
Aspek Hukum Telematika TerhadapTeknologi Pelacakan Jejak Digital Canggih Dari Perspektif Cybercrime
Oleh Tengku Mulia Dilaga Turiman Fachturahman Nur
(Pengasuh Mata Kuliah Hukum telematika Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak dan Tim Ahli Hukum Cybercrime Kalimantan Barat )
Pendahuluan
Perkembangan teknologi informasi mendorong transformasi penegakan hukum menuju era digital. Modul ini disusun sebagai referensi akademik dan praktis mengenai teknologi pelacakan jejak digital serta analisis hukumnya dalam kerangka hukum telematika Indonesia, guna membangun sistem hukum yang responsif namun tetap menjamin hak asasi digital.
Maraknya kejahatan siber menuntut penegak hukum untuk memanfaatkan teknologi pelacakan digital. Teknologi ini memungkinkan pelacakan, pengumpulan, dan analisis jejak digital pelaku kejahatan yang terekam dalam sistem digital. Modul ini bertujuan memberikan pemahaman atas lima teknologi utama pelacakan digital serta aspek legal yang mengaturnya berdasarkan UU ITE, UU PDP, dan hukum acara digital.
2. PETA KONSEPTUAL TEKNOLOGI PELACAKAN JEJAK DIGITAL
Teknologi pelacakan digital terdiri dari beberapa jenis pendekatan dan sistem, yaitu: Forensik Digital, OSINT, Cyber Threat Intelligence, AI Behavioral Analytics, dan Mobile Device Forensics. Setiap jenis memiliki fungsi khusus dalam investigasi digital dan dikaitkan dengan kerangka hukum Indonesia. Konsep dasarnya adalah menjaga keseimbangan antara efektivitas penegakan hukum dan perlindungan hak digital.
Teknologi pelacakan jejak digital yang canggih memiliki beberapa nama dan bentuk tergantung pada konteks penggunaannya (keamanan siber, forensik digital, intelijen, dll). Berikut beberapa istilah atau nama teknologinya:
1. Digital Forensics (Forensik Digital)
Merupakan teknologi dan metode untuk melacak, mengumpulkan, dan menganalisis jejak digital dari perangkat elektronik (HP, komputer, server, dll).
Contoh tools:
1.1. EnCase
EnCase adalah sebuah perangkat lunak forensik digital yang dikembangkan oleh OpenText (dulu Guidance Software). EnCase banyak digunakan oleh aparat penegak hukum, penyidik cybercrime, dan profesional forensik digital untuk menyelidiki, mengumpulkan, menganalisis, dan memulihkan bukti digital dari berbagai media penyimpanan (seperti hard disk, flash disk, dan perangkat lainnya).
Fungsi Utama EnCase:
1. Akuisisi data (data acquisition): Mengambil salinan (image) bit-per-bit dari media penyimpanan untuk memastikan data asli tetap utuh.
2. Analisis forensik digital: Menyaring dan menganalisis file tersembunyi, file yang dihapus, log sistem, registry, email, dan data artefak digital lainnya.
3. Pelacakan aktivitas pengguna: Melacak jejak digital seperti akses file, browsing history, atau penggunaan perangkat lunak.
4. Pemulihan data: Mengembalikan data yang terhapus atau rusak untuk kepentingan penyelidikan.
5. Pelaporan hukum (legal reporting): Membuat laporan forensik yang bisa digunakan dalam proses hukum di pengadilan.
Kelebihan EnCase:
a.Memiliki integritas bukti yang tinggi (menggunakan hash MD5/SHA).
b. Standar industri yang diakui pengadilan.
c. Dapat memeriksa banyak format file dan sistem file (FAT, NTFS, ext3, dll).
d.Dapat digunakan untuk analisis live dan post-mortem.
Penggunaan dalam Konteks Hukum dan Telematika:
Dalam hukum telematika, EnCase digunakan sebagai alat bukti elektronik untuk mengungkap tindak pidana siber seperti:
Kejahatan perbankan digital
Akses ilegal (hacking)
Penyebaran konten ilegal (pornografi, hoaks)
Tindak pidana korupsi berbasis digital (digital trail)
1.2.FTK (Forensic Toolkit)
FTK (Forensic Toolkit) adalah sebuah perangkat lunak forensik digital yang dikembangkan oleh AccessData (kini bagian dari Exterro), digunakan untuk menyidik, menganalisis, dan mengelola bukti digital dari berbagai perangkat elektronik. FTK banyak digunakan oleh penegak hukum, lembaga pemerintahan, serta profesional keamanan siber dalam investigasi kriminal, audit internal, dan e-discovery.
Fitur Utama FTK:
1. Imaging dan Analisis Disk: Membuat salinan forensik (image) dari hard drive atau perangkat penyimpanan tanpa mengubah data asli. Menyediakan verifikasi hash (MD5/SHA1) untuk menjaga integritas data.
2. Indexing Cepat: FTK membangun indeks dari seluruh isi disk sehingga pencarian kata kunci (keyword search) menjadi sangat cepat.
3. Recovery File Terhapus: Mampu merekonstruksi file yang sudah dihapus, termasuk e-mail, dokumen, dan artefak lainnya.
4. Analisis Email: Memungkinkan penelusuran, pencarian, dan analisis isi email, termasuk metadata dan lampiran.
5. Password Cracking: Tersedia modul tambahan seperti FTK Imager dan Password Recovery Toolkit (PRTK) untuk memecahkan kata sandi file terenkripsi.
6. Timeline dan Metadata View: Menyusun peristiwa dalam urutan waktu, memungkinkan analisis kronologis aktivitas pengguna.
7. Bookmark dan Reporting: Menandai artefak penting dan menyusunnya menjadi laporan bukti forensik yang sah untuk persidangan.
Peran FTK dalam Forensik Digital: Investigasi Kejahatan Siber seperti pencurian data, penyebaran malware, dan akses ilegal. Kemudian dalam hal analisis Litigasi Perdata dan E-Discovery dalam sengketa bisnis atau pelanggaran kontrak dan Audit Internal untuk mendeteksi pelanggaran kebijakan perusahaan atau kebocoran informasi.
Perbandingan dengan Tools Lain: Tool Keunggulan Utama Kelemahan Umum
FTK Indexing cepat, UI intuitif, Membutuhkan spesifikasi tinggi, EnCase Digunakan luas di penegak hukum, Kurva belajar cukup tinggi, Autopsy/SleuthKit Open-source dan gratis, Fitur terbatas dibanding FTK
Kesimpulan: FTK adalah alat forensik digital komprehensif yang sangat andal untuk pengumpulan, pemrosesan, dan analisis bukti digital, serta sudah teruji di pengadilan. Cocok untuk kebutuhan profesional investigasi digital, terutama dalam skala besar dan kompleks.
2. Cyber Threat Intelligence (CTI)
Cyber Threat Intelligence (CTI) adalah proses pengumpulan, analisis, dan penyebaran informasi mengenai ancaman siber yang relevan terhadap suatu organisasi atau sistem informasi. CTI bertujuan untuk memahami niat (intent), kapabilitas, dan aktivitas musuh (threat actors) agar organisasi dapat mengantisipasi, mendeteksi, dan merespons ancaman dengan lebih efektif.
2.1. Fungsi Utama CTI
1. Mendeteksi ancaman secara proaktif sebelum serangan terjadi.
2. Mengidentifikasi pelaku ancaman dan teknik yang digunakan (TTPs: Tactics, Techniques, Procedures).
3. Memberikan konteks terhadap serangan—siapa, mengapa, bagaimana.
4. Meningkatkan strategi pertahanan siber, seperti firewall, SIEM, dan endpoint protection.
5. Mendukung pengambilan keputusan dalam insiden keamanan siber.
Teknologi yang digunakan untuk melacak dan menganalisis aktivitas siber berbahaya, termasuk jejak digital yang ditinggalkan oleh hacker atau pelaku kejahatan digital.
2.2.Platform CTI
Terdiri dari MISP (Malware Information Sharing Platform), MISP (Malware Information Sharing Platform and Threat Sharing) adalah sebuah platform open-source yang digunakan untuk berbagi, menyimpan, dan mengelola informasi ancaman siber seperti malware, serangan phishing, eksploitasi, dan indikator kompromi (Indicators of Compromise/IoC).
Tujuan Utama MISP:
1. Meningkatkan deteksi dan respons terhadap ancaman dengan berbagi informasi secara kolaboratif.
2. Memfasilitasi komunitas keamanan siber (CERT, SOC, pemerintah, militer, perusahaan swasta) untuk saling bertukar data ancaman secara terstruktur dan aman.
3. Mengurangi duplikasi kerja dan mempercepat reaksi terhadap insiden siber.
Fitur Utama MISP:
Berbagi informasi ancaman (IP jahat, hash file malware, domain berbahaya, teknik serangan, dll). Integrasi dengan STIX, TAXII, dan format lain untuk interoperabilitas standar intelijen siber. Kolaborasi antar pengguna dan organisasi dalam berbagi dan memperkaya data ancaman. Tagging, correlation engine, dan sistem pemberian skor untuk kepercayaan data. API otomatisasi untuk integrasi dengan tools keamanan lain seperti SIEM, IDS, EDR, dll.
Jenis Informasi yang Dibagikan: IP address, domain, URL, File hash (MD5, SHA1, SHA256),Teknik serangan (TTP), Exploit dan vulnerabilitas (CVE), Kampanye APT,Data IOC dan observables
Keamanan dan Privasi: MISP mendukung kontrol akses, enkripsi data, dan group sharing untuk memastikan data hanya dapat dilihat pihak berwenang.
Siapa yang Menggunakan MISP? Computer Emergency Response Teams (CERT), Security Operation Centers (SOC), Militer dan badan intelijen ,Perusahaan swasta dan universitas
Contoh Integrasi: ,Suricata, Zeek (untuk deteksi jaringan), TheHive, Cortex,SIEM seperti Splunk, ELK, Threat Intelligence Platforms lainnya (via TAXII)
3.Recorded Future
Recorded Future adalah sebuah perusahaan global yang bergerak di bidang cyber threat intelligence atau intelijen ancaman siber, yang berbasis di Somerville, Massachusetts, Amerika Serikat. Didirikan pada tahun 2009 oleh Christopher Ahlberg dan Staffan Truvé, perusahaan ini dikenal luas sebagai pelopor dalam pemanfaatan machine learning dan natural language processing untuk menganalisis data dari berbagai sumber – mulai dari sumber terbuka (open source), deep web, hingga dark web – guna mengidentifikasi ancaman siber secara proaktif.
Platform utama mereka, yang dikenal sebagai Recorded Future Intelligence Cloud, menyediakan layanan intelijen ancaman siber berbasis software-as-a-service (SaaS). Platform ini menawarkan sejumlah modul intelijen khusus seperti SecOps Intelligence (untuk keamanan operasional), Vulnerability Intelligence (kerentanan sistem), Brand Intelligence (perlindungan reputasi digital), serta Insider Threat dan Geopolitical Intelligence. Teknologi yang digunakan oleh Recorded Future juga mencakup mesin analisis temporal canggih yang mampu meramalkan tren dan pola serangan siber masa depan berdasarkan data historis dan situasional.
Sejak awal, Recorded Future mendapatkan pendanaan dari investor strategis seperti Google Ventures dan In-Q-Tel – lembaga investasi milik CIA. Pada tahun 2019, perusahaan ini diakuisisi oleh Insight Partners senilai sekitar 780 juta dolar AS, dan pada September 2024, Mastercard resmi mengumumkan akuisisi Recorded Future senilai 2,65 miliar dolar AS sebagai bagian dari langkah strategis mereka dalam memperkuat pertahanan keamanan digital dan mendeteksi penipuan identitas dalam transaksi keuangan global.
Dengan klien dari berbagai sektor strategis – termasuk lembaga pemerintahan, perbankan, keuangan, dan perusahaan Fortune 500 – Recorded Future telah menjadi mitra penting dalam sistem pertahanan siber global. Kekuatan utama Recorded Future terletak pada kemampuannya menyajikan intelijen ancaman real-time yang dapat ditindaklanjuti, membantu organisasi dalam mendeteksi dan merespons potensi serangan siber bahkan sebelum terjadi.
Secara keseluruhan, Recorded Future bukan hanya alat intelijen digital, tetapi telah menjadi bagian penting dalam ekosistem keamanan global yang menggabungkan teknologi canggih dengan analisis intelijen untuk melindungi data, sistem, dan infrastruktur digital dari ancaman yang terus berkembang.
4..IBM X-Force Exchange
IBM X-Force Exchange adalah sebuah platform intelijen ancaman (threat intelligence platform) berbasis cloud yang dikembangkan oleh IBM untuk membantu organisasi dalam mendeteksi, menganalisis, dan merespons ancaman siber secara proaktif.
IBM X-Force Exchange menyediakan akses real-time ke berbagai data intelijen ancaman global yang dikumpulkan dan dianalisis oleh tim riset keamanan IBM X-Force. Platform ini memungkinkan pengguna untuk:
1. Berbagi Informasi Ancaman: Berkolaborasi dengan komunitas keamanan global, termasuk praktisi keamanan, peneliti, dan institusi lainnya.
2. Menganalisis Ancaman: Menyediakan konteks mendalam atas IP berbahaya, URL jahat, hash file malware, dan indikator kompromi (IOCs).
3. Integrasi Otomatis: Dapat diintegrasikan dengan sistem keamanan lainnya seperti SIEM (Security Information and Event Management), firewall, dan endpoint security.
4. Visualisasi Data: Menampilkan hubungan antar ancaman melalui grafik yang intuitif untuk membantu analisis forensik dan investigasi insiden.
5. Threat Intelligence Feeds: Memberikan feed yang terus diperbarui berdasarkan data internal IBM dan sumber eksternal, termasuk dark web monitoring.
Fungsi Utama: Threat Hunting (perburuan ancaman proaktif), Threat Enrichment (menambah konteks terhadap alert),Incident Response (mendukung proses tanggap insiden), Cyber Threat Intelligence Sharing (kolaborasi antar lembaga)
Kelebihan: Didukung oleh tim riset IBM X-Force yang berpengalaman.,Akses ke ribuan IOCs dan kampanye serangan global.,User-friendly interface dan API untuk integrasi otomatis.
Kesimpulan: IBM X-Force Exchange adalah alat penting bagi tim keamanan siber untuk meningkatkan ketahanan digital, mempercepat deteksi, dan mengurangi dampak serangan siber melalui pendekatan intelijen yang kolaboratif dan berbasis data real-time.
5.. OSINT (Open Source Intelligence)
Pelacakan data dan jejak digital dari sumber terbuka seperti media sosial, website, forum, dll.Tools populer, yaitu :
5.1.Maltego
Maltego adalah sebuah perangkat lunak analisis dan intelijen visual yang digunakan secara luas dalam investigasi forensik digital, open-source intelligence (OSINT), dan cyber security. Maltego dikembangkan oleh Paterva (Afrika Selatan) dan memungkinkan pengguna untuk memetakan serta menganalisis hubungan antara berbagai entitas digital.
Fungsi Utama Maltego:
1. Pemetaan Relasi (Link Analysis): Menggambarkan hubungan antar entitas seperti nama domain, alamat IP, akun media sosial, email, organisasi, orang, dan sebagainya.
2. Pengumpulan Data Otomatis (Data Mining): Maltego menggunakan transformasi untuk secara otomatis mengambil informasi dari sumber-sumber terbuka (OSINT) seperti:
6. WHOIS
WHOIS adalah sebuah layanan dan protokol internet yang digunakan untuk mencari dan menampilkan informasi pemilik domain, IP address, atau ASN (Autonomous System Number) di internet.
Fungsi WHOIS
WHOIS berguna untuk: Mengetahui siapa pemilik suatu nama domain (misalnya: google.com), Mengetahui detail kontak registrar domain dan pihak administratif, Melihat tanggal pendaftaran dan kedaluwarsa domain.,Menelusuri alamat IP atau blok IP yang digunakan suatu organisasi.
Informasi yang Bisa Didapat dari WHOIS, Biasanya hasil pencarian WHOIS akan menampilkan: seperti Nama pemilik domain atau IP (jika tidak disembunyikan), Alamat email & nomor telepon kontak teknis atau administratif., Tanggal dibuat dan tanggal kedaluwarsa domain., Nama registrar (penyedia pendaftaran domain, seperti GoDaddy, Namecheap, dll), Status domain (aktif, dalam proses transfer, expired, dll).
Contoh Tools WHOIS, whois.domaintools.com,whois.icann.org,Melalui command line di Linux/macOS:,whois nama-domain.com
Catatan Keamanan dan Privasi, banyak domain menggunakan layanan proteksi WHOIS (WHOIS privacy) untuk menyembunyikan data pribadi pemilik. WHOIS bukan alat untuk hacking, tapi sering dipakai dalam analisis forensik digital, penegakan hukum, dan penelusuran cyber crime.
7.DNS records
DNS records (Domain Name System records) adalah catatan dalam sistem DNS yang digunakan untuk mengarahkan domain atau subdomain ke alamat IP tertentu atau layanan lain di internet. DNS records bekerja layaknya “buku telepon internet” yang menerjemahkan nama domain seperti www.contoh.com menjadi alamat IP seperti 192.168.1.1, agar komputer bisa saling berkomunikasi.
Berikut jenis-jenis DNS records yang umum:
🔹 Jenis-Jenis DNS Records dan Fungsinya:
1. A Record (Address Record),Menghubungkan domain ke alamat IP versi IPv4.
Contoh: contoh.com → 192.0.2.1
2. AAAA Record (IPv6 Address Record), Sama seperti A Record, tapi untuk alamat IP versi IPv6.
Contoh: contoh.com → 2001:db8::1
3. CNAME (Canonical Name Record), Mengarahkan satu domain ke domain lain. Biasa digunakan untuk subdomain.
Contoh: www.contoh.com → contoh.com
4. MX Record (Mail Exchange), Menentukan server email untuk domain.
Contoh: contoh.com → mail.contoh.com (priority 10)
5. TXT Record, Menyimpan informasi teks, sering digunakan untuk verifikasi domain dan konfigurasi keamanan seperti SPF, DKIM, dan DMARC.
6. NS Record (Name Server Record),Menunjukkan nama server DNS yang berwenang untuk domain.
Contoh: contoh.com → ns1.hosting.com
7. PTR Record (Pointer Record), Untuk reverse DNS lookup, mengubah IP ke nama domain.
Contoh: 192.0.2.1 → contoh.com
8. SRV Record (Service Record), Menentukan layanan tertentu yang dijalankan pada domain, seperti VoIP, chat, dll.
9. SOA Record (Start of Authority),Informasi utama tentang domain, termasuk pengelola, serial number, waktu update, dll.
Contoh Struktur DNS Record (simplifikasi): Type Name Value:A @ (contoh.com)192.0.2.1,CNAME www contoh.com,MX @ mail.contoh.comTXT @ v=spf1 include:…,NS @ns1.hosting.com
8..Social media
Social media adalah platform digital yang memungkinkan penggunanya untuk membuat, berbagi, dan berinteraksi dengan berbagai jenis konten seperti teks, gambar, video, dan audio, serta membangun jejaring atau komunitas secara daring (online).
Penjelasan Lengkap:
1. Fungsi Utama Social Media: Komunikasi: Menghubungkan orang secara real-time (misalnya, WhatsApp, Messenger). Berbagi Informasi: Menyebarkan berita, opini, atau karya (seperti Facebook, Twitter/X). Ekspresi Diri: Menampilkan identitas, minat, atau keahlian (misalnya, Instagram, TikTok).
Komunitas: Menghimpun orang dengan minat atau tujuan serupa (misalnya, Reddit, Discord). Bisnis & Pemasaran: Mempromosikan produk, jasa, atau merek (misalnya, LinkedIn, Instagram Ads).
2. Jenis-Jenis Social Media:
Jejaring Sosial: Facebook, LinkedIn, Berbagi Media: YouTube, Instagram, TikTok, Forum dan Diskusi: Reddit, Kaskus, Microblogging: Twitter/X.Pesan Instan: WhatsApp, Telegram.
3. Ciri Khas Social Media:bInteraktif: Dua arah, bukan sekadar informasi satu arah seperti televisi. User-generated content: Konten dibuat oleh pengguna sendiri.Cepat menyebar (viral): Informasi bisa menyebar luas dalam waktu singkat. Terhubung global: Menghubungkan orang lintas batas negara dan budaya.
9..Breach data
Breach data adalah istilah yang merujuk pada data yang bocor atau dicuri dari sistem atau organisasi akibat adanya pelanggaran keamanan (data breach). Data ini biasanya mencakup informasi pribadi, kredensial login, data finansial, dan informasi sensitif lainnya yang semestinya bersifat rahasia.
Data breach terjadi ketika akses tidak sah dilakukan terhadap sistem atau database yang menyimpan data penting. Setelah breach terjadi, data yang dicuri atau terekspos inilah yang disebut sebagai breach data.
Contoh Breach Data:Nama lengkap,Email dan kata sandi,Nomor KTP atau paspor,Nomor kartu kredit,Riwayat kesehatan,Data login akun (username & password)
Dampak Breach Data: Pencurian identitas,Akses ilegal ke akun pribadi, Penipuan finansial
Kompromi reputasi perusahaan
Contoh Nyata: Yahoo! (2013–2014): Lebih dari 3 miliar akun pengguna diretas.Facebook (2019): Data lebih dari 500 juta pengguna bocor dan dipublikasikan di forum hacker,Tokopedia (2020): Data lebih dari 90 juta pengguna bocor dan dijual di dark web
Pencegahan: Gunakan password yang kuat dan unik, aktifkan autentikasi dua faktor (2FA),Enkripsi data sensitif, selalu update sistem keamanan perangkat dan aplikasi.
10.Search engines (Google, Bing)
Search engines seperti Google dan Bing adalah mesin pencari berbasis web yang dirancang untuk membantu pengguna menemukan informasi di internet. Be
Pengertian Search Engine, Search engine adalah sistem perangkat lunak yang digunakan untuk mencari informasi berdasarkan kata kunci (keywords) yang dimasukkan oleh pengguna. Mesin pencari akan menampilkan daftar situs web atau dokumen yang paling relevan dengan kata kunci tersebut.
Cara Kerja Search Engine Secara Umum:
1. Crawling, Bot (spider/crawler) menelusuri halaman-halaman web untuk mengumpulkan data.
2. Indexing,Informasi dari halaman web yang ditemukan disimpan dalam database indeks agar dapat ditemukan dengan cepat.
3. Ranking dan Retrieval,Ketika pengguna mengetikkan kata kunci, mesin pencari memproses dan mengurutkan hasil pencarian berdasarkan relevansi, kualitas konten, dan algoritma tertentu.
Contoh Search Engine Terkenal:Google – paling populer dan dominan secara global,Bing – dikembangkan oleh Microsoft.,Yahoo Search – menggunakan teknologi Bing.,DuckDuckGo – fokus pada privasi pengguna.,Baidu – dominan di Tiongkok.
Fungsi Search Engine:Menemukan informasi (artikel, berita, video, gambar, dll),Mengakses situs web secara cepat,,Membantu penelitian dan pembelajaran, Mendukung pemasaran digital dan SEO (Search Engine Optimization)
11.Shodan
Shodan adalah search engine (mesin pencari) khusus yang digunakan untuk mencari perangkat yang terhubung ke internet. Berbeda dengan Google yang mencari halaman web, Shodan mencari perangkat jaringan (IoT/Internet of Things) seperti:Kamera CCTV,Router,Server,Printer,Sistem kontrol industri (ICS/SCADA), Database yang terbuka, Smart TV, smart fridge, dan perangkat “pintar” lainnya
Fungsi dan Kegunaan Shodan
1. Keamanan Siber, Digunakan oleh peneliti keamanan dan ethical hacker untuk mengidentifikasi perangkat yang rentan (misalnya yang tidak memiliki password atau masih memakai default password).
2. Audit Jaringan, Administrator IT bisa mengecek apakah perangkat internal mereka terekspos ke internet secara tidak sengaja.
3. Intelijen Ancaman (Threat Intelligence),Mendeteksi perangkat yang telah dikompromikan atau menjadi bagian dari serangan botnet.
4. Pemantauan Infrastruktur,Digunakan untuk memantau sistem kendali industri seperti PLC atau SCADA dalam sistem pembangkit listrik atau pabrik.
Cara Kerja Shodan, yaitu Shodan melakukan pemindaian port publik ke seluruh dunia menggunakan crawler. Merekam banner dari perangkat yang terhubung ke internet (informasi yang dikirimkan oleh perangkat ketika koneksi dibuka). Banner ini mencakup info seperti: versi software, lokasi, alamat IP, protokol yang digunakan, dan kadang konfigurasi sensitif.-
Bahaya dan Etika, adalah Shodan legal, tapi penggunaannya bisa disalahgunakan oleh pihak jahat.Karenanya, penting untuk menggunakannya secara etis dan bertanggung jawab, hanya untuk tujuan riset, keamanan, dan pembelajaran.Banyak perangkat yang muncul di Shodan terbuka tanpa perlindungan, sehingga risiko peretasan sangat tinggi jika tidak dikonfigurasi dengan benar.
Contoh Penggunaan:hostname:”cisco” port:23,country:”ID”, Artinya: cari perangkat Cisco yang membuka port Telnet di Indonesia.
12..VirusTotal
VirusTotal adalah layanan berbasis web yang digunakan untuk menganalisis file dan URL yang dicurigai mengandung malware, virus, trojan, dan ancaman keamanan siber lainnya. Layanan ini menggabungkan puluhan mesin antivirus, pemindai situs web, dan alat analisis keamanan untuk memberikan deteksi ancaman yang komprehensif.
Fitur Utama VirusTotal:
1. Analisis File: Pengguna dapat mengunggah file (maks. 650 MB) untuk diperiksa oleh berbagai antivirus secara bersamaan.
2. Analisis URL: Dapat memindai alamat situs/web untuk mendeteksi apakah mengandung malware, phishing, atau konten berbahaya lainnya.
3. Deteksi Kolektif: Hasilnya berasal dari banyak vendor antivirus sekaligus (seperti Kaspersky, Avast, Bitdefender, dan lainnya).
4. Intelijen Ancaman: Memberikan detail teknis seperti hash file (SHA-256, MD5), informasi IP/domain yang terkait, dan perilaku file mencurigakan.
5. API VirusTotal: Digunakan oleh peneliti keamanan dan aplikasi lain untuk integrasi otomatis ke dalam sistem analisis mereka.
Contoh Penggunaan: ,Melacak file email yang mencurigakan.Meneliti malware dengan mengunggah file binari.,Mengecek keamanan domain/situs.,Mendapatkan reputasi IP address atau file hash.
Kepemilikan:VirusTotal dimiliki oleh Google (di bawah Chronicle, anak perusahaan Google Cloud yang fokus pada keamanan siber), VirusTotal sering digunakan dalam bidang digital forensics, threat intelligence, dan OSINT (Open Source Intelligence) sebagai salah satu tools utama dalam investigasi insiden keamanan dan lainnya.
13. Visualisasi Data
Visualisasi data adalah proses mengubah data mentah (angka, teks, statistik, dll.) menjadi representasi visual seperti grafik, diagram, peta, atau tabel interaktif untuk memudahkan pemahaman, analisis, dan komunikasi informasi.
Tujuan Visualisasi Data: Mempermudah pemahaman data kompleks, Mendeteksi pola, tren, dan anomali,Mendukung pengambilan keputusan, Menyampaikan hasil analisis dengan efektif.
Contoh Bentuk Visualisasi Data: Jenis Visualisasi, Fungsi Utama
Contoh: Diagram Batang (Bar Chart), Membandingkan antar kategori, Jumlah penduduk per provinsi, Diagram Garis (Line Chart) Melihat tren dari waktu ke waktu Perkembangan kasus COVID-19 per hari, Diagram Lingkaran (Pie Chart), Menampilkan proporsi data, Persentase pengeluaran rumah tangga, Heatmap, Menampilkan intensitas atau kepadatan Tingkat kejahatan di tiap wilayah, Peta Tematik (Choropleth Map) Menampilkan data geografis, Sebaran kemiskinan per kabupaten
Tools Populer untuk Visualisasi Data: ,Excel / Google Sheets,Tableau,Power BI,Python (Matplotlib, Seaborn, Plotly),R (ggplot2, Shiny)
Kesimpulan:Visualisasi data adalah jembatan antara data dan pemahaman manusia. Tanpa visualisasi, data besar dan kompleks sulit untuk ditafsirkan secara efisien.Data yang terkumpul divisualisasikan dalam graf jaringan (graph) yang interaktif dan mudah dianalisis.
14. Maltego
Maltego adalah sebuah perangkat lunak analisis dan visualisasi data yang digunakan terutama dalam bidang OSINT (Open Source Intelligence) dan forensik digital. Maltego dikembangkan oleh perusahaan Paterva dan sangat populer di kalangan peneliti keamanan siber, investigasi kriminal, intelijen, dan profesional TI.
Fungsi Utama Maltego:
1. Pengumpulan Informasi Otomatis,Maltego mampu mengumpulkan data dari sumber terbuka (OSINT) seperti WHOIS, DNS, IP address, media sosial, email, domain, hingga relasi organisasi.
2. Visualisasi Relasi, Data yang dikumpulkan ditampilkan dalam bentuk graph/network diagram (graf jaringan) yang memudahkan pengguna melihat keterkaitan antar entitas (contoh: domain ↔ IP ↔ akun sosial media).
3. Transformasi Data, Maltego menggunakan apa yang disebut “transform”, yaitu skrip yang secara otomatis mengambil dan memproses data dari berbagai sumber untuk menghasilkan hubungan antar data.
4. Investigasi Siber dan Keamanan,Digunakan untuk analisis serangan siber, pelacakan pelaku, investigasi malware, dan pemetaan infrastruktur siber.
Contoh Entitas yang Bisa Dianalisis: Nama domain,Alamat email,Nomor telepon,IP address,Nama orang / organisasi,Akun media sosial (Facebook, Twitter, dll), Metadata dokumen dan gambar
️Komponen Penting Maltego: Entities: Objek yang dianalisis, seperti email, domain, IP, dll.Transforms: Alat untuk menarik informasi terkait dari berbagai sumber data.Graphs: Representasi visual dari hasil transformasi, menunjukkan hubungan antar entitas.Data Sources / Integrations: Bisa terhubung dengan berbagai database publik dan private, termasuk API premium.
Kegunaan Maltego: ,Investigasi cybercrime,Analisis serangan phishing, Pemetaan infrastruktur jaringan lawan, Identifikasi jaringan sosial atau kriminal,Penegakan hukum dan intelijen,Audit keamanan dan penetration testing
Contoh Kasus Penggunaan:Melacak email penipuan untuk menemukan domain terkait dan pemiliknya, menemukan akun sosial media yang terhubung dengan alamat IP tertentu, enyusun peta hubungan antara aktor kejahatan digital dari berbagai sumber terbuka.
Versi Maltego:1. Maltego CE (Community Edition) – Gratis, terbatas untuk analisis ringan.2. Maltego Pro / XL / Enterprise – Berbayar, untuk analisis skala besar, digunakan oleh korporasi dan lembaga pemerintah.
15.Mobile Device Forensics
Mobile Device Forensics adalah cabang dari digital forensics yang berfokus pada pengambilan, analisis, dan pelestarian data digital yang terdapat di perangkat mobile seperti:bSmartphone (Android, iOS),Tablet,Feature phone,Wearable devices (misalnya smartwatch).
Tujuan Mobile Device Forensics: 1. Mengidentifikasi bukti digital dari perangkat. 2. Mengambil dan mengamankan data tanpa merusak integritasnya.b3. Menganalisis data untuk digunakan sebagai alat bukti dalam proses hukum, investigasi kriminal, atau keamanan siber.
Mobile Device Forensics, merupakan Cabang dari digital forensics yang berfokus pada pengambilan, analisis, dan pelestarian data digital yang berasal dari perangkat mobile seperti smartphone, tablet, dan perangkat genggam lainnya.
Mobile Device Forensics bertujuan untuk mengumpulkan bukti digital dari perangkat mobile secara legal, forensik, dan dapat diterima di pengadilan, tanpa mengubah atau merusak data asli.
Komponen Utama Mobile Device Forensics:
1. Identifikasi dan Pelestarian, Menentukan perangkat mana yang relevan.Mencegah perubahan data (misalnya dengan mode pesawat atau Faraday bag).
2. Ekstraksi Data, Metode: Logical extraction (data terstruktur: kontak, pesan, log panggilan), Physical extraction (bit-by-bit salinan seluruh isi memori)
File system extraction (struktur sistem file dan data tersembunyi)
3. Analisis Data,nMenelusuri pesan, file, log lokasi GPS, data aplikasi, media sosial, dan metadata.
4. Pelaporan, Hasil forensik didokumentasikan dalam laporan resmi yang dapat digunakan sebagai bukti hukum.
Contoh Bukti yang Bisa Diambil: ,SMS, email, log panggilan, kontak,Foto dan video,Lokasi GPS, Jejak aplikasi media sosial (WhatsApp, Telegram, dll.), Browser history, Data yang telah dihapus
Tools yang Umum Digunakan: Cellebrite UFED, Oxygen Forensic Detective, Magnet AXIOM Mobile, MSAB XRY
Tantangan: Enkripsi dan keamanan perangkat (misalnya iPhone dengan Secure Enclave), Versi sistem operasi yang berbeda-beda. Perubahan cepat teknologi mobile, Legalitas akses dan privasi
Kesimpulan: Mobile Device Forensics adalah alat penting dalam investigasi modern, khususnya untuk kasus cybercrime, narkoba, terorisme, korupsi, hingga perselingkuhan digital, karena hampir semua aspek kehidupan kini tersimpan di perangkat mobile.
16. AI-Powered Behavioral Analytics
AI-Powered Behavioral Analytics adalah pendekatan analisis data yang menggunakan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) untuk mengamati, mempelajari, dan memahami pola perilaku manusia maupun sistem berdasarkan data digital yang tersedia. Teknologi ini sering digunakan dalam bidang keamanan siber, pemasaran digital, forensik, hingga sistem rekomendasi dan manajemen risiko.
Definisi Singkat adalah AI-Powered Behavioral Analytics adalah pemanfaatan algoritma AI dan machine learning untuk: Mendeteksi pola perilaku pengguna atau entitas, Memprediksi tindakan di masa depan, Mengidentifikasi anomali atau penyimpangan dari perilaku normal.
Komponen Utama: 1. Data Behavior: Jejak digital dari aktivitas (klik, login, transaksi, navigasi web, dll). 2. Machine Learning Models: Model pembelajaran mesin untuk mengenali pola dari data. 3. Anomaly Detection: Mengidentifikasi perilaku yang menyimpang dari normal (misalnya potensi fraud). 4. Real-time Monitoring: Pemantauan aktivitas secara langsung.
Contoh Penerapan, Bidang Penerapan, Keamanan Siber, , Deteksi akses mencurigakan atau aktivitas tidak biasa dalam jaringan, Perbankan & Fintech,Deteksi transaksi penipuan berdasarkan perilaku pengguna, Pemasaran, Rekomendasi personalisasi produk berdasarkan perilaku pelanggan. Forensik Digital , Analisis perilaku pengguna untuk investigasi siber, Human Resources (HR), Prediksi karyawan yang berpotensi resign berdasarkan perilaku kerja.
Teknologi AI yang mempelajari perilaku pengguna untuk mendeteksi anomali dan melacak aktivitas digital secara real-time. Digunakan oleh: SIEM (Security Information and Event Management) seperti Splunk, IBM QRadar, dll
17. Digital Footprint Tracking Tools
Digital Footprint Tracking Tools adalah alat atau perangkat lunak yang digunakan untuk mendeteksi, merekam, dan menganalisis jejak digital (digital footprint) yang ditinggalkan oleh individu, organisasi, atau perangkat saat berinteraksi di dunia digital, khususnya internet.
Pengertian Jejak Digital (Digital Footprint), Jejak digital adalah data atau informasi yang secara langsung atau tidak langsung ditinggalkan saat seseorang menggunakan perangkat digital, seperti saat: Mengakses situs web, Menggunakan media sosial, Mengirim email, Berbelanja online, Menggunakan aplikasi mobile, Mengklik tautan atau iklan. Jejak ini bisa aktif (sadar ditinggalkan, seperti postingan media sosial) atau pasif (secara otomatis dikumpulkan, seperti IP address, cookies, atau lokasi perangkat).
17.1. Fungsi Utama Digital Footprint Tracking Tools:
1. Melacak Aktivitas Pengguna Online: Identifikasi situs yang dikunjungi, IP address, perangkat, waktu akses.
2. Analisis Kebiasaan dan Preferensi: Mengetahui perilaku online untuk kepentingan pemasaran atau investigasi.
3. Cybersecurity dan Forensik Digital: Digunakan untuk melacak pelaku kejahatan siber atau aktivitas mencurigakan.
4. Audit Kepatuhan dan Privasi: Menilai apakah data pribadi pengguna dikumpulkan atau digunakan sesuai hukum.
5. Open-Source Intelligence (OSINT): Untuk profiling digital seseorang atau entitas secara terbuka dan legal.
17.2.Contoh Tools Pelacak Jejak Digital: , Nama Tool Fungsi Utama, Shodan,, Melacak perangkat IoT yang terhubung ke internet, Maltego,Visualisasi koneksi antar identitas digital, Wireshark,Analisis lalu lintas jaringan, Google Dorks,Teknik pencarian jejak digital via Google, HaveIBeenPwned, Mengecek apakah email atau akun telah bocor, Recon-ng , OSINT framework untuk tracking akun online, Creepy,Melacak lokasi dari metadata gambar atau posting, SpiderFoot, Pemindaian otomatis jejak digital, Tineye Reverse image search, untuk pelacakan gambar
Analisis Aspek Legal dan Etika: Penggunaan alat pelacak jejak digital harus mempertimbangkan: UU ITE (di Indonesia), Regulasi Perlindungan Data Pribadi (PDP Law), Etika privasi dan keamanan siber
Kesimpulan: Digital Footprint Tracking Tools sangat berguna dalam keamanan digital, investigasi forensik, serta pengelolaan privasi dan identitas online. Namun penggunaannya harus dilakukan dengan izin yang sah, tujuan yang jelas, dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
17.3.Untuk memetakan seluruh aktivitas online seseorang:nPipl, BeenVerified, Social-Searcher – pencarian identitas dan aktivitas online. Kalau yang di maksud dalam konteks alat negara atau intelijen, maka bisa mengacu pada:
18.. SIGINT (Signals Intelligence) dan Cyber Surveillance
SIGINT (Signals Intelligence), SIGINT adalah intelijen yang diperoleh dari intersepsi sinyal elektronik, baik itu komunikasi (COMINT) maupun sinyal non-komunikasi seperti radar (ELINT). SIGINT digunakan oleh lembaga pertahanan, intelijen, dan penegak hukum untuk mengumpulkan informasi strategis dan taktis.
Subkategori SIGINT:
1. COMINT (Communications Intelligence):nMenyadap komunikasi manusia seperti telepon, radio, email, pesan teks, dll. Menargetkan konten, metadata, dan pola komunikasi.
2. ELINT (Electronic Intelligence): Mengintersepsi sinyal non-komunikasi seperti radar, sistem navigasi, dan kontrol rudal. Digunakan untuk analisis teknis sistem pertahanan lawan
3. FISINT (Foreign Instrumentation Signals Intelligence): Menguping sinyal dari uji coba misil atau satelit asing. Fokus pada telemetri dan data instrumentasi
19.Cyber Surveillance (Pengawasan Siber)
Cyber Surveillance adalah aktivitas pengawasan secara digital terhadap aktivitas online dan perangkat elektronik. Bertujuan untuk mendeteksi, memantau, menganalisis, dan merespons ancaman siber, kejahatan digital, atau aktivitas yang dianggap mencurigakan.
19.1.Cakupan Cyber Surveillance: Pemantauan aktivitas internet (akses situs, komunikasi, transaksi online). Pelacakan perangkat melalui IP address, MAC address, GPS, atau IMEI. Keylogging dan screen capture untuk mengawasi penggunaan perangkat. Malware surveillance dengan menanam spyware/trojan. Analisis jaringan sosial (SOCMINT) untuk memantau aktivitas di media sosial.
19.2.Aspek Hukum dan Etika: Keduanya berada di wilayah sensitif dalam hukum dan HAM, karena dapat menyentuh privasi individu. Maka diperlukan:, Justifikasi hukum yang sah (misalnya, surat perintah pengadilan)., Audit dan pengawasan internal yang ketat.Protokol keamanan data yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan.
19.3.Relevansi dalam Hukum Telematika & Keamanan Nasional
UU ITE, UU Intelijen Negara, dan UU Perlindungan Data Pribadi di Indonesia adalah rujukan penting.Digunakan dalam penanggulangan terorisme, spionase, dan kejahatan lintas negara.Dipakai oleh badan intelijen (BIN, NSA, dll).Nama sistemnya kadang dikodekan (misalnya, XKEYSCORE oleh NSA)
Kesimpulan: Jika kita mencari “nama umum” teknologi pelacakan jejak digital canggih, maka jawabannya mencakup: Forensik Digital, OSINT, Cyber Threat Intelligence, dan AI Behavioral Analytics.Teknologi pelacakan jejak digital canggih beserta analisis hukumnya dalam perspektif Hukum Telematika Indonesia, terutama dikaitkan dengan UU ITE, UU Perlindungan Data Pribadi (PDP), dan Hukum Acara Pidana Digital:
20.FORENSIK DIGITAL (Digital Forensics)
Definisi adalah Proses pelacakan, pengumpulan, analisis, dan pelestarian bukti digital dari perangkat elektronik (HP, laptop, server, CCTV). Teknologi dan Tools Umum, seperti EnCase, FTK, Autopsy, Cellebrite (membuka data terenkripsi dari HP, termasuk WhatsApp), X-Ways Forensics, Magnet AXIOM – melacak metadata, history, cache, bahkan file yang dihapus
20.1.Analisis Hukum Telematika
1. UU ITE No. 11/2008 jo. UU No. 19/2016, Pasal 5 dan 6: Legalitas data elektronik sebagai alat bukti. Pasal 31 dan 32: Penyadapan dan akses sistem harus seizin pengadilan
2. KUHAP Digital Dalam konteks penyidikan digital, bukti dari forensik digital dapat menjadi alat bukti sah jika: Ada chain of custody, Dilakukan oleh penyidik siber resmi (misalnya dari POLRI, BSSN, atau lembaga forensik siber terakreditasi), Catatan: Forensik digital hanya legal jika tidak melanggar hak privasi dan dilakukan berdasar surat perintah (SPDP atau izin pengadilan).
21.OSINT (Open Source Intelligence)
Definisi, adalah Pengumpulan data dari sumber terbuka dan legal: media sosial, blog, domain publik, metadata file, forum daring, dll. Tools, seperti Maltego, Shodan, SpiderFoot, Recon-ng, Memetakan hubungan akun, lokasi, IP address, kebiasaan online, dll
21.1 Analisis Hukum Telematika
OSINT berada di “grey area” hukum: Legal jika: mengambil data dari sumber terbuka (tanpa menembus sistem atau password), Ilegal jika: melewati batas seperti scraping massal data pribadi atau profiling diskriminatif. Terkait UU: UU ITE Pasal 26 (perlindungan privasi) → pengumpulan data pribadi tanpa izin dilarang, UU PDP No. 27/2022: Pasal 20-22: Harus ada persetujuan eksplisit untuk pemrosesan data pribadi.
Pasal 20 – Dasar Pemrosesan Data Pribadi.
1. Pengendali Data Pribadi wajib memiliki dasar hukum untuk memproses data.
2. Dasar hukum tersebut meliputi:
a. Persetujuan sah dan eksplisit dari Subjek Data Pribadi;
b. Pelaksanaan perjanjian;
c. Pemenuhan kewajiban hukum;
d. Perlindungan kepentingan vital subjek (misalnya untuk perawatan medis serius);
e. Pelaksanaan tugas publik atau pelayanan publik;
f. Kepentingan sah lainnya yang seimbang antara kepentingan pengendali dan hak subjek.
Pasal 21 – Kewajiban Informasi saat Berdasarkan Persetujuan
1. Apabila pemrosesan dilakukan karena persetujuan (Pasal 20 ayat 2), Pengendali wajib menyampaikan kepada Subjek Data informasi mengenai:
a. Dasar legalitas pemrosesan;
b. Tujuan pemrosesan;
c. Jenis dan relevansi data yang diproses;
d. Jangka waktu retensi data;
e. Rincian informasi yang dikumpulkan;
f. Jangka waktu pemrosesan;
g. Hak-hak Subjek Data Pribadi.
2. Jika terjadi perubahan di atas, harus diberitahukan sebelum perubahan diterapkan.
Pasal 22 – Bentuk dan Batasan Persetujuan
1. Persetujuan harus berupa tertulis atau derekam.
2. Bisa diberikan secara elektronik maupun non-elektronik.
3. Semua bentuk persetujuan tersebut memiliki kekuatan hukum yang sama.
4. Jika persetujuan mencakup tujuan lain di luar yang dijelaskan ketika meminta persetujuan, maka persetujuan itu batal demi hukum.
Penjelasan Tambahan Pasal 20 memastikan bahwa setiap pemrosesan data harus memiliki dasar hukum yang jelas, termasuk persetujuan eksplisit. Pasal 21 menegaskan hak subjek untuk mendapatkan informasi lengkap dan transparan apabila datanya diproses atas dasar persetujuan. Pasal 22 mengatur aspek formal dan legalitas persetujuan, memastikan kejelasan dan keabsahan bentuk persetujuan.
22. Cyber Threat Intelligence (CTI)
Definisi, adalah Sistem intelijen digital untuk mendeteksi, memprediksi, dan menganalisis ancaman siber. Biasanya digunakan oleh lembaga negara, militer, atau BSSN. Tools, Recorded Future, MISP, IBM X-Force, ThreatConnect, Memantau trafik mencurigakan, dark web, alamat IP, malware signature
22.1.Analisis Hukum Telematika
CTI termasuk ranah pertahanan negara (lex specialis): UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara, Perpres No. 53 Tahun 2017 → BSSN sebagai pelaksana keamanan siber nasional, Namun, pelaksanaan monitoring terhadap WNI tetap terikat prinsip due process of law (Pasal 28G UUD 1945)
23.AI Behavioral Analytics
Definisi adalah Analisis berbasis AI terhadap pola perilaku pengguna di sistem digital untuk mendeteksi penyimpangan atau kejahatan (misalnya insider threat, penipuan digital, pembobolan akun). Contoh: SIEM tools seperti Splunk, IBM QRadar, Azure Sentinel menganalisis pola akses, klik, login abnormal
Analisis Hukum Telematika: UU PDP: AI tidak boleh digunakan untuk profiling diskriminatif, Pasal 20 UU PDP: Setiap pemrosesan data berbasis algoritma (profiling) wajib: Transparansi, Hak pengguna untuk menolak otomatisasi, Audit sistem AI, Profiling perilaku online untuk tujuan komersial tanpa izin bisa menjadi pelanggaran privasi.
23. Mobile Device Forensics
Definisi adalah Teknologi untuk membongkar isi ponsel (chat, log panggilan, lokasi, aplikasi terenkripsi) termasuk dari sistem iOS atau Android yang dikunci. Tools Cellebrite UFED, Oxygen Forensic Detective, XRY
Analisis Hukum Telematika, Bukti sah jika:Dilakukan oleh penyidik resmi, berdasarkan perintah pengadilan (Pasal 43 UU ITE) dan Tidak sah jika dilakukan tanpa sepengetahuan pemilik (melanggar Pasal 30-32 UU ITE tentang akses ilegal)
Pasal 43 UU ITE (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 tidak berlaku untuk tindakan yang mempunyai tujuan:
a. untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana;
b. untuk kepentingan proses peradilan; atau
c. untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2a) dan ayat (2b) tidak berlaku untuk:
a. penyelenggara sistem elektronik yang memiliki fungsi sebagai mesin pencari (search engine); atau
b. penyelenggara sistem elektronik yang melakukan caching.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan tanggung jawab penyelenggara sistem elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan dan Kaitannya dengan Pasal 30–32 UU ITE:nPasal 30-32 UU ITE mengatur mengenai akses ilegal, intersepsi ilegal, dan manipulasi data atau sistem elektronik tanpa hak. Jika seseorang: Mengakses sistem elektronik tanpa hak (Pasal 30), Menyadap/transmisi informasi tanpa hak (Pasal 31), Mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi atau dokumen elektronik tanpa hak (Pasal 32), Maka itu merupakan perbuatan pidana, kecuali dilakukan secara sah oleh pihak yang berwenang sebagaimana diatur dalam Pasal 43 ayat (1)
Kesimpulan Hukum: Setiap akses, intersepsi, atau manipulasi data elektronik tanpa sepengetahuan dan izin pemilik adalah tidak sah dan melanggar hukum. Kecuali, dilakukan oleh aparat penegak hukum atau otoritas yang berwenang dalam rangka penyidikan, peradilan, atau keamanan negara, sesuai Pasal 43 UU ITE.
RANGKUMAN ANALISIS HUKUM
Pemanfaatan teknologi pelacakan digital harus seimbang antara: Efektivitas penegakan hukum, dan Perlindungan hak asasi digital warga negara, jika tidak, akan menimbulkan potensi pelanggaran HAM digital, termasuk kebebasan berekspresi dan privasi, dengan demikian disimpulkan, bahwa TEKNOLOGI PELACAKAN JEJAK DIGITAL CANGGIH DALAM KERANGKA HUKUM TELEMATIKA, selayaknya pada era digital yang berkembang cepat wajib dieksplorasi terhadap , kejahatan pun bertransformasi dari dunia nyata ke ruang siber. Kejahatan digital ini meninggalkan jejak—disebut sebagai jejak digital (digital footprint)—yang dapat ditelusuri menggunakan teknologi pelacakan canggih. Namun, penggunaan teknologi ini tidak berdiri di ruang kosong; ia harus tunduk pada hukum. Di sinilah pentingnya analisis dalam perspektif Hukum Telematika, sebagai instrumen untuk mengawal keadilan sekaligus melindungi hak digital warga negara.
1. Forensik Digital (Digital Forensics), Forensik digital adalah proses identifikasi, pelestarian, analisis, dan presentasi bukti elektronik yang sah secara hukum. Teknologi seperti Cellebrite, FTK, dan Autopsy mampu mengekstraksi data tersembunyi atau terhapus dari perangkat digital, termasuk komunikasi WhatsApp dan lokasi GPS. Dalam kerangka hukum, Pasal 5 dan 6 UU ITE menyatakan bahwa data digital sah sebagai alat bukti, selama diperoleh secara legal. Jika dilakukan tanpa perintah penyidikan atau melanggar ketentuan Pasal 30-32 UU ITE tentang akses ilegal, maka bukti tersebut bisa dianulir secara hukum.
Forensik digital adalah metode ilmiah untuk memperoleh bukti elektronik dari perangkat digital seperti komputer, ponsel, server, atau media penyimpanan lainnya. Teknologi ini digunakan dalam investigasi hukum untuk mengungkap jejak digital, termasuk file yang dihapus, pesan terenkripsi, dan metadata. Tools utama seperti EnCase, FTK, dan Cellebrite mampu membuka sandi komunikasi, termasuk data WhatsApp atau lokasi GPS. Dalam kerangka hukum, bukti dari forensik digital dapat digunakan di pengadilan jika diperoleh secara sah berdasarkan Pasal 5 dan 6 UU ITE, serta tunduk pada prosedur hukum acara seperti chain of custody.
2.Open Source Intelligence (OSINT),OSINT merujuk pada pelacakan data dari sumber terbuka, seperti media sosial, forum publik, dan data metadata online. Tools seperti Maltego, Shodan, dan SpiderFoot mampu membangun profil seseorang hanya dari data yang berserakan di internet. Dalam hukum Indonesia, ini adalah wilayah abu-abu. Pasal 26 UU ITE dan UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) menegaskan bahwa pemrosesan data pribadi memerlukan persetujuan subjek data. OSINT yang dilakukan untuk profilisasi tanpa izin bisa berujung pada pelanggaran hukum.
OSINT adalah metode pengumpulan informasi dari sumber terbuka yang tersedia secara publik, seperti media sosial, situs web, forum, dan metadata dokumen. Alat seperti Maltego dan Shodan dapat memetakan identitas digital seseorang tanpa menyentuh sistem tertutup. Meskipun legal secara umum, OSINT dapat menimbulkan pelanggaran jika menyasar data pribadi tanpa persetujuan, bertentangan dengan Pasal 26 UU ITE dan UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
3.Cyber Threat Intelligence (CTI), CTI adalah sistem analisis ancaman siber, biasanya digunakan oleh aparat negara atau lembaga keamanan seperti BSSN. Teknologi seperti Recorded Future dan IBM X-Force dapat mendeteksi serangan, malware, hingga aktivitas siber di dark web. Dari perspektif hukum, CTI diklasifikasikan sebagai bagian dari pertahanan siber nasional sesuai Perpres No. 53 Tahun 2017. Namun, jika CTI menyasar warga sipil tanpa proses hukum yang jelas, hal ini dapat bertentangan dengan Pasal 28G UUD 1945 tentang perlindungan privasi.
CTI merupakan pendekatan intelijen yang berfungsi untuk mengidentifikasi, memprediksi, dan menganalisis ancaman siber. Tools seperti MISP atau IBM X-Force digunakan untuk mendeteksi malware, traffic ilegal, hingga aktivitas di dark web. CTI masuk dalam ranah lex specialis karena berkaitan dengan pertahanan negara, sesuai Perpres No. 53 Tahun 2017 tentang BSSN. Namun, penyalahgunaan CTI untuk memata-matai warga sipil tanpa dasar hukum dapat melanggar hak konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 28G UUD 1945.
4.AI Behavioral Analytics,Teknologi ini menggunakan kecerdasan buatan untuk membaca pola perilaku pengguna digital. Dengan AI, penyimpangan dari pola normal—misalnya lonjakan akses, klik mencurigakan, atau login tidak biasa—dapat dianalisis sebagai potensi kejahatan. Meskipun efisien, profiling oleh AI harus diaudit secara etis dan hukum. UU PDP menuntut adanya transparansi dan hak penolakan terhadap keputusan otomatis yang diskriminatif. Tanpa kontrol, teknologi ini bisa menjadi alat pengawasan massal yang melanggar HAM digital.
Teknologi ini menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk menganalisis pola perilaku pengguna dalam sistem digital. SIEM seperti Splunk atau QRadar mendeteksi anomali dari kebiasaan akses pengguna. Namun, sistem ini dapat berpotensi diskriminatif jika digunakan tanpa pengawasan. UU PDP secara eksplisit mengatur hak individu untuk menolak profiling otomatis dan mewajibkan audit terhadap sistem AI.
5.Mobile Device Forensics, Teknologi seperti Cellebrite UFED dan Oxygen Forensics memungkinkan penegak hukum mengekstrak isi perangkat seluler secara mendalam, termasuk data terenkripsi dari WhatsApp atau Telegram. Dalam hukum, ini hanya sah jika dilakukan atas dasar perintah pengadilan (Pasal 43 UU ITE). Pelacakan secara sewenang-wenang dapat dikategorikan sebagai peretasan atau penyadapan ilegal.
Mobile forensics adalah metode khusus untuk mengekstraksi data dari perangkat seluler. Tools seperti Cellebrite UFED atau Oxygen Forensics mampu mengakses data dari ponsel yang terkunci, termasuk komunikasi terenkripsi. Sesuai Pasal 43 UU ITE dan ketentuan KUHAP, pengumpulan data dari perangkat pribadi hanya sah bila dilakukan oleh penyidik resmi dan berdasarkan perintah pengadilan. Jika dilakukan tanpa izin, proses ini dapat dikategorikan sebagai akses ilegal atau peretasan.
Kesimpulan dari paparan diatas, adalah sebagai berikut:
1.Teknologi pelacakan digital menawarkan efektivitas tinggi dalam penegakan hukum, namun harus dijalankan dalam koridor legalitas dan etika digital. Tanpa kerangka hukum yang ketat, teknologi bisa menjadi alat represi atau pelanggaran privasi. Oleh karena itu, sinergi antara teknologi, penegak hukum, dan kepastian hukum telematika menjadi kunci agar kemajuan digital tidak mengorbankan keadilan dan kebebasan sipil.
2.Perkembangan teknologi informasi mendorong transformasi penegakan hukum menuju era digital. Modul ini disusun sebagai referensi akademik dan praktis mengenai teknologi pelacakan jejak digital serta analisis hukumnya dalam kerangka hukum telematika Indonesia, guna membangun sistem hukum yang responsif namun tetap menjamin hak asasi digital.
3.Maraknya kejahatan siber menuntut penegak hukum untuk memanfaatkan teknologi pelacakan digital. Teknologi ini memungkinkan pelacakan, pengumpulan, dan analisis jejak digital pelaku kejahatan yang terekam dalam sistem digital.
Rekomendasi perlunya Modul dalam analisis hukum Telematika yang bertujuan memberikan pemahaman atas lima teknologi utama pelacakan digital serta aspek legal yang mengaturnya berdasarkan UU ITE, UU PDP, dan hukum acara digital.Teknologi pelacakan digital terdiri dari beberapa jenis pendekatan dan sistem, yaitu: Forensik Digital, OSINT, Cyber Threat Intelligence, AI Behavioral Analytics, dan Mobile Device Forensics. Setiap jenis memiliki fungsi khusus dalam investigasi digital dan dikaitkan dengan kerangka hukum Indonesia. Konsep dasarnya adalah menjaga keseimbangan antara efektivitas penegakan hukum dan perlindungan hak digital.
Analisis Dari Perspektif Hukum Telematika, bahwa Maraknya kejahatan siber menuntut penegak hukum untuk memanfaatkan teknologi pelacakan digital. Teknologi ini memungkinkan pelacakan, pengumpulan, dan analisis jejak digital pelaku kejahatan yang terekam dalam sistem digital. Modul ini bertujuan memberikan pemahaman atas lima teknologi utama pelacakan digital serta aspek legal yang mengaturnya berdasarkan UU ITE, UU PDP, dan hukum acara digital.
Analisis , Klarifikasi hukum, bahwa, Forensik Digital, Forensik digital adalah metode ilmiah untuk memperoleh bukti elektronik dari perangkat digital seperti komputer, ponsel, server, atau media penyimpanan lainnya. Teknologi ini digunakan dalam investigasi hukum untuk mengungkap jejak digital, termasuk file yang dihapus, pesan terenkripsi, dan metadata. Tools utama seperti EnCase, FTK, dan Cellebrite mampu membuka sandi komunikasi, termasuk data WhatsApp atau lokasi GPS. Dalam kerangka hukum, bukti dari forensik digital dapat digunakan di pengadilan jika diperoleh secara sah berdasarkan Pasal 5 dan 6 UU ITE, serta tunduk pada prosedur hukum acara seperti chain of custody.
Open Source Intelligence (OSINT), OSINT adalah metode pengumpulan informasi dari sumber terbuka yang tersedia secara publik, seperti media sosial, situs web, forum, dan metadata dokumen. Alat seperti Maltego dan Shodan dapat memetakan identitas digital seseorang tanpa menyentuh sistem tertutup. Meskipun legal secara umum, OSINT dapat menimbulkan pelanggaran jika menyasar data pribadi tanpa persetujuan, bertentangan dengan Pasal 26 UU ITE dan UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
Cyber Threat Intelligence (CTI) CTI merupakan pendekatan intelijen yang berfungsi untuk mengidentifikasi, memprediksi, dan menganalisis ancaman siber. Tools seperti MISP atau IBM X-Force digunakan untuk mendeteksi malware, traffic ilegal, hingga aktivitas di dark web. CTI masuk dalam ranah lex specialis karena berkaitan dengan pertahanan negara, sesuai Perpres No. 53 Tahun 2017 tentang BSSN. Namun, penyalahgunaan CTI untuk memata-matai warga sipil tanpa dasar hukum dapat melanggar hak konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 28G UUD 1945.
AI Behavioral Analytics,Teknologi ini menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk menganalisis pola perilaku pengguna dalam sistem digital. SIEM seperti Splunk atau QRadar mendeteksi anomali dari kebiasaan akses pengguna. Namun, sistem ini dapat berpotensi diskriminatif jika digunakan tanpa pengawasan. UU PDP secara eksplisit mengatur hak individu untuk menolak profiling otomatis dan mewajibkan audit terhadap sistem AI.
E. Mobile Device Forensics, Mobile forensics adalah metode khusus untuk mengekstraksi data dari perangkat seluler. Tools seperti Cellebrite UFED atau Oxygen Forensics mampu mengakses data dari ponsel yang terkunci, termasuk komunikasi terenkripsi. Sesuai Pasal 43 UU ITE dan ketentuan KUHAP, pengumpulan data dari perangkat pribadi hanya sah bila dilakukan oleh penyidik resmi dan berdasarkan perintah pengadilan. Jika dilakukan tanpa izin, proses ini dapat dikategorikan sebagai akses ilegal atau peretasan.
Analisis Verifikasi hukum, berikut ini perbandingan legalitas dan resiko hukum, dapat dipaparkan berikut ini analisisnya adalah perbandingan aspek legalitas dan risiko dari masing-masing teknologi pelacakan digital dalam konteks hukum telematika Indonesia:
Teknologi
Legalitas
Risiko Utama
Forensik Digital
Legal jika ada izin penyidik dan perintah pengadilan
Pelanggaran privasi, kebocoran data sensitif
OSINT
Legal terbatas, tergantung sumber data dan izin subjek
Profiling tanpa izin, penyalahgunaan data publik
Cyber Threat Intelligence (CTI)
Legal sebagai bagian dari keamanan nasional
Penyalahgunaan untuk pengawasan terhadap sipil
AI Behavioral Analytics
Legal dengan syarat transparansi dan audit
Profiling diskriminatif dan bias algoritma
Mobile Device Forensics
Legal jika berdasarkan perintah resmi
Pelanggaran privasi, penyadapan tidak sah
Rekomendasinya, bahwa berdasarkan hasil analisis terhadap kelima teknologi pelacakan digital, berikut beberapa rekomendasi kebijakan untuk memperkuat kerangka hukum telematika Indonesia:
1. Penyusunan KUHAP Digital yang mengatur prosedur penyitaan, penggeledahan, dan pemrosesan bukti digital.
2. Audit teknologi digital berbasis HAM dan etika, terutama dalam penggunaan AI dan alat penyadapan.
3. Regulasi terhadap pemanfaatan OSINT untuk mencegah penyalahgunaan data terbuka untuk kepentingan yang melanggar privasi.
4. Penguatan kapasitas aparat penegak hukum dalam bidang forensik digital dan hukum telematika.
5. Transparansi sistem AI dalam profiling agar tidak melanggar prinsip keadilan dan nondiskriminasi.
Dengan demikian disimpulkan,bahwa teknologi pelacakan digital adalah alat vital dalam menghadapi tantangan hukum era digital. Namun, efektivitasnya harus dikawal oleh hukum yang kuat agar tidak menjadi alat represi. Modul ini menegaskan pentingnya kesetimbangan antara efektivitas penegakan hukum dan perlindungan hak digital warga negara. Dengan pendekatan hukum telematika yang responsif, Indonesia dapat membangun tata kelola digital yang adil, transparan, dan berorientasi pada keadilan siber.
Referensi:
UU No. 11 Tahun 2008 jo. UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi
Peraturan Presiden No. 53 Tahun 2017 tentang Badan Siber dan Sandi Negara
Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
Solove, Daniel J. (2008). ‘Understanding Privacy’. Harvard University Press.
Casey, Eoghan (2011). ‘Digital Evidence and Computer Crime’. Academic Press.
Zarsky, Tal Z. (2013). ‘Transparent Predictions’. University of Illinois Law Review. ( Red )