Pembunuhan Karakter Wartawan di Kabupaten Garut

Sangat miris dan merusak citra di masyarakat atas pekerjaan profesi wartawan yang terjebak dalam suatu peristiwa labelisasi pemerasan dalam pekerjaannya. Padahal seorang pejabat yang bersih dan benar tidak akan bisa untuk diperas oleh siapapun.

Melihat kronologis penangkapan tiga orang wartawan yang dituding gadungan oleh Polres Garut dan disebut-sebut gadungan juga oleh media-media mainstream, sangat mengharukan dunia kewartawanan. Entah apa karena merasa wartawan media “mainstream” itu bekerja di perusahaan media besar hingga langsung mengkerdilkan rekan seprofesi media “streaming” yang bekerja di perusahaan pers kecil/menengah, sudah tidak ada lagi rasa saling menghargai diantara wartawan.

Hal ini dapat dilihat dari pemberitaan-pemberitaan tentang tiga wartawan yang diamankan jajaran Polres Garut yang diduga memeras Kepala Desa Margalaksana di Kecamatan Cisewu pada awal Januari 2018 lalu. Terlihat ada perbedaan yang jelas atas pemberitaan media mainstream dengan pemberitaan media streaming.

Pemberitaan di media-media mainstream mengambil objek pemerasan oleh wartawan, selanjutnya tidak ada pemberitaan lanjutan. Sedangkan media streaming terus inten melakukan pemberitaan sampai kepada persidangan yang dijalani pelaku bahkan pemberitaan juga mengungkap tentang oknum kepala desa yang “takut” sehingga memberikan uang kepada wartawan dengan dua tahap atas konfirmasi anggaran desa 2016 yang diduga diselewengkan.

Begitu juga Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Garut, Aep Hendi yang turut angkat bicara terkait hal ini, dengan bangganya menyambut positif atas keberanian kepala desa bersama warga untuk melaporkan perilaku wartawan gadungan ke polisi. Ia memandang tindakan warga sudah tepat karena mampu membedakan media massa yang benar dan gadungan, ungkap Aep dikutip dari republika.co.id.

“Tindakan yang sangat bagus lapor ke polisi ketika ada wartawan gadungan, dan melakukan pemerasan, harus seperti itu karena tugas wartawan adalah mencari berita, bukan memeras,” tuturnya.

Dalam konferensi persnya usai melewati beberapa kali persidangan, di Jakarta, Rabu (6/6) Dian Wibowo, SH kuasa hukum tersangka bernisial MHK memberikan pernyataan agar Propam Polri  Mabes memeriksa Kapolres Garut AKBP Budi SW karena diduga telah melanggar ketentuan kepolisian dan penahanan terhadap kliennya.

Menurut Boby, panggilan akrab Dian Wibowo, SH, Polres Garut telah salah dalam menjalani SOP penangkapan. Bahwa jika menurut BAP yang ada kliennya tidak melanggar etika jurnallistik sebagai kontrol sosial, ujarnya. “Ketiga wartawan yang saat ini sudah mengikuti proses persidangan di PN Garut, telah membuka semua mata publik, bahwa fakta fakta dipersidangan tidak ditemukan adanya pelanggaran hukum seperti yang disangkakan”, ungkap Dian.

Ia menjelaskan, pada awalnya kliennya MHK hanya sebagai saksi, namun berselang 5 jam kemudian berkas BAP nya diduga dirubah oleh penyidik menjadi staus tersangka. Bahkan kata Dian, hal yang sangat mengejutkan ketika kasus ini menjadi viral, berselang dua hari, malah Kapolres AKBP Budi WS menggelar Konsferensi Pers  (12 Januari 2018) di depan puluhan awak media dan menyebut bahwa kliennya adalah wartawan gadungan. Kapolres terlalu dini menyebut kliennya itu gadungan sebelum mencari tau kebenarannya, jelasn Bobby.

Bobby menerangkan bahwa kliennya itu bukan wartawan gadungan, kliennya memiliki sertifikat penghargaan dari Original Record Indonesia (ORI) dan RHR dunia telah memberikan anugrah penghargaan terhadap MHK sebagai Pers Perjuangan dan Motivator Pers Indoensia sekaligus dijadikannya Duta ORI.

Bobby menceritakan, bahwa tuntutan hukum telah dicabut oleh Wawan Kades Margalaksana dan para saksi terhadap Mustofa Hadi Karya (MHK), tertanggal 2 Maret 2018, namun kliennya tetap tunduk pada proses hukum dan menjalani proses persidangan dengan baik. Ia juga mengaku telah membantah semua dalil dakwaan Jaksa Penuntut Umum Cucu Sulistyowati, SH, yang dinilainya mengada-ada.
Dalam fakta persidangan sudah terlihat jelas bahwa MHK kliennya tidak terbukti bersalah, bahkan bukti bukti yang dihadirkan JPU tidak mengarah pada pelanggaran pidana.” katanya.

Lebih lanjut, Kalau awalnya MHK hanya sebagai saksi, dan kemudian menjadi tersangka, dan dimana fakta-faktanya telah terungkap di persidangan, bahkan ada bukti perdamaian yang berisi pencabutan tuntutan hukum dari kades wawan dan kwitansi kepada MHk, tetapi klien saya tetap diproses hukum dan di jadikan tersangka. Ia menilai bahwa jika ada yang melakukan pemerasan lebih tepat adalah Budi Prasetyo. Melihat bukti JPU (Jaksa Penuntut Umum) terlihat jelas ada kesengajaan MHK dijadikan sebagai otak, terang Bobby.

Bukti bukti yang dihadirkan JPU dipersidangan sangat jelas telah disengaja untuk jadikan MHK sebagai otaknya, padahal seharusnya bukti bukti yang dihadirkan alat komunikasi yang dipakai terdakwa Budi Prasetyo sebagai komunikasi ke Adjat pemback up kades Wawan mutlak harus dihadirkan.

Pada keterangan pers seusai persidangan tanggal 3 April 2018, Bobby sempat menyatakan ada kejanggalan dari peristiwa hukum kliennya. Ia mengungkapkan fakta persidangan keterangan saksi pelapor bahwa Wawan selaku Kepala Desa hanya mengatakan dia merasa diperas oleh oknum wartawan media sidik, sebesar sepuluh juta rupiah. Wawan ternyata tidak mendengar langsung dari kliennya pemerasan itu, melainkan hanya dari saudara Ucep alias Cecep terkait permintaan uang sebesar sepuluh juta rupiah yang disampaikan ke Kades Wawan. Kemudian keterangan dari Saudara Ucep alias Cecep, Saudara Budi lah yang meminta uang sebesar sepuluh juta rupiah tersebut, namun permintaan itu tidak diketahui oleh kliennya, terangnya waktu itu.

Berdasarkan keterangan Kades Wawan, lanjut Bobby, uang yang sudah diberikan kepada tersangka dari kades Wawan itu adalah uang bantu untuk makan diperjalanan dan uang konfirmasi/ koordinasi terkait program kades yang sudah dilakukan yang akan di publikasikan di media yang dikelola kliennya, jelas Bobby sembari menjelaskan bahwa tidak ada bukti kuat kliennya melakukan pemerasan terhadap Kades Wawan.

Saat dimintai tanggapan mengenai proses hukum wartawan yang ditangkap Polres Garut atas dugaan pemerasan kepada kepala desa ini, DPP Lembaga Swadaya Masyarakat Lingkar Merah Putih Nasional (LMPN), Rinaldo menyampaikan bahwa mengenai peristiwa hukum itu alangkah bijaksananya dan kebanggaan bagi masyarakat bila penyidik Polres Garut dapat mengembangkan kasus itu dengan mencari asal muasal permasalahannya, mengingat wartawan yang ditangkapnya itu bermula dari mengkonfirmasi adanya dugaan penyelewengan dana desa yang dilakukan oleh kepala desa. Jangan hanya bisa menjerat dan membunuh karakter wartawannya tetapi ungkap juga penyelewengan dana desa itu, karena tidak sangat tidak mungkin kepala desa mau memberikan uang kalau memang kades itu bersih dan tidak ada penyelewangan.

Atas peristiwa ini Dewan Pers selaku wadah pers sama sekali belum memberikan perhatiannya dan tidak ada memberikan keterangan resminya. ( vincent/redaksi spb)

CATEGORIES
TAGS
Share This