ELANG RAJAWALI GARUDA DALAM ISLAM: SIMBOL KEKUATAN, WAHYU, DAN PANJI KEPEMIMPINAN SAYYIDINA ALI BERDASARKAN DUA KONSEP TEKS RELEGIOSITAS

ELANG RAJAWALI GARUDA DALAM ISLAM: SIMBOL KEKUATAN, WAHYU, DAN PANJI KEPEMIMPINAN SAYYIDINA ALI BERDASARKAN DUA KONSEP TEKS RELEGIOSITAS

Oleh Tengku Mulia Dilaga Turiman Fachturahman Nur
Tim Pakar IKAL Kalimantan Barat, Tim Ahli Khusus DPD RI Senator Syarif Melvin AlKadrie, SH DPD RI Wakil Kalimantan Barat, Menteri Dalam Negeri Kesultanan Kadriah Pontianak,Ketua YPM AT Tauhid Wilayah IV Kalimantan

Pendahuluan
Narasi makalah ilmiah ini yang berjudul: “Elang Rajawali Garuda dalam Islam: Simbol Kekuatan, Wahyu, dan Panji Kepemimpinan Sayyidina Ali Berdasarkan Dua Konsep Teks Religiositas” karya Tengku Mulia Dilaga Turiman Fachturahman Nur:
Rajawali Langit dan Garuda Nusantara: Simbol Iman, Kepemimpinan, dan Kebangsaan
Di balik kegagahan lambang Garuda Pancasila yang membentangkan sayapnya sebagai pelindung NKRI, tersimpan narasi yang lebih dari sekadar simbol kenegaraan—ia menyuarakan jejak panjang spiritualitas, kekuasaan ilahi, dan semangat jihad intelektual dalam peradaban agama-agama besar dunia.
Dalam makalah akademis yang mendalam ini, Tengku Mulia Dilaga Turiman Fachturahman Nur menelusuri akar makna simbol elang atau rajawali melalui dua warisan religius besar: Al-Qur’an dan Alkitab. Dengan pendekatan komparatif yang teliti, penulis menunjukkan bagaimana burung langit ini bukan hanya makhluk agung, tetapi juga perwujudan metaforis dari kepemimpinan langit, kekuatan moral, dan kehadiran ilahi yang menuntun umat manusia.
Dalam Islam, panji Sayyidina Ali yang dikenal sebagai Ar-Rayah al-‘Uqab—bendera elang—menjadi simbol kebenaran, ketajaman pandangan, dan keberanian. Burung seperti elang dan hud-hud, sebagaimana dalam kisah Nabi Sulaiman, menjadi manifestasi wahyu dan kepercayaan Tuhan kepada makhluk pilihan-Nya. Di sisi lain, Alkitab menampilkan rajawali sebagai simbol kekuatan baru bagi umat yang menanti Tuhan (Yesaya 40:31), kasih Tuhan yang mendidik (Ulangan 32:11–12), serta pengangkatan dan penyelamatan ilahi (Keluaran 19:4).
Lebih dari sekadar pembacaan simbolis, makalah ini mengangkat makna teologis dan politis dari rajawali hingga ke ranah kenegaraan Indonesia. Garuda Pancasila, yang dirancang Sultan Hamid II, bukan hanya representasi identitas nasional, tapi juga manifestasi keberanian dan keesaan Tuhan, sebagaimana panji Sayyidina Ali yang melambangkan keberpihakan langit pada keadilan.
Apa yang menarik dari karya ini adalah kemampuan penulis untuk memadukan semangat teologis dan nasionalisme dalam satu kerangka simbolis. Simbol elang menjadi jembatan spiritual antara wahyu dan negara. Ia bukan sekadar lambang visual, melainkan ikon filosofis yang mengajarkan bahwa kekuasaan sejati berakar pada pengabdian, pandangan jauh ke depan, dan ketundukan pada kehendak Ilahi.
Namun demikian, ada ruang pengembangan: eksplorasi lebih mendalam terhadap konteks historis dan teologis dalam tradisi Kristen serta sejarah desain lambang negara akan memperkaya narasi yang sudah kuat ini. Penambahan refleksi lintas mazhab dan aliran juga dapat memperluas cakrawala pemaknaan simbolisme.
Pada akhirnya, editorial ini menegaskan bahwa simbol bukan sekadar bentuk. Ia adalah semangat zaman. Rajawali dalam Alkitab dan Al-Qur’an telah membentangkan sayapnya melintasi langit spiritualitas hingga kini bersemayam dalam dada Garuda, lambang bangsa yang menjunjung tinggi keadilan, persatuan, dan ketuhanan yang Maha Esa. Inilah suara langit yang terus hidup dalam simbol kebangsaan kita.
Makalah ini membandingkan simbolisme elang/rajawali dalam Al-Qur’an dan Alkitab, menghubungkannya dengan kepemimpinan Sayyidina Ali dan Garuda Pancasila.  Penulis menganalisis ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebutkan burung,  menunjukkan elang sebagai simbol kekuasaan, wahyu, dan perlindungan ilahi.  Makalah ini juga membahas hadis tentang burung Hud-hud dan panji elang Sayyidina Ali (“Ar-Rāyah Al-Uqab”), serta simbolisme elang dalam tasawuf dan bendera kesultanan Islam.  Perbandingan dengan Garuda Pancasila ditekankan sebagai simbol kekuatan, keadilan, dan keesaan Tuhan,  menunjukkan kesamaan spiritual dan politis.
Kekuatan Makalah:
– Perbandingan yang komprehensif: Makalah ini secara efektif membandingkan simbolisme elang dalam dua teks religius utama, memberikan wawasan yang kaya.
– Penggunaan sumber yang beragam: Penulis menggunakan berbagai sumber, termasuk Al-Qur’an, hadis, kitab sejarah Islam, dan karya tasawuf, menunjukkan penelitian yang mendalam.
– Analisis yang terstruktur:  Struktur makalah yang jelas dan terorganisir memudahkan pembaca untuk mengikuti alur argumen.
– Relevansi dengan konteks Indonesia:  Penulis berhasil menghubungkan simbolisme elang dengan Garuda Pancasila,  menunjukkan relevansi tema dengan konteks kebangsaan Indonesia.
– Pendalaman analisis Alkitab: Meskipun makalah membahas simbolisme elang dalam Alkitab, analisisnya bisa diperdalam dengan membahas konteks historis dan teologis lebih lanjut.  Lebih banyak kutipan ayat Alkitab dan penjelasannya akan memperkuat perbandingan.
– Penjelasan lebih rinci tentang perbedaan interpretasi:  Makalah ini bisa membahas perbedaan interpretasi simbolisme elang dalam berbagai mazhab Islam dan aliran Kristen.
– Pengembangan diskusi tentang Garuda Pancasila: Diskusi tentang Garuda Pancasila bisa diperluas dengan membahas aspek-aspek lain dari simbol ini, seperti sejarah desainnya dan makna filosofisnya yang lebih luas.
– Kesimpulan yang lebih kuat:  Kesimpulan dapat diperkuat dengan merangkum poin-poin utama dan memberikan implikasi yang lebih luas dari perbandingan ini.
Kesimpulan:
Makalah ini merupakan karya akademis yang baik dengan analisis yang komprehensif dan terstruktur.  Namun, beberapa saran perbaikan dapat memperkuat argumen dan memberikan wawasan yang lebih kaya kepada pembaca.  Secara keseluruhan, makalah ini memberikan kontribusi yang berharga pada pemahaman simbolisme elang/rajawali dalam konteks Islam dan  hubungannya dengan identitas nasional Indonesia.
Pendahuluan: Makalah ini membandingkan simbolisme elang/rajawali dalam Al-Qur’an dan Alkitab, menghubungkannya dengan kepemimpinan Sayyidina Ali dan Garuda Pancasila.  Penulis menganalisis ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis yang menunjukkan elang sebagai simbol kekuasaan, wahyu, dan perlindungan ilahi, serta membahas panji elang Sayyidina Ali (“Ar-Rāyah Al-Uqab”).  Perbandingan dengan Garuda Pancasila ditekankan sebagai simbol kekuatan, keadilan, dan keesaan Tuhan.
Isi Makalah:  Makalah ini dibagi menjadi beberapa bagian. Pertama, analisis simbolisme elang dalam Al-Qur’an melalui beberapa ayat yang menunjukan burung sebagai simbol kekuasaan dan wahyu Allah. Kedua, pembahasan simbolisme elang dalam hadis, khususnya terkait panji Sayyidina Ali sebagai lambang keberanian dan kepemimpinan. Ketiga, eksplorasi simbolisme elang dalam tradisi Islam, termasuk tasawuf dan bendera kesultanan. Keempat, perbandingan simbolis antara panji elang Sayyidina Ali dan Garuda Pancasila sebagai representasi kekuatan, keadilan, dan keesaan Tuhan. Terakhir, analisis simbol rajawali dalam Alkitab dengan beberapa ayat yang menunjukan rajawali sebagai simbol pembaruan kekuatan rohani, kasih sayang dan perlindungan Tuhan, serta penghakiman ilahi.
Kesimpulan: Makalah ini memberikan analisis komprehensif tentang simbolisme elang/rajawali dalam konteks Islam dan Kristen, menghubungkannya dengan kepemimpinan dan identitas nasional Indonesia melalui simbol Garuda Pancasila.  Meskipun terdapat saran perbaikan untuk memperdalam analisis Alkitab dan memperluas diskusi tentang Garuda Pancasila, makalah ini memberikan kontribusi berharga pada pemahaman simbolisme tersebut.  Simbol elang/rajawali, baik dalam Islam maupun Kristen, mewakili kekuatan, wahyu, kepemimpinan, dan perlindungan ilahi, yang tercermin pula dalam simbol Garuda Pancasila.
Elang Indonesia atau yang biasa dikenal sebagai Burung Garuda belum lama ini ditemukan kembali sarangnya di kawasan TNGGP. Tim monitoring berhasil mengabadikan sebuah sarang dari satwa tersebut, lengkap bersama induk dan anaknya.
Sang penguasa Langit Jawa ini pertama kali terpantau oleh Tim Monitoring pada 13 April 2019. Kemudian kembali memantau ulang pada 18 April 2019. Anak Elang Jawa ini diidentifikasi berumur sekitar 1-2 minggu. Meskipun begitu, Tim monitoring tidak ingin terlalu dekat menghampiri sarang Elang Indonesia yang ada dijaw ini. Mereka takut kehadirannya justru dapat mengganggu aktfitas satwa tersebut.
Tim monitoring TNGGP juga tidak ingin menyebutkan lokasi tepatnya dari keberadaan satwa burung  Elang Indonesia yang dinpulau Jawa. Satwa yang dilindungi ini memang bernilai ekonomis yang sangat tinggi. Mereka khawatir satwa tersebut diburu oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Mengenal Burung Elang Indonesia
Elang Indonesia yang salah satu diketemukan di pulau Jawa atau yang bahasa ilmiahnya Nisaetus Bartelsi merupakan salah satu spesies elang yang endemik di Indonesia, yaitu keberadaannya di Pulau Jawa. Keberadaannya yang langka, membuat satwa ini dijadikan sebagai maskot satwa langka di Indonesia sejak tahun 1992.
Ciri khas Elang Indonesia yang ada dipulau Jawa ini adalah jambul di atas kepalanya yang menonjol sekitar 12 cm. Sebagai spesies elang berukuran sedang, elang Jawa memiliki tubuh 56-70 cm. Dengan rentang sayap sekitar 110-130 cm.  Bunyinya nyaring tinggi. Suaranya hampir mirip dengan spesies Elang Brontok. Begitu pula, ketika terbang, Elang Jawa mirip dengan Elang Brontok. Hanya saja warna elang Jawa lebih kecoklatan.
Sebaran burung ini berada di ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon) sampai ujung timur (Semenanjung Blambangan Purwo) Pulau Jawa. Tapi burung ini hanya terbatas di wilayah hutan primer dan daerah peralihan antara dataran rendah dan pegunungan. Dengan kata lain, Elang Jawa berspesialisasi hidup di kawasan berlereng.
Sebagai burung pemangsa, Elang Indonesia seringkali bertengger di pohon-pohon tinggi. Hal tersebut dilakukan agar dengan sigap bisa memantau dan menyerang mangsa. Bukan saja burung-burung kecil sejenis punai dan walik. Burung ini, juga memangsa mamalia kecil seperti tupai, musang, bahkan anak monyet.
Masa bertelur Elang Indonesia sendiri sekitar 1-2 kali dalam setahun, yaitu pada bulan Januari hingga Juni. Hal tersebut menyebabkan keberadaan burung ini menjadi langka. Hutan primer juga semakin berkurang, sehingga tempat tinggal Elang Indonesia juga ikut berkurang. Selain itu manusia juga sering memburu satwa ini untuk dijual karena nilai ekonomisnya cukup tinggi. Bagi sebagian orang, memiliki satwa langka merupakan sebuah kebanggaan tersendiri.
Elang Indonesia, Garuda Pancasila, dan Lambang Indonesia
Pada mitologi kuno dalam sejarah bangsa Indonesia, Garuda merupakan kendaraan Dewa Wishnu. Bentuknya menyerupai burung Elang Rajawali. Sehingga tidak jarang menemukan lambang garuda di candi-candi.
Setelah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, pemerintah Indonesia merasa negara ini membutuhkan lambang negara. Akhirnya pada 10 Januari 1950, pemerintah membentuk panitia untuk melakukan sayembara pemilihan lambang negara. Panitia tersebut beranggotakan beberapa orang, diantaranya M.A. Pelaupessy, Ki Hajar Dewantara, Muhammad Yamin, M. Natsir dan RM Ngabehi Purbatjaraka. Dari sayembara tersebut, akhirnya terpilih rancangan Sultan Hamid II dari Pontianak.
Rancangan lambang Garuda tersebut mengalami perbaikan dan masukan dari Presiden Soekarno. Untuk membedakan dengan Bald Eagle, Lambang Amerika Serikat. Presiden Soekarno menambahkan jambul di kepala Garuda. Sehingga Lambang Indonesia disahkan Parlemen RIS 11 Februari 1950 setelah diposisi Presiden Soekarno dari sketsa yang dibawa Sultan Hamid II sebagai perancang lambang negara Republik Indonesia 20 Maret 1950 yang sebelumnya dalam fakta sejarah pertama kali diperkenalkan pada 15 Februari 1950.
Jambul di atas kepala memang identik dengan Elang Indonesia. Meskipun Garuda dan Elang Indonesia itu kedua hal yang berbeda. Namun, kemiripan itu muncul karena dirancang seperti Elang Indonesia. Dalam pemaknaan Elang Indonesia, hampir sejalan dengan cita-cita bangsa Indonesia. Elang Indonesia dianggap sebagai penguasa Langit di Nusantara sejalan dengan cita-cita agar Indonesia menjadi bangsa yang besar dan kuat, sebagai simbol creative Vermogen, simbol membangun daerah daerah untuk Indonesia.
Dalam sejarah peradaban dan simbolisme Islam, burung elang (rajawali) sering diasosiasikan dengan kekuatan, kecepatan, keagungan, dan kepemimpinan. Meskipun Al-Qur’an tidak secara eksplisit menyebut burung “rajawali” dengan nama khusus seperti dalam Bibel, namun pemaknaan terhadap burung-burung gagah (seperti elang, nasr, ababil, atau bahkan hud-hud) hadir dalam banyak ayat dan hadis, sebagai simbol dari perintah Allah, penjagaan langit, strategi perang, hingga lambang panji.
Secara historis, Sayyidina Ali bin Abi Thalib dikenal memiliki panji perang (liwāʾ/رَايَة) yang disebut ar-rāyah an-nasr atau panji burung nasr/elang, yang menandai kemenangan dan keberanian, dan oleh sebagian ahli sejarah ditafsirkan sebagai lambang rajawali atau burung gagah dari langit.
I. Elang dalam Perspektif Al-Qur’an
1. Surah Al-An’am (6): 38
“Dan tidak ada seekor binatang melata pun di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak Kami alpakan sesuatu pun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.”
Penafsiran:
Ayat ini menegaskan bahwa burung adalah bagian dari sistem ciptaan Tuhan yang teratur, bahkan mereka adalah “umat” sebagaimana manusia. Ini memberikan dasar bahwa burung, termasuk elang, bisa menjadi simbol kekuasaan dan wahyu Allah, sebagaimana yang dikisahkan dalam sejarah Islam dan tafsir.
2. Surah Al-Mulk (67): 19
“Apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Tuhan Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu.”
Penafsiran:
Ayat ini menunjuk pada keajaiban aerodinamika burung, termasuk elang yang dikenal sebagai penguasa langit. Elang bukan sekadar burung, tapi tanda kekuasaan dan pemeliharaan Tuhan. Dalam sejarah militer Islam, pengibaran bendera elang ditafsirkan sebagai simbol “pemeliharaan langit atas kaum beriman”.
3. Surah Al-Fiil (105): 3–4
“Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung-burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah yang terbakar.”
Penafsiran:
Burung dalam kisah ini (yang disebut “abābīl”) digunakan sebagai tentara langit yang menghancurkan pasukan bergajah. Dalam simbolisme klasik Islam, burung semacam elang atau ababil dijadikan simbol kedaulatan langit atas musuh-musuh Allah, sebagaimana juga diterapkan oleh Sayyidina Ali dalam taktik dan simbol-simbol panji.
4. Surah An-Nahl (16): 79
“Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang ditundukkan di angkasa langit? Tidak ada yang menahannya selain Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang beriman.
Penafsiran:
Ayat ini kembali menggarisbawahi bahwa penguasaan burung di langit, termasuk rajawali atau elang, adalah simbol dari kontrol Tuhan terhadap kekuasaan dan arah pergerakan umat-Nya.
II. Burung sebagai Simbol Kenabian dan Kepemimpinan dalam Hadis
1. Hadis tentang Hud-Hud dan Sulaiman
Dari riwayat dalam Tafsir Ibnu Katsir, menyebut bahwa burung hud-hud menjadi utusan wahyu dalam kisah Nabi Sulaiman. Ini memperkuat legitimasi simbolik bahwa burung dapat menjadi penghubung antara langit dan kekuasaan dunia.
2. Sayyidina Ali dan Panji Elang Rajawali
Dalam kitab-kitab Syiah dan Ahlussunnah, disebutkan bahwa panji Sayyidina Ali dinamai “Ar-Rāyah Al-Uqab” (Panji Elang/Rajawali).
Disebutkan dalam Tarikh al-Ya’qubi dan Tarikh al-Tabari, bahwa Rasulullah ﷺ menyerahkan panji besar berwarna hitam yang disebut “Al-‘Uqab” (elang) kepada Ali bin Abi Thalib saat Perang Khaibar dan Hunain.
Makna Simbolik:
Al-‘Uqab (الْعُقَاب) dalam bahasa Arab berarti elang raksasa/rajawali.
Simbol ini menjadi lambang keberanian, penglihatan strategis, dan kepemimpinan yang tajam.
Dalam budaya Islam, bendera bergambar elang dianggap sebagai panji kemenangan (rāyat an-nashr), terutama ketika dibawa oleh pemimpin sejati seperti Ali.
III. Simbolisme Burung dalam Tradisi Islam dan Budaya
A. Dalam Fikih dan Tasawuf
Dalam tasawuf, rajawali adalah simbol jiwa yang terbang menuju langit makrifat, sebagaimana dikutip dalam karya Jalaluddin Rumi.
Burung rajawali disebut sebagai lambang kebebasan ruhani, kekuatan iman, dan ketajaman pandangan batin.
B. Dalam Syiar dan Bendera Islam Klasik
Bendera elang (Rāyat al-‘Uqab) menjadi simbol kekhalifahan dan jihad.
Banyak kesultanan Islam seperti Kesultanan Abbasiyah, Fatimiyah, bahkan Mamluk menggunakan lambang burung besar (nasr atau ‘uqab) sebagai penanda otoritas langit dalam pemerintahan duniawi.
IV. Korelasi Simbolik: Rajawali dan Garuda Pancasila
Simbol Garuda Pancasila yang dirancang Sultan Hamid II, dengan sayap mengepak dan kepala menoleh ke kanan, memiliki kesamaan spiritual dan politis dengan panji elang Sayyidina Ali.
Keduanya adalah simbol dari:
Kekuatan moral dan militer,Pengawasan atas rakyat,Kemerdekaan yang lahir dari ilham ilahi, Jika panji elang dalam Islam membawa semangat jihad dan keadilan, maka Garuda Pancasila adalah simbol kesatuan, keberanian, dan ketinggian cita-cita bangsa.
V. Penutup: Burung Elang sebagai Cermin Ketauhidan dan Kepemimpinan
Dalam Al-Qur’an dan Hadis, burung seperti elang/rajawali memiliki makna simbolik yang dalam: kekuatan ilahi, ketajaman kepemimpinan, perlambang pengawasan langit atas bumi, dan kemenangan. Sayyidina Ali bin Abi Thalib, sebagai panglima besar dan penerus spiritual Rasulullah ﷺ, menggunakan panji bergambar elang (al-‘uqab) untuk menunjukkan bahwa kekuatan langit menyertai kebenaran.
Simbol tersebut terus hidup dalam berbagai kebudayaan Islam, bahkan masuk dalam ikonografi kebangsaan Indonesia, di mana Garuda Pancasila berdiri gagah sebagai rajawali Nusantara, membawa pesan keberanian, keadilan, dan keesaan Tuhan yang hidup dalam semangat bangsa.
Berikut adalah narasi lengkap mengenai simbol rajawali dalam Alkitab (Bibel), dengan seluruh kutipan teks dituliskan secara utuh (tidak dipotong), dan dipadukan dengan penjelasan teologis serta refleksi kebangsaannya dengan narasi tentang RAJAWALI DALAM BIBEL: SIMBOL ILAHI, PEMBAHARUAN IMAN, DAN REFLEKSI KEBANGSAAN
I. Pendahuluan
Burung rajawali adalah salah satu simbol paling kuat dan sarat makna dalam Alkitab. Rajawali sering muncul sebagai lambang kekuatan, pembaruan, dan perlindungan dari Tuhan. Dalam konteks biblis, ia bukan hanya makhluk ciptaan biasa, tetapi sarana metaforis untuk menggambarkan hubungan Allah dengan umat-Nya. Simbol ini secara istimewa menegaskan kasih sayang yang kokoh, kecepatan tindakan ilahi, dan ketinggian spiritual. Dalam perjalanan sejarah, simbol rajawali juga diadopsi dalam berbagai kebudayaan, termasuk Indonesia melalui lambang Garuda Pancasila, yang dirancang oleh Sultan Hamid II.
II. Rajawali dalam Perjanjian Lama
1. Yesaya 40:31
“Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.”
Teks bibel ini menampilkan rajawali sebagai simbol pembaharuan kekuatan rohani. Dalam konteks penderitaan dan penantian, umat yang berharap kepada Tuhan akan memperoleh kekuatan seperti rajawali—terbang tinggi di atas badai, bukan ditelan oleh badai itu sendiri. Rajawali tidak lari dari tantangan, tapi menaklukkannya dengan sayapnya yang kokoh. Itulah gambaran iman yang teguh.
2. Ulangan 32:11–12
“Laksana rajawali menggoyangkan bangkit sarangnya,melayang-layang di atas anak-anaknya,mengembangkan sayapnya, menangkap mereka,dan membawa mereka di atas kepaknya.Demikianlah TUHAN sendiri menuntun dia, dan tidak ada allah asing menyertainya.”
Tuhan digambarkan seperti rajawali yang melatih anak-anaknya untuk terbang, namun tetap menjaga agar mereka tidak terjatuh. Inilah simbol kasih dan pendidikan ilahi: mendidik, membentuk, tetapi tetap hadir sebagai penopang. Tuhan tidak memanjakan umat-Nya, melainkan membentuk mereka agar mampu terbang tinggi dalam kebenaran.
3. Keluaran 19:4
“Kamu sendiri telah melihat apa yang Kuperbuat kepada orang Mesir, dan bagaimana Aku telah mengangkat kamu di atas sayap rajawali dan membawa kamu kepada-Ku.”
Tuhan mengingatkan bangsa Israel bahwa pembebasan mereka dari Mesir bukan karena kekuatan mereka, tetapi karena kuasa-Nya yang agung, diibaratkan seperti rajawali yang mengangkat anaknya di atas sayap. Ini adalah metafora keselamatan dan penebusan ilahi yang bersifat aktif, personal, dan penuh kuasa.
4. Ayub 39:27–30
“Apakah atas perintahmu rajawali terbang membubung, dan membuat sarangnya di tempat yang tinggi? Ia diam dan bermalam di bukit batu, di puncak bukit batu dan tempat yang sukar dicapai. Dari sana ia mengintai makanan, dari jauh matanya mencerapnya. Anaknya menghirup darah; dan di mana ada orang-orang yang mati, di situ ia berada.”
Teks ini menunjukkan ketinggian, kekuatan, dan ketajaman pandangan rajawali. Tuhan menantang Ayub agar menyadari betapa agung ciptaan-Nya dan betapa terbatasnya pengetahuan manusia. Rajawali hidup di tempat tinggi dan mengintai dari kejauhan, menunjukkan betapa luar biasa kemampuan ciptaan Tuhan yang sering luput dari pemahaman manusia.
5. Yeremia 49:22
“Sesungguhnya, seperti rajawali ia akan naik dan melayang, membentangkan sayapnya di atas Bozra; maka hati para pahlawan Edom pada hari itunakan seperti hati perempuan yang kesakitan melahirkan.”
Rajawali menjadi simbol dari penghakiman Allah yang cepat dan dahsyat. Ia datang dengan kekuatan yang menggetarkan, membentangkan sayap sebagai tanda kekuasaan penuh atas musuh-musuh-Nya. Ini menggambarkan murka ilahi yang tidak bisa dihindari, datang tepat waktu seperti rajawali yang menukik ke mangsa.
6. Ratapan 4:19
“Pengejar-pengejar kami lebih cepat dari rajawali di udara; mereka memburu kami di atas gunung-gunung, menghadang kami di padang belantara.”
Rajawali dalam konteks ini menggambarkan ketakutan dan bahaya. Umat yang tertindas menggambarkan musuhnya seperti rajawali—cepat dan tak terhindarkan. Simbol ini memperlihatkan betapa dalamnya penderitaan Yerusalem dalam masa kehancurannya.
III. Rajawali dalam Perjanjian Baru
1. Wahyu 12:14
“Kepada perempuan itu diberikan kedua sayap dari rajawali yang besar, supaya ia dapat terbang ke tempatnya di padang gurun, di mana ia dipelihara selama satu masa dan dua masa dan setengah masa, jauh dari hadapan ular itu.”
Dalam konteks kitab Wahyu yang penuh simbol, perempuan mewakili umat Tuhan yang dikejar oleh naga (simbol Iblis). Sayap rajawali diberikan sebagai sarana penyelamatan. Ini menunjukkan perlindungan ilahi yang aktif dan penuh kasih kepada Gereja yang sedang dikejar oleh kekuatan kegelapan.
IV. Refleksi Teologis dan Spiritualitas
Melalui ayat-ayat tersebut, tampak bahwa rajawali dalam Bibel menyimbolkan: Kekuatan yang diperbaharui oleh iman kepada Tuhan, sebagaimana dinyatakan dalam Yesaya.nKasih yang melatih dan melindungi, seperti dalam Ulangan. Penyelamatan agung dari perbudakan, sebagaimana dalam Keluaran. Keagungan ciptaan dan keterbatasan manusia, dalam Ayub. Penghakiman yang tajam dan pasti, dalam Yeremia. Penderitaan yang mendalam dan penganiayaan, dalam Ratapan. Penyelamatan akhir zaman, dalam Wahyu.
V. Elang Rajawali dan Garuda Pancasila
Dalam lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila yang dirancang oleh Sultan Hamid II, terdapat persamaan simbolik yang kuat dengan rajawali dalam Bibel. Garuda digambarkan sebagai burung agung, bersayap mengembang, dengan kepala menoleh ke kanan, melambangkan keberanian, kekuatan, keadilan, dan kesatuan bangsa. Sebagaimana rajawali dalam Bibel mengangkat umat Tuhan dari penderitaan dan membawa mereka terbang tinggi ke arah keselamatan, begitu pula Garuda dalam konteks kenegaraan menjadi simbol kekuatan negara yang menjaga dan menaungi rakyatnya. Ia tidak hanya simbol mitos, melainkan lambang jati diri bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan semangat persatuan
VI. Penutup
Simbol rajawali dalam Bibel adalah simbol yang hidup, penuh pesan spiritual dan reflektif. Ia melambangkan pembaruan kekuatan, kasih yang mendidik, keselamatan, serta kuasa ilahi dalam sejarah umat manusia. Ketika makna simbol ini hadir dalam lambang Garuda Pancasila, maka kita menyadari bahwa semangat kebangsaan Indonesia pun tidak lepas dari ruh spiritual yang menghargai kekuatan, keadilan, dan pengharapan.
“Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya…” (Yesaya 40:31)
Rajawali mengajar kita untuk terbang lebih tinggi dengan iman, menghadapi badai bukan dengan ketakutan, tetapi dengan keyakinan bahwa di balik badai, Tuhan tetap bertahta.
Referensi Utama:
1. Al-Qur’an al-Karim,  2. Shahih Bukhari & Shahih Muslim,  3. Tafsir Ibnu Katsir,4. Tarikh al-Tabar, 5. Tarikh al-Ya’qub, 6. Lisān al-‘Arab – Ibn Manzhur , (penjelasan kata العُقَاب7. Muhammad Hamidullah – The Prophet’s Establishing of a State,8. Jalaluddin Rumi – Mathnawi Ma’nawi.9 . Bibel LAI.
Makalah ini menggunakan pendekatan komparatif antara Al-Qur’an, hadis, kitab-kitab sejarah Islam, tasawuf, dan Bibel, serta mengaitkannya dengan Garuda Pancasila sebagai simbol kenegaraan. Berikut daftar referensi utama yang digunakan beserta detail bibliografis dan keterangannya:
REFERENSI ISLAM
1. Al-Qur’an al-Karim
Surah Al-An’am (6): 38
Surah Al-Mulk (67): 19
Surah Al-Fiil (105): 3–4
Surah An-Nahl (16): 79
Menjelaskan burung sebagai umat, pengatur langit, pasukan Allah, dan simbol kekuasaan Tuhan.
2. Shahih Bukhari dan Shahih Muslim
Menjadi rujukan hadis tentang burung Hud-hud dalam kisah Nabi Sulaiman.
3. Tafsir Ibnu Katsir
Pengarang: Ismail Ibn Katsir (w. 1373)
Diterbitkan oleh: Dar al-Fikr, Beirut
Menjelaskan penafsiran tentang burung ababil, hud-hud, dan tafsir simbolik burung.
4. Tarikh al-Tabari (تاريخ الطبري)
Judul asli: Tarikh al-Rusul wa al-Muluk
Pengarang: Muhammad ibn Jarir al-Tabari (w. 923 M) Menyebut penyerahan panji “al-‘Uqab” (rajawali) kepada Sayyidina Ali oleh Rasulullah ﷺ saat perang Khaibar.
5. Tarikh al-Ya’qubi
Pengarang: Ahmad bin Abu Ya’qub Ibn Wadih al-Ya’qubi (w. 897 M) Juga mencatat simbol panji elang diberikan kepada Sayyidina Ali.
6. Lisān al-‘Arab (لسان العرب)
Pengarang: Ibn Manzhur
Menjelaskan arti kata “العُقَاب” sebagai burung elang atau rajawali raksasa dalam bahasa Arab.
7. Muhammad Hamidullah – The Prophet’s Establishing of a State
Pengarang: Prof. Dr. Muhammad Hamidullah
Menjelaskan struktur simbolik panji Rasul dan Islam awal termasuk pengaruh elang sebagai lambang militer.
8. Jalaluddin Rumi – Mathnawi Ma’nawi
Dalam tradisi tasawuf, rajawali adalah simbol makrifat, ruh yang bebas, dan pengetahuan ilahi.
REFERENSI KRISTEN / BIBEL
1. Bibel – Lembaga Alkitab Indonesia (LAI)
Ayat-ayat yang dikutip secara lengkap antara lain:
Yesaya 40:31
Ulangan 32:11–12
Keluaran 19:4
Ayub 39:27–30
Yeremia 49:22
Ratapan 4:19
Wahyu 12:14
Rajawali di dalam Bibel digunakan sebagai simbol pembaruan kekuatan, pengangkatan, keselamatan, kasih Tuhan yang membimbing, dan tindakan ilahi terhadap umat-Nya. ( Red )

CATEGORIES
TAGS
Share This

COMMENTS