Piagam Madinah: Analisis Ilmu Negara dan Relevansinya Bagi Mahasiswa Fakultas Hukum

Oleh Tengku Mulia Dilaga Turiman Fachturahman Nur

Abstrak:
Dokumen ini membahas Piagam Madinah (622 M) sebagai materi kajian Ilmu Negara, khususnya bagi mahasiswa Fakultas Hukum. Piagam Madinah, yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW, merupakan konstitusi tertulis pertama yang mengatur kehidupan masyarakat Madinah yang pluralistik. Analisis dilakukan dengan pendekatan teori Ilmu Negara klasik dan modern, serta metodologi hukum (kategorisasi, klarifikasi, validasi, verifikasi, dan falsifikasi). Hasil analisis menunjukkan bahwa Piagam Madinah memenuhi unsur-unsur negara (wilayah, rakyat, pemerintah, kedaulatan) dan menegaskan prinsip-prinsip penting seperti persatuan, kebebasan beragama, keadilan, dan pertahanan bersama. Meskipun memiliki keterbatasan jika dibandingkan dengan konsep negara modern, Piagam Madinah tetap relevan sebagai model negara hukum transendental dan memberikan kontribusi penting bagi pemahaman teori kenegaraan Islam serta nilai-nilai yang dapat diintegrasikan dalam sistem hukum Indonesia. Dokumen ini juga menyajikan terjemahan lengkap Piagam Madinah dan analisis pasal-pasalnya untuk memudahkan pemahaman.
Berikut adalah poin-poin utama yang diringkas dari dokumen tersebut:
– Pendahuluan: Piagam Madinah sebagai dokumen penting dalam kajian Ilmu Negara, disusun oleh Nabi Muhammad SAW pada 622 M.Mengatur hubungan antara Muslim, Yahudi, Nasrani, dan suku-suku di Madinah berdasarkan prinsip kesatuan politik, kebebasan beragama, keadilan, dan pertahanan bersama.
Isi Pokok Piagam Madinah (47 Pasal): Persatuan dan Solidaritas: Kaum Muslim (Muhajirin & Anshar) serta sekutunya menjadi satu umat (ummah wahidah).Hak dan Kedudukan Non-Muslim (Yahudi & Nasrani): Jaminan kebebasan beragama dan kesetaraan hak sipil.Pertahanan dan Keamanan: Semua pihak wajib bersatu bila Madinah diserang. Kedaulatan Hukum dan Penyelesaian Sengketa: Perselisihan besar dikembalikan kepada Allah dan Rasul.
Analisis Ilmu Negara: Unsur Negara: Wilayah (Madinah), Rakyat (Muslim, Yahudi, Nasrani, suku Arab), Pemerintah (Nabi Muhammad SAW), Kedaulatan (Allah & Rasul). Tujuan Negara: Menjamin keamanan kolektif, menegakkan keadilan, menjamin pluralisme beragama, mewujudkan persatuan politik. Sumber Kedaulatan: Kedaulatan Tuhan dioperasionalkan lewat musyawarah dan kesepakatan sosial.
Analisis Metodologis (Hukum): Kategorisasi Hukum: Piagam Madinah = grundnorm (konstitusi normatif). Klarifikasi Hukum: Ummah wahidah = komunitas politik, bukan hanya komunitas agama.Validasi Hukum: Sah secara konsensus seluruh komunitas Madinah, legitimasi ganda (kontrak sosial + otoritas kenabian).Verifikasi Hukum: Stabilitas sosial-politik Madinah terjaga, fungsi konstitusi berjalan.Falsifikasi Hukum: Tantangan modern: tidak ada pemisahan kekuasaan, kedaulatan rakyat subordinat pada wahyu.
Relevansi untuk Mahasiswa Hukum: Analisis Komparatif: Membandingkan Piagam Madinah dengan teori kontrak sosial Barat & UUD 1945. Pembelajaran Toleransi: Dasar hubungan antarwarga negara yang berbeda agama.Kajian Normatif: Prinsip kebebasan beragama, persatuan, keadilan sejalan dengan Pancasila & UUD 1945.Landasan Historis: Menunjukkan bahwa negara hukum bukan monopoli Barat.
Kesimpulan: Piagam Madinah sebagai konstitusi tertulis pertama di dunia yang menegakkan prinsip persatuan, pluralisme hukum, rule of law, pertahanan kolektif, dan kedaulatan transendental. Sebagai proto-konstitusi, mendahului kontrak sosial Barat dan memperlihatkan keunikan teori kenegaraan Islam.
Prolog
Dalam kajian Ilmu Negara, mahasiswa mempelajari teori terbentuknya negara, unsur-unsurnya, tujuan negara, hingga legitimasi kekuasaan. Di samping teori klasik dari Barat (Plato, Aristoteles, Hobbes, Locke, Rousseau, Kelsen, dll.), tradisi Islam juga menyumbangkan dokumen penting: Piagam Madinah (622 M) .Piagam ini disusun oleh Nabi Muhammad SAW pasca hijrah ke Madinah, memuat kesepakatan antara kaum Muslimin (Muhajirin & Anshar), Yahudi, Nasrani, serta suku-suku Arab. Substansinya menegaskan persatuan politik, kebebasan beragama, rule of law, dan pertahanan bersama. Secara akademik, Piagam Madinah dapat dipandang sebagai konstitusi tertulis pertama di dunia atau proto-constitution yang mendahului kontrak sosial ala Hobbes, Locke, maupun Rousseau. 2. Isi Pokok Piagam Madinah : (47 Pasal) A. Pasal 1–10: Persatuan dan Solidaritas. Kaum Muslim (Muhajirin & Anshar) serta sekutunya menjadi satu umat (ummah wahidah). Setiap kabilah bertanggung jawab atas dirinya sendiri, wajib menolong sesama, dan menegakkan keadilan Makna: Dasar solidaritas politik melampaui ikatan suku, lahir komunitas politik bersama. B. Pasal 11–23: Hak dan Kedudukan Non-Muslim (Yahudi & Nasrani) Kaum Yahudi Bani Auf dan kabilah lainnya menjadi bagian dari umat.“Bagi Yahudi agamanya, bagi Muslim agamanya, bagi Nasrani agamanya.” Makna: Jaminan kebebasan beragama dan kesetaraan hak sipil, menegaskan pluralisme hukum. C. Pasal 24–35: Pertahanan dan Keamanan Semua pihak wajib bersatu bila Madinah diserang. Tidak boleh ada perlindungan bagi penjahat atau pengkhianat Biaya perang ditanggung bersama. Makna: Prinsip pertahanan kolektif dan rule of law ditegakkan. D. Pasal 36–47: Kedaulatan Hukum dan Penyelesaian Sengketa Madinah adalah tanah haram (suci). Perselisihan besar dikembalikan kepada Allah dan Rasul. Tidak boleh ada perjanjian damai/perang sepihak. Makna: Piagam menegaskan otoritas hukum transendental dan kedaulatan bersama.3. Analisis Ilmu Negara, a. Unsur Negara (teori klasik: Jellinek, Logemann, Kelsen)Wilayah: Madinah ditetapkan sebagai kawasan politik bersama.Rakyat: Terdiri atas Muslim, Yahudi, Nasrani, dan suku Arab.Pemerintah: Nabi Muhammad SAW sebagai kepala negara.Kedaulatan: Bersumber dari Allah & Rasul (theokrasi transendental). b. Tujuan Negara, Menjamin keamanan kolektif. Menegakkan keadilan (hukum Allah & Rasul). Menjamin pluralisme beragama. Mewujudkan persatuan politik. c. Sumber Kedaulatan, Barat: raja, rakyat, hukum. Madinah: kedaulatan Tuhan → dioperasionalkan lewat musyawarah dan kesepakatan sosial.  4. Analisis Metodologis (Hukum): 1. Kategorisasi Hukum, Piagam Madinah = grundnorm (basic norm) / konstitusi normatif. Dalam kerangka Kelsen, ia adalah staatsfundamentalnorm 2. Klarifikasi Hukum, Ummah wahidah = komunitas politik, bukan hanya komunitas agama. Kedaulatan Allah & Rasul = kedaulatan hukum transendental.3. Validasi Hukum, Sah secara konsensus seluruh komunitas Madinah. Legitimitas ganda: kontrak sosial + otoritas kenabian.4. Verifikasi Hukum, Terbukti historis: stabilitas sosial-politik Madinah terjagaFungsi konstitusi berjalan → law as a tool of social engineering. 5. Falsifikasi Hukum, Tantangan modern: tidak ada pemisahan kekuasaan (eksekutif, legislatif, yudikatif). Kritik: kedaulatan rakyat subordinat pada wahyu. Namun tetap relevan sebagai model negara hukum transendental 5. Relevansi untuk Mahasiswa Hukum 1. Analisis Komparatif → membandingkan Piagam Madinah dengan teori kontrak sosial Barat & konstitusi modern (UUD 1945).2. Pembelajaran Toleransi → dasar hubungan antarwarga negara yang berbeda agama. 3. Kajian Normatif → prinsip kebebasan beragama, persatuan, keadilan sejalan dengan Pancasila & UUD 1945. 4. Landasan Historis → menunjukkan bahwa negara hukum bukan monopoli Barat; Islam sudah mengenalnya sejak abad ke-7. 6. Kesimpulan, Piagam Madinah dapat dipandang sebagai: Konstitusi tertulis pertama di dunia dengan 47 pasal.Menegakkan prinsip persatuan (ummah wahidah), pluralisme hukum, rule of law, pertahanan kolektif, dan kedaulatan transendental. Sebagai proto-konstitusi, ia mendahului kontrak sosial Barat dan memperlihatkan keunikan teori kenegaraan Islam. Bagi mahasiswa hukum, Piagam Madinah adalah bahan komparasi penting untuk memahami hubungan antara agama, hukum, dan politik dalam Ilmu Negara.
1. Pendahuluan
Dalam studi Ilmu Negara, mahasiswa mempelajari konsep dasar terbentuknya negara, unsur-unsur negara, tujuan negara, serta legitimasi kekuasaan. Salah satu dokumen penting yang sering diangkat dalam perbandingan teori klasik dan Islam adalah Piagam Madinah. Dokumen ini disusun oleh Nabi Muhammad SAW pada tahun 622 M (setelah hijrah ke Madinah), yang berfungsi sebagai konstitusi pertama di dunia. Piagam Madinah mengatur hubungan antara kaum Muslimin (Muhajirin & Anshar), Yahudi, Nasrani, serta suku-suku lain di Madinah. Isinya menegaskan prinsip kesatuan politik, kebebasan beragama, keadilan, dan pertahanan bersama. Dengan demikian, Piagam Madinah dapat dianalisis dalam kerangka Ilmu Negara sebagai embrio bentuk negara modern.
2. Piagam Madinah dalam Perspektif Ilmu Negara
a. Unsur Negara
Menurut teori klasik (George Jellinek, Kelsen, Logemann), negara harus memiliki:
1. Wilayah → Madinah sebagai kawasan yang dijadikan haram (tanah suci) dan wilayah politik bersama.
2. Rakyat → Terdiri dari kaum Muslim, Yahudi, Nasrani, dan suku-suku Arab. Mereka diikat sebagai satu ummah wahidah (komunitas politik tunggal).
3. Pemerintah → Nabi Muhammad SAW sebagai kepala negara sekaligus hakim dan panglima.
4. Kedaulatan → Kekuasaan tertinggi terletak pada Allah dan Rasul, dengan Nabi sebagai pemegang otoritas politik.
b. Tujuan Negara
Piagam Madinah menegaskan:
Menjamin keamanan bersama (defensif). Menegakkan keadilan dengan hukum Allah dan Rasul. Mengakui pluralitas agama: Yahudi, Nasrani, dan Muslim bebas beribadah sesuai keyakinannya. Menciptakan persatuan politik demi menghindari konflik antar suku.
c. Sumber Kedaulatan
Dalam teori Barat: ada kedaulatan rakyat, kedaulatan raja, kedaulatan hukum. Dalam Piagam Madinah: kedaulatan bersumber dari Tuhan (theokrasi), namun diterapkan dengan prinsip musyawarah dan kesepakatan sosial
3. Analisis Akademik
1. Sebagai Konstitusi Awal, Piagam Madinah bisa dipandang sebagai proto-constitution yang mendahului kontrak sosial ala Hobbes, Locke, dan Rousseau. Jika kontrak sosial Barat muncul abad 16–17, Piagam Madinah telah mempraktikkan kesepakatan politik sejak abad ke-7.
2. Pluralisme dalam Ilmu Negara, Piagam Madinah menunjukkan konsep negara multikultural. Meski dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW, umat Yahudi dan Nasrani tetap diakui hak-hak sipil dan agamanya. Ini sejalan dengan teori negara modern yang menekankan non-diskriminasi.
3. Hukum dan Kekuasaan, Pasal 32 menegaskan bahwa perselisihan besar diselesaikan “dengan hukum Allah dan Rasul.” Dalam perspektif Ilmu Negara, hal ini menunjukkan bahwa otoritas hukum berada di atas kepentingan golongan. Ini bisa disandingkan dengan konsep rule of law modern.
4. Kedaulatan Bersama,  Piagam Madinah membentuk kedaulatan bersama antar komunitas dengan kontrak damai. Dalam Ilmu Negara, ini mendekati konsep federalisme primitif, di mana kelompok berbeda disatukan dalam satu entitas politik tanpa kehilangan identitas masing-masing.
4. Relevansi bagi Mahasiswa Hukum, Analisis Komparatif: Mahasiswa dapat membandingkan Piagam Madinah dengan teori kontrak sosial dan konstitusi modern (misalnya UUD 1945). Pembelajaran Toleransi: Piagam Madinah menanamkan nilai toleransi beragama sebagai dasar hubungan antarwarga negara. Kajian Normatif: Dalam perspektif hukum tata negara Indonesia, prinsip kebebasan beragama, persatuan, dan keadilan juga tercermin dalam Pancasila dan UUD 1945. Landasan Historis: Piagam Madinah memperlihatkan bahwa ide negara hukum dan demokrasi musyawarah bukan hanya produk Barat, tetapi juga bagian dari khazanah Islam.
Ilmu Negara dalam perspektif hukum modern sering berangkat dari teori klasik (Plato, Aristoteles, Rousseau, Montesquieu, Kelsen, dsb.). Namun dalam tradisi Islam, Piagam Madinah yang disusun Nabi Muhammad SAW setelah hijrah ke Madinah (622 M) dapat dipandang sebagai embrio konstitusi tertulis pertama di dunia. Piagam ini memuat prinsip dasar negara hukum dan negara berdaulat dalam bingkai pluralisme.
2. Isi Pokok Piagam Madinah
1. Persatuan: Semua penduduk Madinah, Muslim maupun non-Muslim, menjadi satu komunitas (ummah wahidah). 2. Hak & Kewajiban: Setiap kelompok bebas memeluk agamanya, dengan kewajiban menjaga keamanan bersama.3. Keadilan & Hukum: Perselisihan besar dikembalikan kepada Allah dan Rasul sebagai pemegang otoritas tertinggi 4. Pertahanan Bersama: Semua pihak wajib membela Madinah dari musuh luar. 5. Kedaulatan Hukum: Tidak boleh ada pengkhianatan, penindasan, atau perlindungan terhadap pelaku kejahatan.
Piagam ini mengandung nilai toleransi, rule of law, kesetaraan, dan keadilan sosial, sehingga menjadi fondasi teori kenegaraan Islam.-
3. Analisis Ilmu Negara dengan Pendekatan Hukum
a. Analisis Kategorisasi Hukum
Piagam Madinah dapat dikategorikan sebagai konstitusi normatif yang mengatur hubungan antarumat beragama, politik, sosial, dan hukum. Ia juga dapat dipandang sebagai sumber hukum dasar (staatsfundamentalnorm) dalam teori Hans Kelsen, namun dalam perspektif Islam, ia berlandaskan wahyu (Al-Qur’an dan Sunnah).
b. Analisis Klarifikasi Hukum
Piagam Madinah membedakan antara ranah ibadah (agama) yang bersifat personal dengan ranah muamalah (sosial-politik) yang bersifat publik. Klarifikasi ini penting untuk menunjukkan bahwa Islam sejak awal menegakkan pluralisme hukum (Muslim dengan syariatnya, Yahudi/Nasrani dengan hukum agamanya).
c. Analisis Validasi Hukum
Keabsahan Piagam Madinah bersumber dari otoritas Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin umat sekaligus Rasul. Validasi hukum di sini tidak hanya berbasis kontrak sosial, tetapi juga berbasis otoritas transendental (wahyu).
d. Analisis Verifikasi Hukum
Secara historis, keberlakuan Piagam Madinah dapat diverifikasi melalui sumber-sumber sejarah (Ibn Ishaq, Ibn Hisham, Al-Tabari). Secara empiris, piagam ini terbukti berhasil menjaga stabilitas sosial-politik Madinah pada masa awal pemerintahan Islam.
e. Analisis Falsifikasi Hukum
Dari sudut teori Karl Popper, Piagam Madinah dapat diuji melalui falsifikasi: apakah konsepnya masih relevan dalam negara modern? Kritik yang mungkin muncul: dalam negara demokrasi modern, hukum bersumber dari kedaulatan rakyat, sementara Piagam Madinah menempatkan kedaulatan di tangan Allah dan Rasul.Namun falsifikasi ini tidak otomatis membatalkan, melainkan menegaskan bahwa Piagam Madinah adalah model negara hukum transendental, berbeda dari sekularisme Barat
4. Kesimpulan Analisis
Teori Kenegaraan Islam yang dibangun Nabi Muhammad SAW melalui Piagam Madinah merupakan bentuk awal negara hukum yang menegakkan keadilan, toleransi, dan pluralisme. Dengan pendekatan analisis hukum (kategorisasi, klarifikasi, validasi, verifikasi, falsifikasi), Piagam Madinah terbukti memenuhi syarat sebagai konstitusi dalam teori Ilmu Negara, sekaligus memperlihatkan keunikan Islam dalam memadukan transendensi (wahyu) dengan kontrak sosial (ijtima’ insani).
Materi ini dapat menjadi dasar bagi mahasiswa hukum di Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak untuk memahami perbandingan teori kenegaraan Barat dan Islam, serta bagaimana nilai-nilai keislaman dapat berkontribusi pada pengembangan negara hukum Indonesia berdasarkan Pancasila.
5. Penutup
Piagam Madinah menjadi contoh nyata bagaimana konsep negara dibangun atas dasar kesepakatan sosial, keadilan, dan pluralitas. Dalam kuliah Ilmu Negara, dokumen ini tidak hanya dipelajari sebagai sejarah Islam, tetapi juga sebagai referensi akademik untuk memahami teori pembentukan negara, konstitusi, dan hubungan antara agama, hukum, serta politik.
Piagam Madinah (Terjemahan Lengkap)
Bagian I – Kaum Muslimin
1. Kaum Muhajirin dari Quraisy dan kaum Anshar adalah satu umat (ummah wahidah) terpisah dari manusia lainnya.
2–10. Setiap kabilah Quraisy dan Anshar bertanggung jawab atas dirinya sendiri dalam menanggung diyat (tebusan darah) dan menebus tawanan mereka dengan cara yang adil dan benar.
2. Kaum mukmin wajib saling membantu terhadap siapa pun yang menyerang salah satu pihak dari mereka.
Bagian II – Prinsip Persaudaraan
12. Kaum mukmin tidak boleh meninggalkan seseorang yang terbebani hutang atau kesulitan, mereka harus menolongnya dengan cara yang benar.
13. Kaum mukmin harus bersatu melawan orang yang berbuat kezaliman, makar, pelanggaran, atau permusuhan, meski itu dari kalangan sendiri.
14. Tidak boleh ada orang mukmin yang membunuh mukmin lain demi orang kafir, dan tidak boleh membantu orang kafir melawan orang beriman.
15. Jaminan Allah satu untuk semua: siapa pun yang berada dalam perlindungan seorang mukmin, maka ia mendapat perlindungan semua orang beriman
Bagian III – Hubungan dengan Yahudi & Nasrani
16. Kaum Yahudi Bani Auf adalah satu umat dengan kaum mukminin. Bagi Yahudi agamanya, bagi Muslim agamanya; hal ini juga berlaku bagi sekutu-sekutu dan diri mereka.
17–25. Kaum Yahudi dari berbagai kabilah (Bani Najjar, Bani Harits, Bani Sa’idah, Bani Jusyam, Bani Aus, Bani Tha’labah, Bani Syutaibah, dan lainnya) memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan Bani Auf: mereka diperlakukan setara, dengan hak kebebasan beragama dan kewajiban menjaga perdamaian.
17. Kaum Yahudi menanggung biaya bersama kaum mukmin bila ada perang
18. Kaum Yahudi dan kaum Nasrani tidak boleh berbuat jahat, khianat, atau makar.
Bagian IV – Prinsip Keadilan dan Pertahanan
28. Kaum Yahudi diperlakukan sebagai warga Madinah sejauh mereka tidak berkhianat.
29. Madinah adalah tanah haram (suci) bagi semua yang terikat dalam piagam ini.
30. Orang yang berbuat dosa hanya menanggung dosanya sendiri.
31. Tidak boleh ada orang yang melindungi musuh atau penjahat.
32. Jika terjadi perselisihan besar, maka penyelesaiannya dikembalikan kepada Allah dan Rasul Muhammad SAW.
33. Tidak boleh ada perjanjian khusus dengan Quraisy atau pihak luar tanpa izin Rasul.
34. Semua pihak wajib saling menolong bila Madinah diserang.
35. Kaum Yahudi harus menanggung biaya perang bersama kaum Muslimin selama mereka masih berpegang pada piagam ini.
Bagian V – Kesatuan dan Kedaulatan
36. Kaum Yahudi Bani Tha’labah setara dengan kaum Yahudi lainnya, memiliki hak yang sama sejauh tidak mengkhianati perjanjian.
37. Tidak ada seorang pun yang boleh keluar berperang sendirian tanpa izin.
38. Tidak boleh ada perlindungan bagi penjahat; siapa pun yang berkhianat akan ditanggung akibatnya oleh dirinya dan keluarganya.
39. Allah bersama orang-orang yang jujur dan bertakwa.
40. Kaum Najran (Nasrani) diperlakukan sama: bagi mereka agamanya, bagi kaum Muslim agamanya.
41. Kaum Yahudi maupun Nasrani yang tinggal di Madinah mendapatkan perlindungan jiwa, harta, dan keyakinan mereka.
Bagian VI – Penutup
42. Semua pihak dalam piagam ini, Muslim maupun non-Muslim, wajib bekerja sama menegakkan keadilan dan menghindari kezaliman.
43. Tidak boleh ada seorang pun yang menolong Quraisy atau musuh Madinah.
44. Kaum Muslimin dan Yahudi harus saling menasihati dan tidak boleh berkhianat.
45. Semua yang tinggal di Madinah wajib tunduk pada perjanjian ini.
46. Tidak ada perlindungan bagi orang yang berkhianat atau berbuat jahat.
47. Perjanjian ini tidak membenarkan kezaliman. Allah melindungi orang yang setia menjalankannya.
Penjelasan pasal-pasal Piagam Madinah (47 pasal) beserta maknanya agar dapat dipakai sebagai materi kuliah Ilmu Negara – Teori Kenegaraan Islam di Fakultas Hukum Piagam Madinah (622 M) – Konstitusi Pertama dalam Sejarah Islam, Disusun oleh Nabi Muhammad SAW setelah hijrah ke Madinah. Terdiri atas 47 pasal, mengatur kehidupan bersama kaum Muslimin, Yahudi, Nasrani, dan kabilah-kabilah di Madinah.
A. Pasal 1–10: Persatuan dan Tanggung Jawab
1. Kaum Muslimin Quraisy dan Yatsrib (Madinah) adalah satu umat. 2–10. Setiap kabilah (Muhajirin, Anshar, dan suku-suku sekutu) bertanggung jawab atas urusannya, wajib menolong sesama, dan menegakkan keadilan. Makna: Piagam ini menegaskan konsep ummah wahidah (satu komunitas), yang melampaui ikatan suku atau darah, menjadi dasar solidaritas politik
B. Pasal 11–23: Hak dan Kedudukan Kaum Yahudi
11. Kaum Yahudi Bani Auf adalah bagian dari umat, mereka bebas memeluk agamanya.12–15. Kaum Yahudi dari Bani Najjar, Bani Harits, Bani Sa’idah, Bani Jusham, Bani Aus, Bani Tha’labah, juga memiliki hak yang sama. 16–23. Kaum Yahudi dari kelompok lain juga diakui, sepanjang mereka setia pada perjanjian. Makna: Piagam ini menjamin kebebasan beragama dan kesetaraan hak-hak sipil bagi non-Muslim. Inilah prinsip pluralisme hukum: Muslim dengan syariatnya, Yahudi dengan Taurat, Nasrani dengan Injil.
C. Pasal 24–35: Pertahanan dan Keamanan
24–27. Semua pihak wajib bersatu melawan penyerang Madinah.28–30. Tidak boleh ada perlindungan bagi penjahat atau pengkhianat. 31–35. Kaum Yahudi dan Muslim berkewajiban menanggung biaya perang sesuai kemampuan masing-masing. Makna: Piagam menegaskan prinsip pertahanan kolektif dan rule of law. Tidak ada kelompok yang boleh menutup mata terhadap kejahatan.
D. Pasal 36–47: Kedaulatan Hukum dan Penyelesaian Sengketa
36. Madinah adalah wilayah yang suci dan harus dijaga bersama.37–40. Perselisihan besar dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. 41–43. Tidak boleh ada perjanjian damai atau perang sepihak tanpa persetujuan bersama. 44–46. Tetangga harus saling menolong dan tidak boleh berkhianat. 37. Allah dan Rasul menjadi penjamin perjanjian ini. Makna: Piagam ini menempatkan otoritas hukum tertinggi pada Allah dan Rasul. Dalam konteks Ilmu Negara, ini menegaskan bentuk negara hukum transendental, berbeda dengan konsep sekuler yang menempatkan rakyat sebagai sumber kedaulatan
Analisis Ilmu Negara
1. Kategorisasi hukum → Piagam Madinah termasuk konstitusi normatif yang mengatur hak, kewajiban, dan hubungan antarumat.
2. Klarifikasi hukum → Membedakan ranah agama (ibadah) dengan ranah sosial-politik (muamalah).
3. Validasi hukum → Otoritas hukum sah karena Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul sekaligus pemimpin politik.
4. Verifikasi hukum → Keberlakuannya dapat dibuktikan dalam sejarah, Madinah menjadi stabil.
5. Falsifikasi hukum → Dapat diuji relevansinya dalam negara modern; meski berbeda, tetap memberikan kontribusi pada teori negara hukum berbasis nilai transendental.
Kesimpulan untuk Kuliah Ilmu Negara
Piagam Madinah adalah cikal bakal konstitusi tertulis pertama yang menata negara dengan prinsip:
Persatuan (ummah wahidah), Pluralisme hukum (agama berbeda dilindungi), Rule of law (keadilan bagi semua), Pertahanan kolektif, Kedaulatan transendental (Allah dan Rasul sebagai otoritas tertinggi).
Dalam teori kenegaraan Islam, Piagam Madinah menunjukkan bahwa negara tidak hanya hasil kontrak sosial, tetapi juga berbasis wahyu dan nilai moral universal.
Makna Utama,Kebebasan beragama: “Bagi Yahudi agamanya, bagi Muslim agamanya, bagi Nasrani agamanya.” Kesetaraan: Semua kelompok di Madinah menjadi satu komunitas politik. Keadilan: Perselisihan diputuskan dengan hukum Allah dan Rasul Pertahanan bersama: Jika Madinah diserang, semua wajib membelanya.
Baik, saya narasikan terjemahan Piagam Madinah (dokumen perjanjian yang dibuat Nabi Muhammad SAW setelah hijrah ke Madinah, berisi aturan hidup bersama antara kaum Muslimin, Yahudi, Nasrani, dan suku-suku di Madinah). Berikut ringkasannya dalam bahasa Indonesia: Terjemahan Piagam Madinah (dalam bentuk poin-poin utama)
1. Kesepakatan Umum
Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin menyusun piagam ini untuk semua penduduk Madinah: kaum Muhajirin, Anshar, Yahudi, Nasrani, dan suku-suku lain. Semua pihak sepakat hidup dalam satu komunitas (ummah wahidah), dengan kewajiban saling menjaga dan membela.
2. Hak dan Kewajiban Antar Kelompok
Kaum Muhajirin Quraisy dan Anshar masing-masing bertanggung jawab atas urusan dan keuangannya sendiri. Kaum Yahudi Bani Auf, Nasrani Najran, dan kelompok agama lain memiliki agama dan keyakinannya sendiri, begitu juga kaum Muslimin dengan agamanya. Tidak boleh ada pemaksaan dalam urusan agama.Semua pihak berkewajiban untuk saling membantu dalam menghadapi musuh yang menyerang Madinah.
3. Jaminan Keselamatan
Kaum Muslimin dan non-Muslim yang terikat dalam piagam ini dilindungi hak hidup, harta, dan kehormatan. Tidak boleh ada pengkhianatan, kezaliman, dan bantuan terhadap musuh.
4. Keadilan dan Hukum
Perselisihan besar akan dikembalikan ke Allah dan Rasul-Nya (sebagai hakim dan penengah). Tidak ada kelompok yang boleh melindungi penjahat atau memberi tempat bagi pengkhianat. Semua orang diperlakukan sama dalam perlindungan hukum, baik Muslim maupun non-Muslim.
5. Pertahanan Bersama
Jika Madinah diserang, seluruh penduduk yang terikat perjanjian wajib membelanya. Tidak boleh ada pihak yang membuat perjanjian damai atau perang secara sepihak tanpa persetujuan komunitas.
Makna Piagam Madinah,  Menjadi konstitusi tertulis pertama di dunia yang mengatur hidup berdampingan secara damai antaragama. Menjamin kebebasan beragama, keadilan sosial, serta prinsip persatuan dalam keberagaman. Menjadi dasar kehidupan bernegara dengan nilai toleransi, persaudaraan, dan tanggung jawab bersama.
Analisis yang lebih sistematis sesuai dengan metodologi berpikir hukum untuk mahasiswa Fakultas Hukum. Kita gunakan Piagam Madinah sebagai studi kasus, lalu dianalisis dengan kategori kategorisasi, klarifikasi, validasi, verifikasi, dan falsifikasi hukum, sambil dikaitkan dengan teori-teori Ilmu Negara dan Hukum.
Analisis Metodologis Piagam Madinah dalam Ilmu Negara & Hukum
1. Analisis Kategorisasi Hukum
Menentukan klasifikasi normatif dari suatu aturan hukum. Kategori Piagam Madinah: termasuk dalam hukum dasar (grundnorm) atau “proto-konstitusi” → karena mengatur dasar kehidupan bersama, struktur kekuasaan, hak dan kewajiban warga. Dalam teori Hans Kelsen: Piagam Madinah dapat dipandang sebagai basic norm yang melandasi aturan lain. Dalam Ilmu Negara: masuk kategori konstitusi tertulis pertama yang menegaskan state community (gemeinschaft) dalam bentuk ummah wahidah.
2. Analisis Klarifikasi Hukum
Menjelaskan istilah, konsep, dan konteks agar tidak terjadi kesalahpahaman. “Ummah wahidah” diklarifikasi sebagai komunitas politik (state community), bukan semata komunitas agama. “Kedaulatan Allah dan Rasul” diklarifikasi sebagai bentuk kedaulatan hukum ilahiah, yang dioperasionalkan melalui kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Klarifikasi penting agar mahasiswa tidak mencampurkan antara fungsi kenabian (wahyu) dan fungsi politik (konstitusional).
3. Analisis Validasi Hukum
Menguji apakah aturan tersebut sah secara yuridis menurut sistem hukum yang berlaku pada saat itu. Validitas internal: Piagam Madinah sah karena disepakati oleh seluruh komunitas Madinah (Muslim, Yahudi, Nasrani, suku-suku Arab). Ada prinsip consensus gentium (kesepakatan umum). Validitas eksternal: Ditopang oleh legitimasi kenabian Muhammad SAW sebagai pemimpin agama sekaligus pemimpin politik. Dalam teori John Austin, validitas hukum muncul dari “perintah yang berdaulat” (command of sovereign). Dalam hal ini, Nabi Muhammad adalah pemegang otoritas tertinggi.
4. Analisis Verifikasi Hukum
Membuktikan fakta empiris bahwa norma hukum tersebut benar-benar berlaku dan diterapkan. Fakta sejarah: Piagam Madinah benar-benar dijalankan sebagai dasar tata kelola masyarakat selama Nabi di Madinah.bTerjadi penerapan nyata: misalnya kerja sama Muslim dan Yahudi dalam pertahanan, penyelesaian sengketa dengan Rasul sebagai hakim. Dalam Ilmu Negara: ini adalah bukti fungsi konstitusi sebagai alat rekayasa sosial (law as a tool of social engineering).
5. Analisis Falsifikasi Hukum
Menguji kemungkinan kesalahan, kelemahan, atau keterbatasan aturan hukum.Kelemahan internal: beberapa komunitas Yahudi (misalnya Bani Qainuqa dan Bani Nadhir) kemudian melanggar perjanjian, menunjukkan keterbatasan norma jika tidak ada kepatuhan. Falsifikasi teoritis: Jika dibandingkan dengan teori kontrak sosial Rousseau, Piagam Madinah belum murni demokratis → karena sumber otoritas tertinggi tetap pada wahyu, bukan rakyat. Dalam perspektif modern: falsifikasi muncul karena Piagam Madinah tidak memuat pemisahan kekuasaan (separation of powers), melainkan terpusat pada Rasul
Korelasi dengan Teori Ilmu Negara & Hukum
1. Teori Kontrak Sosial (Hobbes, Locke, Rousseau)
Piagam Madinah ≈ bentuk awal kontrak sosial: kesepakatan bersama membentuk komunitas politik. Bedanya: kontrak sosial Barat berbasis rasionalisme, Piagam Madinah berbasis wahyu + konsensus.
2. Teori Kedaulatan
Jean Bodin: kedaulatan raja → berbeda, di Madinah kedaulatan ada pada Allah & Rasul. Rousseau: kedaulatan rakyat → dalam Piagam Madinah ada unsur rakyat, tetapi subordinat pada wahyu. Hans Kelsen: kedaulatan hukum → relevan, karena Piagam Madinah menempatkan hukum (wahyu) di atas semua golongan.
3. Teori Negara Hukum (Rechtsstaat / Rule of Law)
Ada kesamaan: supremasi hukum, perlindungan hak dasar, persamaan warga negara. Keterbatasan: tidak ada pemisahan kekuasaan formal (eksekutif, legislatif, yudikatif).
Kesimpulan untuk Mahasiswa
Melalui analisis kategorisasi, klarifikasi, validasi, verifikasi, dan falsifikasi hukum, Piagam Madinah dapat dipandang: Sebagai konstitusi normatif pertama yang mengandung prinsip negara hukum dan pluralisme. Sebagai bukti bahwa teori-teori Ilmu Negara tidak hanya tumbuh dari Barat, tetapi juga dari sejarah Islam.Namun, secara akademik, ia memiliki keterbatasan (falsifikasi) bila diuji dengan standar negara modern (demokrasi, pemisahan kekuasaan, HAM universal).
Agama & Pluralisme
Tiap kelompok bebas beragama (Muslim, Yahudi, Nasrani) Pasal 29 UUD 1945: Negara menjamin kemerdekaan beragama, Hak & Kewajiban Semua kelompokdilindungi hak hidup, harta, dan kehormatan; kewajiban membela Madinah Hak asasi manusia (Bab XA UUD 1945), kewajiban bela negara (Pasal 27 ayat 3) Kedaulatan Hukum Perselisihan dikembalikan pada Allah & Rasul Perselisihan diselesaikan berdasar hukum & peradilan (Mahkamah Agung, MK). Pertahanan Negara Semua kabilah wajib ikut mempertahankan Madinah TNI & Polri sebagai alat negara (Pasal 30 UUD 1945). Sumber Legitimasi Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul & kepala negara Kedaulatan berada di tangan rakyat (Pasal 1 ayat 2 UUD 1945) .Sifat Konstitusi Transendental, normatif, kontrak sosial berbasis wahyu Sekuler-religius (Pancasila: Ketuhanan YME, tapi kedaulatan rakyat)
Analisis untuk manfaat Kuliah: 1. Persamaan,Sama-sama mengatur persatuan, kebebasan beragama, keadilan, pertahanan, dan perlindungan warga.Sama-sama menegakkan prinsip rule of law. 2. Perbedaan, Piagam Madinah → bersifat transendental, sumber hukum dari wahyu. UUD 1945 → bersifat konstitusi modern, sumber hukum dari rakyat melalui Pancasila. 3. Relevansi, Piagam Madinah memberi teladan bahwa konstitusi harus lahir dari kesepakatan kolektif dan menjamin pluralisme serta keadilan. UUD 1945 dapat diperkaya dengan nilai-nilai Piagam Madinah, terutama dalam hal persaudaraan umat beragama dan tanggung jawab kolektif.

penjelasan dokumen di atas sehingga bisa menjadi bahan kuliah Ilmu Negara dengan pendekatan komparatif antara Piagam Madinah (622 M) dan UUD 1945 (Indonesia):
Narasikan Penjelasan
Piagam Madinah yang disusun Nabi Muhammad SAW pada tahun 622 M pasca hijrah ke Madinah, dapat dipandang sebagai dokumen konstitusional pertama dalam sejarah peradaban Islam. Sementara UUD 1945 merupakan konstitusi modern Indonesia yang disahkan pada 18 Agustus 1945. Keduanya sama-sama berfungsi sebagai sumber legitimasi, dasar hukum, dan pengikat masyarakat dalam suatu tatanan bernegara.
1. Kronologi
Piagam Madinah lahir dari kebutuhan membangun masyarakat majemuk di Madinah setelah hijrah. Sedangkan UUD 1945 lahir dari momentum proklamasi kemerdekaan sebagai dasar berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Jumlah Pasal
Piagam Madinah terdiri dari 47 pasal yang mengatur tata kehidupan bersama. UUD 1945 awalnya berjumlah 37 pasal sebelum amandemen, kini berkembang menjadi 199 pasal.
3. Dasar Hukum
Piagam Madinah bersumber pada wahyu (Al-Qur’an & Sunnah) dan konsensus umat (ijma’). UUD 1945 didasarkan pada kedaulatan rakyat, sesuai dengan prinsip konstitusi modern.
4. Konsep Persatuan
Dalam Piagam Madinah, seluruh penduduk dipandang sebagai satu komunitas politik (ummah wahidah), meski berbeda agama. Dalam UUD 1945, persatuan ditegaskan melalui bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1 ayat 1).
5. Agama dan Pluralisme
Piagam Madinah memberi kebebasan beragama kepada kelompok Muslim, Yahudi, dan Nasrani. Hal ini sejalan dengan Pasal 29 UUD 1945 yang menjamin kemerdekaan beragama bagi seluruh warga negara.
6. Hak dan Kewajiban
Piagam Madinah menegaskan perlindungan hak hidup, harta, dan kehormatan, serta kewajiban membela Madinah. Dalam UUD 1945, prinsip ini termanifestasi dalam pengaturan hak asasi manusia (Bab XA) serta kewajiban bela negara (Pasal 27 ayat 3).
7. Kedaulatan Hukum
Dalam Piagam Madinah, perselisihan dikembalikan kepada Allah dan Rasul. Dalam UUD 1945, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui hukum positif dan lembaga peradilan (Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi).
8. Pertahanan Negara
Piagam Madinah mewajibkan seluruh kabilah ikut mempertahankan Madinah. Hal yang serupa diatur dalam UUD 1945, di mana TNI dan Polri menjadi alat pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30).
9. Sumber Legitimasi
Nabi Muhammad SAW berperan sebagai Rasul sekaligus kepala negara. Dalam UUD 1945, sumber legitimasi berasal dari kedaulatan rakyat, sebagaimana ditegaskan pada Pasal 1 ayat 2
Analisis Ilmu Negara
Piagam Madinah menekankan teokrasi inklusif, di mana hukum Allah menjadi dasar namun tetap mengakomodasi pluralitas.
UUD 1945 menekankan demokrasi konstitusional, dengan kedaulatan rakyat sebagai basisnya, tetapi tetap menghormati nilai religius bangsa.
Keduanya sama-sama berorientasi pada persatuan, keadilan, dan perlindungan hak-hak warga, meski menggunakan sumber legitimasi yang berbeda.
Dengan demikian, Piagam Madinah dapat dipandang sebagai cikal bakal teori kenegaraan Islam yang menekankan kesatuan umat dalam perbedaan, sedangkan UUD 1945 merupakan konstitusi modern yang merealisasikan prinsip kedaulatan rakyat dalam negara bangsa. ( Red )

CATEGORIES
Share This