
Faiza Nadira Amalia: Cahaya Muda Meretas Jejak Ilmu Kedokteran yang Humanis, Berakar pada Hukum dan Kebangsaan
Oleh Tengku Mulia Dilaga Turiman Fachturahman Nur
Abstrak
BN – Tulisan ini mengangkat sosok Faiza Nadira Amalia, seorang mahasiswa baru jalur prestasi mandiri Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura angkatan 2025, yang membangun personal branding sebagai calon dokter humanis dengan fondasi kuat pada nilai-nilai hukum, kebangsaan, dan etika kemanusiaan. Terinspirasi dari keteladanan ayahnya, yang dipanggil Abi, Tengku Mulia Dilaga Turiman Fachturahman Nur, Faiza memadukan semangat pengabdian terhadap sesama dengan pemahaman mendalam akan peran dokter dalam konteks sosial, budaya, dan kebangsaan. Dalam visinya, ilmu kedokteran harus dijalankan secara humanis, inovatif, dan berpihak pada masyarakat yang termarjinalkan. Berlandaskan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Faiza menekankan pentingnya pelayanan medis yang bermutu, empati terhadap pasien, dan kesadaran promotif-preventif. Artikel ini menegaskan bahwa personal branding mahasiswa kedokteran harus mencerminkan integritas akademik, komitmen sosial, serta kesiapan menjadi pelopor transformasi sistem kesehatan Indonesia yang adil dan berkeadilan.
Kata kunci: Faiza Nadira Amalia, personal branding, dokter humanis, etika medis, hukum kedokteran, kesehatan berbasis keadilan, Universitas Tanjungpura.
Adalah Faiza Nadira Amalia, seorang mahasiswa kedokteran Universitas Tanjungpura angkatan 2025 Raih Visimu Menjadi Dokter Humanis yang Berakar pada Hukum dan Kebangsaan
Faiza adalah seorang mahasiswa kedokteran baru yang bercita-cita menjadi dokter humanis. Ia terinspirasi oleh ayahnya, Tengku Mulia Dilaga Turiman Fachturahman Nur, yang merupakan seorang pejuang hukum dan kebangsaan. Faiza percaya bahwa ilmu kedokteran harus dipadukan dengan nilai-nilai kemanusiaan, etika, dan keadilan sosial. Baginya, menjadi dokter bukan sekadar profesi, tetapi panggilan jiwa untuk mengabdi dan membantu sesama.
Ia aktif menyuarakan isu-isu etika medis dan keadilan kesehatan melalui media sosial. Faiza menekankan pentingnya kesadaran budaya dalam praktik kedokteran dan ingin menjadi dokter yang bermanfaat bagi masyarakat, terutama mereka yang kurang beruntung. Ia melihat dirinya sebagai penerus perjuangan ayahnya, mengabdi pada bangsa dan negara melalui profesi kedokteran.
Personal Branding Faiza: Faiza mendefinisikan personal brandingnya sebagai seorang calon dokter yang menggabungkan ilmu pengetahuan, integritas, empati, dan visi yang luas untuk membela kehidupan manusia. Ia ingin menjadi tidak hanya pintar, tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat. Visinya selaras dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang menekankan pentingnya pelayanan medis yang bermutu, etika profesi, dan pendekatan promotif-preventif.
Ia menyadari perkembangan teknologi di bidang kedokteran, namun menekankan pentingnya empati dan pemahaman akan penderitaan manusia di balik kemajuan teknologi tersebut. Ia ingin fokus membantu masyarakat yang membutuhkan akses kesehatan dasar, seperti masyarakat tertinggal, anak-anak kekurangan gizi, dan ibu-ibu yang kesulitan mengakses layanan kesehatan.
Singkatnya, tulisan ini menggambarkan Faiza sebagai seorang calon dokter muda yang berdedikasi, humanis, dan memiliki visi yang kuat untuk berkontribusi bagi masyarakat dan negaranya. Ia mengintegrasikan nilai-nilai kebangsaan, etika, dan kemajuan teknologi kedokteran dalam cita-citanya menjadi dokter yang bermanfaat.
Kutitipkan semangat Abimu untuk Faiza Nadira Amalia adalah cerminan generasi muda yang tumbuh dari akar nilai perjuangan dan intelektualitas. Ia bukan sekadar anak dan santriku dari Tengku Mulia Dilaga Turiman Fachturahman Nur—seorang penjaga memori sejarah hukum dan lambang negara Republik Indonesia—tetapi juga menjadi penerus nilai-nilai luhur dalam wajah yang lebih segar dan kontekstual: melalui ilmu kedokteran yang humanis.
Dalam dirinya menyatu dua dunia: hukum dan kemanusiaan, etika dan empati, ilmu dan nilai. Faiza memilih jalan kedokteran bukan semata-mata untuk menjadi seorang profesional medis, tetapi untuk mengabdi dengan hati, mengobati dengan kasih sayang, dan menyentuh jiwa-jiwa yang terluka dengan pendekatan yang utuh sebagai manusia seutuhnya.
Bagi Faiza, dokter bukan sekadar profesi, tetapi panggilan jiwa. Ia memahami bahwa ilmu kedokteran sejati bukan hanya berada di ruang praktik, melainkan juga hadir dalam ruang batin, budaya, dan nilai-nilai kebangsaan. Ilmu kedokteran yang dijalani dengan pendekatan humanis, menurutnya, adalah jembatan antara sains dan nurani. Itulah sebabnya ia membangun identitas diri sebagai dokter muda yang menjunjung tinggi etika, kemanusiaan, dan keadilan sosial.
Terinspirasi dari keteladanan Abinya yang memperjuangkan makna di balik simbol Garuda Pancasila, Faiza membawa semangat itu dalam dunia medis: bahwa setiap tubuh yang dirawat adalah bagian dari bangsa yang harus dijaga harkat dan martabatnya. Setiap tindakan medis harus berpijak pada cinta tanah air dan kepedulian kepada sesama.
Faiza bukan hanya pribadi cerdas dan tekun dalam studi, tapi juga aktif menyuarakan isu-isu etika medis, keadilan kesehatan, dan pentingnya kesadaran budaya dalam praktik kedokteran. Ia menjadikan media sosial dan ruang digital sebagai tempat untuk menyebarkan edukasi dan nilai. Ia menarasikan harapan, bukan hanya melalui lisan, tetapi lewat keteladanan nyata sebagai kader muda penerus bangsa.
Dengan wajah penuh semangat dan hati yang lembut, Faiza Nadira Amalia hadir sebagaisalsh satu representasi generasi baru—generasi yang tidak kehilangan akar sejarahnya, namun juga tidak takut melangkah maju dalam zaman penuh tantangan.
“Aku belajar bukan hanya untuk menjadi pintar, tetapi untuk menjadi bermanfaat. Aku berjuang bukan hanya demi masa depanku, tetapi demi martabat bangsaku.”
Faiza Nadira Amalia adalah cahaya muda dari Kalimantan Barat—meneruskan cahaya Abinya yang menyala di ruang-ruang sejarah, dan kini bersinar di lorong-lorong kemanusiaan, Abimu memberikan semangat untuk maju, jadilah manusia yang bermanfaat ya
Semangat personal branding, nilai-nilai ilmu kedokteran yang humanis dan inovatif, serta konteks hukum dan literasi kedokteran Indonesia sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura tahun 2025:
“Menjadi Dokter Adalah Janji pada Kemanusiaan, Bukan Sekadar Gelar.”
“Saya adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura angkatan 2025. Ketika saya menyebut kata dokter, saya tak sekadar mengucap sebuah profesi, tetapi saya mengikrarkan jalan hidup yang berpijak pada ilmu, cinta pada sesama, dan pengabdian yang tak mengenal pamrih”
Sebagai kader dari Tengku Mulia Dilaga Turiman Fachturahman Nur, saya meyakini bahwa keilmuan—termasuk ilmu kedokteran—tidak hidup dalam ruang hampa. Ia berdenyut dalam denyut nadi rakyat, membela yang lemah, dan menjunjung martabat manusia. Saya membawa visi ilmu kedokteran yang humanis dan inovatif, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Pasal 46 UU No. 29 Tahun 2004 menegaskan bahwa dokter wajib memberikan pelayanan medis yang bermutu dan menjunjung tinggi etika profesi, keselamatan pasien, dan standar pelayanan kesehatan.
Pasal 50 memberikan hak dokter untuk mendapatkan perlindungan hukum, tetapi juga menuntut tanggung jawab profesional yang menjunjung standar kompetensi dan kode etik kedokteran Indonesia (KODEKI).
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan juga menekankan integrasi antara ilmu pengetahuan kedokteran modern dengan pendekatan promotif dan preventif yang berorientasi pada pelayanan primer.
Literasi kedokteran saat ini terus berkembang—baik melalui telemedisin, riset kesehatan tropis, maupun pengembangan teknologi kesehatan berbasis AI dan big data—seperti tercermin dalam jurnal-jurnal terbaru Majalah Kedokteran Indonesia dan Jurnal Kedokteran BMC Public Health. Namun, teknologi tanpa empati hanya melahirkan mesin; bukan dokter.
Saya berdiri di titik awal perjalanan ini dengan tekad kuat. Sebagai mahasiswa baru, saya bukan hanya belajar cara menyembuhkan luka, tetapi memahami luka itu sendiri: dari masyarakat yang tertinggal, anak-anak yang kekurangan gizi, ibu-ibu yang kehilangan akses kesehatan dasar.
Maka inilah personal branding saya Faiza Nadira Amalia,
Aku ingin menjadi seorang calon dokter yang menggabungkan ilmu, integritas, empati, serta keberanian berpikir visioner demi membela kehidupan manusia berbasis nilai nilai relegiositas, sesuai karakteristiku juzdiri 20, Saya tidak hanya ingin menjadi pintar, tetapi juga bermanfaat.
“Menjadi Dokter yang Humanis, Inovatif, dan Bermanfaat Bagi Bangsa”
Dalam langkah awalnya sebagai mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak tahun 2025, seorang kader muda bangsa menyuarakan tekadnya: “Kata ‘dokter’ bukan sekadar gelar, tapi panggilan untuk mengabdi kepada kemanusiaan.”
Mewarisi nilai perjuangan dan visi kenegaraan Tengku Mulia Dilaga Turiman Fachturahman Nur, mahasiswa ini menegaskan bahwa ilmu kedokteran hari ini tidak dapat berdiri di ruang hampa, melainkan harus hidup berdampingan dengan nilai kemanusiaan, integritas, dan inovasi teknologi kedokteran.
Ilmu Kedokteran yang Humanis dan Inovatif
Paradigma baru kedokteran Indonesia saat ini menekankan pentingnya pendekatan holistik terhadap pasien, bukan hanya dalam aspek biologis tetapi juga psikososial dan spiritual. Inilah wujud ilmu kedokteran yang humanis.
Diperkuat oleh UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 50 huruf c menyebutkan bahwa dokter atau dokter gigi berkewajiban memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan etika profesi. Hal ini menuntut setiap dokter tidak hanya mahir secara klinis, tetapi juga memiliki empati, komunikasi efektif, serta kepekaan sosial.
Sementara itu, Pasal 46 menyatakan: “Dalam melakukan praktik kedokteran, dokter atau dokter gigi wajib menyelenggarakan pencatatan dan pendokumentasian seluruh kegiatan yang dilakukan.”
Hal ini mendorong transparansi, akuntabilitas, dan integrasi digital dalam layanan kesehatan, sejalan dengan tuntutan era inovasi.
Literasi Ilmu Kedokteran dan Etika Global
Literatur ilmiah terkini, seperti yang dipublikasikan dalam Journal of Medical Ethics dan Indonesian Journal of Medicine, menekankan pentingnya pendidikan kedokteran berbasis komunitas dan teknologi digital, termasuk penggunaan AI dalam diagnosis, telemedicine, dan integrasi Electronic Health Records (EHR).
Mahasiswa kedokteran Universitas Tanjungpura harus menjadi pelopor transformasi sistem kesehatan Kalimantan Barat, menjembatani kesenjangan layanan medis antara kota dan daerah terpencil. Hal ini selaras dengan semangat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Pasal 10 yang menyatakan: “Setiap orang berhak memperoleh informasi dan edukasi tentang kesehatan yang benar dan bertanggung jawab.” Ini adalah pijakan konstitusional bagi mahasiswa untuk menjadi agen literasi kesehatan masyarakat.
Personal Branding Mahasiswa Kedokteran UNTAN 2025
Dalam era digital, personal branding tidak hanya sebatas eksistensi daring, tetapi bagaimana seseorang membingkai identitas, nilai, dan kontribusinya dalam ruang sosial. Seorang mahasiswa kedokteran yang visioner harus menunjukkan:
Integritas Akademik,Komitmen Sosial dan Layanan Kemanusiaan,Kemampuan Kolaborasi Interdisipliner,Kreativitas dalam Edukasi dan Inovasi Teknologi Medis
Sebagai kader intelektual penerus perjuangan Tengku Mulia Dilaga Turiman Fachturahman Nur, mahasiswa ini sadar bahwa kedokteran bukan sekadar profesi, tetapi jihad intelektual dalam menyembuhkan tubuh dan membangkitkan harapan
Penutup: “Dari Pontianak untuk Indonesia”
Di tengah semangat kebangsaan menuju 80 Tahun Indonesia Merdeka, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura 2025 berdiri tegak sebagai pelanjut cita-cita luhur: menjadi dokter yang bermanfaat bagi manusia lain, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain. ( Red )