenjata:

Radikalisme ekstrim kiri PKI yang memaksakan ideologi komunisme pada rakyat Indonesia;
Oportunisme politik yang dipimpin dan dieksploitasi oleh “dalang” dari Badan Pusat Intelijen Indonesia (BPI), yang pada saat itu dipimpin oleh Soebandrio.
Avonturisme ekonomi yang mengakibatkan kekacauan ekonomi.
Stigma negatif bahwa Orang Tjina (Cina/Tionghoa) kaya dan serakah adalah umum di saat itu, adanya histeria anti-komunisme setelah peristiwa G30S dan hubungan orang Tionghoa-Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok memperparah keadaan dengan menyebabkan adanya pandangan bahwa Orang Tjina juga termasuk kolom kelima (simpatisan rahasia) komunis.
Hubungan diplomatik Indonesia dengan Tiongkok diputus, dan Kedutaan Besar Tiongkok di Jakarta dibakar oleh massa.

Sumber : Zamane.id

CATEGORIES
TAGS
Share This

COMMENTS