PERUBAHAN DARI WADAH KE SISI KEILMUAN, PRODI ILMU HUKUM FAKULTAS UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

PERUBAHAN DARI WADAH KE SISI KEILMUAN, PRODI ILMU HUKUM FAKULTAS UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

Oleh Tengku Mulia Dilaga Turiman Fachturahman Nur SH, MHum

BN – Sejak awal ditulis 0… HUKUM padahal seharusnya 0… ILMU HUKUM, dengan menggunakan lima analisis ilmu hukum (ontologis, epistemologis, aksiologis, sosiologis, dan teleologis):
1. Analisis Ontologis (hakikat keberadaan ilmu hukum),  Sejak 1959, Fakultas Hukum Untan berdiri hanya dengan satu program studi yaitu Ilmu Hukum. Maka secara ontologis, istilah Hukum dalam kode pendaftaran tidak tepat karena fakultas bisa saja kelak memiliki beberapa prodi lain (misalnya Hukum Bisnis, Hukum Syariah, Hukum Internasional). Sedangkan Ilmu Hukum menegaskan objek kajian spesifik: ilmu pengetahuan tentang hukum, bukan sekadar hukum sebagai norma. Jadi pembenahan kode pendaftaran ke 0… ILMU HUKUM selaras dengan eksistensi prodi yang sebenarnya.
2. Analisis Epistemologis (cara memperoleh pengetahuan hukum),Epistemologi ilmu hukum membedakan antara hukum sebagai dogmatik normatif dan sebagai ilmu yang dikaji secara metodologis. Dengan mencantumkan kode ILMU HUKUM, calon mahasiswa sejak awal diarahkan untuk memahami bahwa mereka tidak sekadar belajar “aturan hukum”, tetapi menempuh pendidikan ilmiah hukum dengan metodologi, teori, dan filsafat hukum. Ini membentuk mindset sejak awal bahwa FH Untan mendidik ilmuwan hukum sekaligus calon praktisi.
3. Analisis Aksiologis (nilai dan kegunaan ilmu hukum),Ilmu hukum berfungsi melahirkan profesi-profesi hukum (hakim, jaksa, advokat, notaris, konsultan hukum, akademisi) yang bekerja berdasarkan nilai-nilai keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum. Bila kode pendaftaran hanya “Hukum”, ia memberi kesan terlalu normatif dan sempit. Dengan ILMU HUKUM, nilai yang ditekankan ialah kritis, ilmiah, dan bermanfaat dalam menunjang profesi hukum. Ini memastikan lulusan memahami ontologi–epistemologi–aksiologi hukum secara utuh, bukan sekadar aturan hitam putih.
4. Analisis Sosiologis (relevansi dengan masyarakat dan sejarah), Sejak berdirinya, FH Untan menjadi pilihan utama orang tua dan calon mahasiswa di Kalbar. Namun masyarakat perlu memahami bahwa mereka bukan hanya kuliah untuk menjadi “sarjana hukum”, melainkan sarjana ilmu hukum. Kode formulir yang tepat akan mengubah cara pandang publik: FH Untan bukan sekadar tempat belajar aturan, tapi lembaga penghasil intelektual hukum yang mampu menganalisis fenomena sosial dan memberi solusi hukum.
5. Analisis Teleologis (tujuan akhir ilmu hukum), Tujuan pendidikan hukum adalah menghasilkan lulusan yang mampu menegakkan hukum dan keadilan dengan landasan ilmiah. Perubahan kode menjadi 0… ILMU HUKUM menegaskan tujuan itu sejak tahap pendaftaran: mahasiswa disiapkan untuk berorientasi pada ilmu hukum sebagai disiplin akademik yang menopang profesi. Hal ini juga selaras dengan Permendikti 53 Tahun 2023 yang menekankan kejelasan program studi, sehingga setiap output FH Untan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik dan profesional.
Agar  lebih tajam dengan lima analisis hukum (kategorisasi, klarifikasi, verifikasi, validasi, falsifikasi hukum) — dipadukan dengan narasi semiotika hukum ala Turiman Fachturahman Nur, sehingga istilah “ILMU HUKUM” menjadi tanda simbolik perjalanan sejarah FH Untan. Lima Analisis Ilmu Hukum atas Kode Formulir FH Untan:
1. Analisis Kategorisasi Hukum, Kode formulir 0… HUKUM perlu dikategorikan ulang. Dalam ilmu perundang-undangan, yang benar adalah 0… ILMU HUKUM, sebab sesuai Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, program studi harus mencerminkan disiplin ilmunya secara eksplisit.HUKUM → kategori normatif, bisa membingungkan karena fakultas hukum ke depan bisa memiliki lebih dari satu prodi. ILMU HUKUM → kategori akademik yang tepat, karena prodi tunggal FH Untan memang Ilmu Hukum.
Rujukan: Pasal 1 angka 10 Permendikbudristek 53/2023 yang menegaskan definisi program studi sebagai kesatuan kegiatan pendidikan yang memiliki kurikulum dan metode ilmiah.
2. Analisis Klarifikasi Hukum, Klarifikasi perlu dilakukan agar tidak ada ambiguitas antara fakultas sebagai institusi dengan program studi sebagai basis pendidikan.Fakultas Hukum → wadah kelembagaan.Program Studi Ilmu Hukum → substansi pendidikan. Dengan demikian, kode pendaftaran wajib merepresentasikan prodi (Ilmu Hukum), bukan sekadar label fakultas (Hukum).
Rujukan: Pasal 35 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi → “Program studi adalah kesatuan kegiatan pendidikan dan pembelajaran yang memiliki kurikulum dan metode pembelajaran tertentu dalam satu jenis pendidikan akademik, profesi, dan/atau vokasi.”
3. Analisis Verifikasi Hukum,Verifikasi dilakukan untuk menguji apakah penulisan 0… HUKUM memiliki dasar regulasi. Hasil verifikasi: tidak ditemukan dasar normatif yang mewajibkan penulisan “Hukum” sebagai kode pendaftaran. Yang ada justru standar nasional (Permendikbudristek 53/2023) yang mengatur akurasi penamaan prodi. Artinya, kode “0… HUKUM” tidak lolos uji verifikasi hukum karena tidak sesuai regulasi terkini.
4. Analisis Validasi Hukum, Validasi penting untuk meneguhkan apakah perubahan kode menjadi 0… ILMU HUKUM sah dan konsisten dengan sistem hukum pendidikan tinggi. Dari sisi regulasi → sah, karena selaras dengan UU No. 12/2012 dan Permendikbudristek 53/2023, Dari sisi akademik → valid, sebab lulusan FH Untan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) yang berbasis Ilmu Hukum sebagai disiplin keilmuan.Rujukan: Pasal 29 UU No. 12/2012 → gelar akademik diberikan sesuai rumpun ilmu pengetahuan.
5. Analisis Falsifikasi Hukum, Falsifikasi diperlukan untuk menguji kebenaran lama yang dianggap mapan. Premis lama: “Kode 0… HUKUM sudah benar sejak 1959.” Uji falsifikasi menunjukkan: klaim itu gugur, karena tidak selaras dengan kerangka hukum terbaru (Permendikbudristek 53/2023). Dengan demikian, klaim lama harus diganti dengan nomenklatur baru 0… ILMU HUKUM agar sesuai perkembangan hukum pendidikan.
Semiotika Hukum Jejak Sejarah Ilmu Hukum sejak berdiri Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak
Dalam perspektif semiotika hukum, istilah “ILMU HUKUM” bukan sekadar nama, melainkan tanda simbolik yang menegaskan: Historisitas: perjalanan FH Untan sejak 1959 sebagai fakultas tertua di Kalbar. Normativitas → Ilmiah-Kritis: pergeseran dari label sempit “Hukum” menuju disiplin akademik “Ilmu Hukum” yang melibatkan ontologi, epistemologi, dan aksiologi hukum. Identitas Akademik: setiap mahasiswa yang mendaftar sudah sejak awal sadar bahwa ia belajar “ilmu”, bukan sekadar “aturan”.
Kesimpulan:  Perubahan kode formulir pendaftaran dari 0… HUKUM ke 0… ILMU HUKUM: Tepat secara kategorisasi, klarifikasi, verifikasi, validasi, dan falsifikasi hukum. Sesuai dengan UU No. 12/2012 dan Permendikbudristek 53/2023.Memiliki makna semiotik sebagai simbol transformasi FH Untan menuju lembaga akademik hukum yang ilmiah, kritis, dan berakar pada Pancasila sebagai paradigma ilmu hukum Indonesia.
Istilah “ILMU HUKUM” tidak hanya dibaca sebagai istilah administratif-akademik, tetapi juga sebagai tanda (sign) perjalanan sejarah FH Untan dan paradigma hukum Indonesia. Semiotika Hukum atas Perubahan “HUKUM” ke  “ILMU HUKUM
1. Tanda Ontologis (Being of Law), Dalam semiotika hukum, istilah “HUKUM” hanya menunjuk pada norma yang statis, dogmatis, dan formal. Namun istilah “ILMU HUKUM” menandai objek ilmu pengetahuan yang dinamis, reflektif, dan kritis.→ Tanda ini merepresentasikan pergeseran eksistensi FH Untan: dari sekadar pengajaran norma menjadi pengembangan ilmu hukum sebagai disiplin akademis.
2. Tanda Epistemologis (Knowledge of Law),Kode 0… HUKUM menimbulkan persepsi seolah mahasiswa hanya diajak menghafal undang-undang. Sementara 0… ILMU HUKUM menjadi tanda epistemik bahwa proses belajar adalah produksi pengetahuan hukum (hermeneutika, interpretasi, kritik, komparasi). Dengan demikian, semiotika ini menandai arah FH Untan sebagai produsen ilmuwan hukum, bukan sekadar lulusan hafalan pasal.
3. Tanda Aksiologis (Values of Law),Dalam semiotika hukum, perubahan istilah menjadi ILMU HUKUM merepresentasikan nilai yang lebih tinggi: bahwa sarjana hukum tidak hanya pekerja hukum, tetapi pemikir hukum yang menegakkan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum.“Ilmu Hukum” di sini adalah simbol tanggung jawab aksiologis terhadap profesi (hakim, jaksa, advokat, notaris) agar paham ontologi– epistemologi–aksiologi hukum.
4. Tanda Sosiologis (Law in Society),Sejak 1959, FH Untan menjadi simbol kebanggaan masyarakat Kalbar. Namun istilah HUKUM bisa menimbulkan pemaknaan publik yang sempit (belajar hukum = belajar aturan). Dengan mengubah ke ILMU HUKUM, FH Untan mengirim tanda ke masyarakat:bahwa lulusan bukan sekadar “sarjana hukum”, melainkan intelektual hukum yang mampu membaca, mengkritisi, dan memberi solusi atas realitas sosial.
5. Tanda Teleologis (Purpose of Law), Dalam semiotika hukum , tanda selalu menunjuk tujuan (makna akhir). Perubahan ke ILMU HUKUM adalah tanda teleologis bahwa tujuan FH Untan adalah mendidik manusia hukum yang ilmiah, kritis, progresif, dan berorientasi pada keadilan sosial. Selaras dengan Permendikti 53 Tahun 2023, yang menuntut setiap prodi merepresentasikan identitas akademik secara jelas.
Kaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan, UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 16 ayat (1): Program studi merupakan satuan kegiatan pendidikan dan pembelajaran yang memiliki kurikulum dan metode tertentu. Permendikti No. 53 Tahun 2023: menegaskan kejelasan nama dan kode prodi agar selaras dengan nomenklatur resmi dan output lulusan.Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 yang mengatur tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi dan telah diberlakukan sejak 31 Agustus 2023. Peraturan ini menyederhanakan standar pendidikan tinggi, memberikan fleksibilitas lebih luas kepada perguruan tinggi, dan menetapkan transformasi dalam sistem akreditasi serta penjaminan mutu internal.
Poin-poin Penting Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023: Fleksibilitas Standar:Standar pendidikan tinggi yang sebelumnya kaku diubah menjadi kerangka yang memberikan otonomi lebih luas kepada perguruan tinggi untuk mengembangkan standar mereka sendiri.  Penyederhanaan Standar:Standar pendidikan tinggi disederhanakan menjadi tiga bagian utama: standar luaran (kompetensi lulusan), standar proses (pembelajaran, penilaian, dan pengelolaan), dan standar masukan (isi, dosen, sarana, dll.).  Transformasi Akreditasi:Sistem penjaminan mutu eksternal melalui akreditasi ditransformasi, dengan lembaga akreditasi mandiri yang akan mengimplementasikan standar baru.  Tugas Akhir yang Fleksibel:Mahasiswa diberikan pilihan berbagai bentuk tugas akhir yang lebih relevan dengan bidang studi mereka, tidak hanya skripsi.
Implementasi Bertahap: Perguruan tinggi wajib menyesuaikan pengelolaan dan penyelenggaraan mereka dengan peraturan ini paling lambat dua tahun setelah diundangkan, atau pada semester gasal tahun akademik 2025-2026.  Dengan dasar ini, istilah 0… ILMU HUKUM bukan sekadar simbol, tetapi pemenuhan kewajiban normatif dalam regulasi pendidikan tinggi.
Kesimpulan Semiotika Hukum, Perubahan kode pendaftaran HUKUM → ILMU HUKUM adalah: Tanda Ontologis: eksistensi ilmu hukum sebagai disiplin, bukan sekadar norma. Tanda Epistemologis: simbol peralihan dari hafalan aturan ke pengembangan ilmu. Tanda Aksiologis: penekanan pada nilai keadilan dan kemanfaatan. Tanda Sosiologis: mengubah cara pandang masyarakat terhadap profesi hukum. Tanda Teleologis: orientasi FH Untan menjadi pusat pengembangan ilmuwan hukum.
Dengan semiotika hukum menggunakan istilah “ILMU HUKUM” adalah tanda simbolik perjalanan FH Untan: dari normativitas menuju ilmiah-kritis. Baik, saya narasikan secara utuh dengan lima analisis hukum berikut, disertai rujukan bunyi pasal dalam peraturan perundang-undangan agar semakin jelas:
Misalnya untuk S1 yang akan melanjutkan ke magister ilmu hukum Narasi Analisis Hukum: Program Magister Ilmu Hukum Hebbrido
1. Analisis Hukum,Program Magister Ilmu Hukum Hebbrid (Hybrid Learning) merupakan bentuk modernisasi pendidikan hukum di Indonesia yang menggabungkan metode tatap muka dan pembelajaran daring. Hal ini sesuai dengan Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan:”Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.” Hybrid learning adalah inovasi untuk mewujudkan akses pendidikan yang merata sekaligus adaptif terhadap perkembangan teknologi hukum.
2. Kategorisasi Hukum,Dalam perspektif hukum pendidikan, program ini dapat dikategorikan sebagai:Hukum Administrasi Negara → karena menyangkut regulasi izin operasional perguruan tinggi.Hukum Pendidikan Nasional → diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 35 ayat (1):“Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.”Hukum Teknologi Informasi → karena sistem hybrid memanfaatkan teknologi digital (relevan dengan UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE).
3. Analisis Klarifikasi Hukum, Secara legalitas, penyelenggaraan magister hukum hybrid harus memenuhi:PP No. 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagai aturan turunan UU Sisdiknas. Permendikbud No. 109 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh pada Pendidikan Tinggi.Pasal 3 ayat (2) menegaskan bahwa pendidikan jarak jauh (PJJ) harus menjamin mutu, relevansi, efisiensi, efektivitas, serta pemerataan akses pendidikan.Dengan demikian, program Hebbrid sah sepanjang mendapat izin dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi.
4. Analisis Verifikasi Hukum,Verifikasi hukum menilai keabsahan penyelenggaraan. Aspek yang diverifikasi: 1. Akreditasi Program Studi → wajib sesuai UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 51 ayat (2): “Program studi wajib terakreditasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” 2. Ketersediaan Infrastruktur Digital → laboratorium hukum online, e-library, dan platform LMS. 3. Kompetensi Dosen → minimal bergelar Doktor (S3) sesuai standar BAN-PT.nJika aspek ini terpenuhi, program Hebbrid dapat dinyatakan sah secara hukum dan akademik.
5. Analisis Validasi & Falsifikasi Hukum, Validasi Hukum: Program Hebbrid sah apabila sesuai dengan standar mutu BAN-PT dan peraturan teknis Kemendikbudristek. Kehadiran peraturan Permendikbud No. 7 Tahun 2020 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran PTN, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin PTS menjadi dasar hukum validasi.nFalsifikasi Hukum: Jika program diselenggarakan tanpa akreditasi, tanpa izin resmi, atau melanggar Pasal 62 UU Sisdiknas (ancaman pidana bagi penyelenggara pendidikan ilegal), maka program tersebut bisa dianggap batal demi hukum.
Dengan demikian,Program Magister Ilmu Hukum Hebbrid memiliki legitimasi hukum yang kuat selama memenuhi: Standar Nasional Pendidikan (UU 20/2003, PP 57/2021). Aturan pendidikan jarak jauh (Permendikbud 109/2013)Akreditasi BAN-PT dan izin Kemendikbudristek, Jika aspek ini diabaikan, maka program berpotensi tidak sah, bahkan bisa terkena sanksi hukum administratif maupun pidana, oleh karena itu perubahan kode formulir pendaftaran dari 0… HUKUM menjadi 0… ILMU HUKUM bukan sekadar administratif, tetapi menyentuh aspek ontologis, epistemologis, aksiologis, sosiologis, dan teleologis dari pendidikan hukum. Dengan langkah ini, FH Untan menegaskan identitasnya sebagai lembaga ilmiah hukum yang menghasilkan sarjana hukum yang kritis, berintegritas, dan berdaya guna dalam profesi hukum maupun pembangunan negara, Khususnya provinsi Kalimantan Barat selaras pasal 5 ayat (1),(2) Undang Undang Nomor 9  Tahun 2022, Tentang Provinsi Kalimantan Barat serta selaras dengan visi dan misi Universitas Tanjungpura Pontianak. ( Red )

CATEGORIES
Share This

COMMENTS