“Analisis Penerapan Manajemen Ekonomi Syariah Islam  Terhadap UMKM Berbasis Ekonomi Kerakyatan Yang Memanfaatkan Tradisi Budaya Melayu di Kalimantan Barat”

“Analisis Penerapan Manajemen Ekonomi Syariah Islam  Terhadap UMKM Berbasis Ekonomi Kerakyatan Yang Memanfaatkan Tradisi Budaya Melayu di Kalimantan Barat”

Oleh Sultan Syarif Melvin AlKadrie, SH
Abstrak
Makalah ini membahas Analisis Manajemen Ekonomi Syariah Islam terhadap UMKM Berbasis Ekonomi Kerakyatan di Kalimantan Barat, dengan fokus pada wilayah Pontianak, Sambas, dan Ketapang. Latar belakang penelitian ini adalah ketimpangan antara amanat konstitusional Pasal 33 UUD 1945 yang mengedepankan ekonomi kerakyatan dan kondisi faktual di Kalimantan Barat, di mana UMKM masih menghadapi kendala akses modal, ketimpangan sosial, dan dominasi korporasi besar. Tujuan utama penelitian ini adalah menganalisis implementasi prinsip manajemen syariah dalam pengelolaan UMKM, menggali kontribusi nilai-nilai budaya Melayu, serta merumuskan strategi integratif antara manajemen syariah, ekonomi kreatif, dan kearifan lokal untuk menciptakan sistem ekonomi kerakyatan yang adil dan berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif melalui observasi lapangan, wawancara, studi literatur, dan dokumentasi. Teori yang digunakan meliputi manajemen syariah (Antonio, Hasan, Ascarya) dan konsep ekonomi kerakyatan berbasis keadilan, dikaitkan dengan landasan hukum seperti UU No. 20 Tahun 2008, UU No. 11 Tahun 2020, dan Perda Kalbar. Hasil penelitian diharapkan memberikan kontribusi teoritis dalam pengembangan manajemen syariah berbasis lokal serta masukan praktis bagi pelaku UMKM dan kebijakan daerah dalam memperkuat ekonomi rakyat berbasis budaya.
Kata Kunci: Manajemen syariah, UMKM, ekonomi kerakyatan, budaya Melayu, Kalimantan Barat.
Abstrac
This paper discusses the Analysis of Islamic Sharia Economic Management on MSMEs Based on a People’s Economy in West Kalimantan, with a focus on the regions of Pontianak, Sambas, and Ketapang. The study is motivated by the disparity between the constitutional mandate of Article 33 of the 1945 Constitution—which emphasizes a people-centered economy—and the actual conditions in West Kalimantan, where MSMEs still face obstacles such as limited access to capital, social inequality, and the dominance of large corporations. The main objectives of this research are to analyze the implementation of sharia management principles in MSME operations, explore the role of Malay cultural values, and formulate an integrative strategy combining sharia management, creative economy, and local wisdom to build a fair and sustainable people’s economic system. This study employs a descriptive-qualitative approach through field observation, in-depth interviews, literature review, and documentation. Theoretical frameworks include sharia management theories (Antonio, Hasan, Ascarya) and the concept of justice-based people’s economy, linked with legal foundations such as Law No. 20 of 2008, Law No. 11 of 2020, and relevant West Kalimantan regional regulations. The findings are expected to provide a theoretical contribution to the development of localized sharia management and practical insights for MSME actors and regional policy-makers to strengthen a culturally rooted people’s economy.
Keywords: Syariah management, MSMEs, people’s economy, Malay culture, West Kalimantan.
Ringkasan Makalah :
Analisis Manajemen Ekonomi Syariah Islam Terhadap UMKM Berbasis Ekonomi Kerakyatan di Kalimantan Barat. Makalah ini meneliti implementasi manajemen ekonomi syariah Islam terhadap UMKM berbasis ekonomi kerakyatan di Kalimantan Barat, khususnya di Pontianak, Sambas, dan Ketapang, dengan memanfaatkan tradisi budaya Melayu.  Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kesenjangan antara amanat konstitusi (Pasal 33 UUD 1945) yang menekankan ekonomi kerakyatan dan realitas di Kalimantan Barat, di mana ketimpangan sosial, akses modal terbatas, dan dominasi korporasi besar masih menjadi kendala. Rumusan Masalah: Penelitian ini menganalisis: (1) Implementasi prinsip manajemen syariah dalam pengelolaan UMKM; (2) Peran nilai-nilai budaya Melayu dalam memperkuat ekonomi kerakyatan; dan (3) Integrasi manajemen syariah, ekonomi kreatif, dan budaya lokal sebagai model ekonomi kerakyatan yang berkeadilan.Tujuan Penelitian: Menganalisis penerapan prinsip manajemen syariah dalam UMKM, menggali peran budaya Melayu, dan merumuskan strategi integratif untuk menciptakan sistem ekonomi kerakyatan yang adil dan berkelanjutan.Manfaat Makalah Penelitian:  Memberikan kontribusi teoritis bagi studi manajemen syariah dan ekonomi kerakyatan berbasis lokal, serta manfaat praktis berupa masukan bagi pelaku UMKM dan rekomendasi kebijakan pemerintah daerah. Kerangka Berpikir:  Penelitian ini menggunakan kerangka teori manajemen syariah (Antonio, Hasan, Ascarya) dan konsep ekonomi kerakyatan berbasis keadilan, diintegrasikan dengan nilai-nilai budaya Melayu dan potensi ekonomi kreatif Kalimantan Barat.  Analisis yuridis mengacu pada Pasal 33 UUD 1945, UU No. 20/2008 (UMKM), UU No. 11/2020 (Cipta Kerja), dan Perda Kalbar terkait. Metodologi Makalah Penelitian:  Penelitian kualitatif deskriptif dengan observasi lapangan, wawancara mendalam, studi literatur, dan dokumentasi di Pontianak, Sambas, dan Ketapang. Data primer dari pelaku UMKM, tokoh adat, dan pejabat daerah, serta data sekunder dari BPS dan instansi terkait, akan dianalisis secara induktif dan naratif. Sistematika Makalah  Penulisan: terdiri dari lima bab: pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, serta penutup dengan kesimpulan dan rekomendasi.  Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi pengembangan model pemberdayaan UMKM yang berkelanjutan dan berkeadilan di Kalimantan Barat.
1.1 Latar Belakang Masalah
Ekonomi kerakyatan merupakan sistem ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai pelaku utama pembangunan ekonomi, sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila, khususnya sila ke-5, serta Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tujuan utama dari sistem ini adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menghapus kesenjangan ekonomi, dan memberikan ruang partisipasi aktif bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama dalam sektor riil seperti Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).Namun dalam implementasinya, ekonomi kerakyatan di berbagai wilayah, termasuk di Kalimantan Barat, menghadapi tantangan struktural dan sistemik. Arus globalisasi dan liberalisasi pasar bebas membawa dampak ganda—di satu sisi membuka peluang akses pasar, namun di sisi lain mengancam kelangsungan usaha lokal yang tidak memiliki daya saing tinggi. Selain itu, ketimpangan sosial dan geografis masih menjadi masalah serius. Wilayah pedalaman, perbatasan, dan desa-desa terpencil di Kalbar belum sepenuhnya tersentuh infrastruktur dasar dan akses ekonomi produktif.
Menurut data resmi BPS Kalimantan Barat (Februari 2025), ekonomi Kalbar tumbuh sebesar 4,98% (year-on-year, Triwulan IV 2024), dengan sektor pertanian menyumbang 21,84% PDRB dan sektor industri pengolahan sebesar 15,36%. Namun, pertumbuhan ini belum inklusif. PDRB per kapita memang mencapai Rp52,70 juta, tetapi kesenjangan antarwilayah masih tinggi, terutama antara kota besar dan desa-desa perbatasan yang minim akses dan infrastruktur.
Untuk itu, ekonomi kerakyatan yang berkeadilan menjadi agenda penting. Dalam konteks Kalimantan Barat, pendekatan ini harus bertumpu pada penguatan ekonomi lokal yang didukung oleh nilai-nilai kearifan budaya, seperti gotong royong, musyawarah mufakat, serta pengelolaan sumber daya berbasis komunitas dan adat. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai budaya Melayu yang berakar kuat di masyarakat Kalbar.
UMKM sebagai ujung tombak ekonomi kerakyatan perlu mendapatkan dukungan yang tidak hanya administratif dan finansial, tetapi juga dalam bentuk manajemen berbasis nilai, salah satunya adalah manajemen syariah. Prinsip-prinsip syariah seperti keadilan (‘adl), kejujuran (shiddiq), amanah, dan musyawarah (syura) dapat menjadi pilar tata kelola UMKM yang beretika dan berkelanjutan. Integrasi antara manajemen syariah dan budaya Melayu yang menjunjung tinggi kearifan lokal diyakini mampu membentuk model pemberdayaan ekonomi rakyat yang unik dan kontekstual.
Lebih dari itu, Kalimantan Barat memiliki kekayaan sumber daya alam dan kebudayaan lokal yang belum tergarap optimal. Agroindustri rakyat, ekowisata berbasis masyarakat adat, dan pengembangan ekonomi kreatif dari warisan budaya Melayu dan Dayak, termasuk kuliner, seni, tekstil, hingga arsitektur tradisional, merupakan aset penting dalam menciptakan sistem ekonomi berbasis ekonomi kreatif yang inklusif dan berkeadilan.
Hasil pra makalah penelitian ini, bahwa secara umum, data dari BPS Kalimantan Barat Tahun 2023 menunjukkan bahwa 87% pelaku ekonomi di provinsi ini adalah sektor informal dan UMKM, namun hanya 34% yang mendapatkan akses pembinaan formal. Hal ini memperkuat verifikasi terhadap lemahnya implementasi dari amanat Pasal 33 UUD NRI 1945 dan UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM, oleh karena itu  Simpulan hipotesis Sementara, menyatakan, bahwa Ekonomi kerakyatan yang berbasis keadilan dalam perspektif manajemen syariah Islam  sangat relevan untuk konteks Kalimantan Barat yang kaya akan budaya lokal khususnya tradisi Budaya Melayu dan potensi sumber daya alam. Namun, kesenjangan struktural, lemahnya tata kelola, dan minimnya integrasi nilai syariah dalam kebijakan ekonomi menjadi hambatan utama. Maka, perlu dikembangkan model ekonomi berbasis koperasi adat digital, bank kampung, dan industri kreatif syariah yang berbasis kearifan lokal, berdasarkan prinsip prinsip Manajemen Ekonomi Syariah Islam.
Pertanyaannya kemudian adalah: bagaimana prinsip-prinsip ekonomi kerakyatan yang berkeadilan dapat diimplementasikan dalam praktik manajemen UMKM berbasis Manajemen ekonomi syariah Islam , dengan tetap memanfaatkan potensi dan nilai-nilai budaya Melayu sebagai landasan penguatan ekonomi lokal? Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengangkat makaklah penelitian  ini dengan judul :Analisis Penerapan Manajemen Ekonomi Syariah Islam  Terhadap UMKM Berbasis Ekonomi Kerakyatan Yang Memanfaatkan Tradisi Budaya Melayu di Kalimantan Barat”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi prinsip manajemen syariah dalam pengelolaan UMKM berbasis ekonomi kerakyatan di Kalimantan Barat
2. Bagaimana nilai-nilai budaya Melayu berperan dalam memperkuat praktik ekonomi kerakyatan
3. Bagaimana integrasi antara manajemen syariah, ekonomi kreatif, dan budaya lokal dapat menjadi model ekonomi kerakyatan yang berkeadilan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis penerapan prinsip manajemen syariah dalam UMKM ekonomi kerakyatan.
2. Menggali peran dan nilai budaya Melayu dalam menunjang ekonomi lokal.
3. Merumuskan strategi integratif antara manajemen syariah, ekonomi kreatif, dan budaya lokal dalam menciptakan sistem ekonomi kerakyatan yang adil dan berkelanjutan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis:
1.Menambah khazanah keilmuan dalam bidang manajemen syariah dan ekonomi kerakyatan berbasis lokalitas budaya.
2..Menjadi referensi untuk kajian interdisipliner antara ekonomi Islam, antropologi budaya, dan studi pembangunan.
Manfaat praktis:
1.Memberikan masukan bagi pelaku UMKM dalam menerapkan manajemen berbasis nilai.
2.Menjadi dasar rekomendasi kebijakan pemerintah daerah dalam merancang program ekonomi kerakyatan berbasis kearifan lokal.
1.5 Kerangka Berpikir
1.5.1.Kerangka Teori
Ekonomi kerakyatan adalah suatu sistem ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai pelaku utama dan sasaran akhir dari pembangunan ekonomi nasional. Sistem ini bertumpu pada kekuatan rakyat, baik secara individu maupun kolektif, melalui penguatan UMKM, koperasi, dan lembaga ekonomi berbasis komunitas. Kalimantan Barat sebagai provinsi dengan kekayaan alam dan keragaman budaya memiliki potensi besar untuk menerapkan sistem ini secara berkeadilan. Namun demikian, ketimpangan sosial, keterbatasan akses modal, dan dominasi korporasi besar seringkali melemahkan asas keadilan dalam pembangunan ekonomi daerah.
Ekonomi kerakyatan yang berbasis keadilan merupakan konsep ekonomi yang mengedepankan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata, dengan menempatkan rakyat sebagai subjek pembangunan, bukan semata objek. Di Kalimantan Barat, dengan keragaman budaya, sumber daya alam, dan struktur sosial masyarakat, konsep ini relevan namun masih menghadapi banyak tantangan. Maka, makalah ini akan menganalisis ekonomi kerakyatan berbasis keadilan di Kalimantan Barat dari perspektif hukum dan data aktual.
Ekonomi kerakyatan sebagai konsep ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai pelaku utama pembangunan, merupakan amanat konstitusi sebagaimana termuat dalam Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945. Namun dalam praktiknya, pembangunan ekonomi di Kalimantan Barat masih dominan dikuasai oleh investasi besar dan industri ekstraktif yang menyisakan ketimpangan struktural. Analisis ini bertujuan menguraikan aspek yuridis, empiris, dan menyajikan strategi penyelesaian berbasis keadilan.
Penelitian ini bertujuan menganalisis penerapan manajemen Syariah Islam dengan secara yuridis dan empiris implementasi ekonomi kerakyatan berbasis keadilan dengan menggali potensi UMKM dengan memamfaatkan Tradifi Budaya Melayu di Kalimantan Barat. Penulis menggunakan pendekatan Manajemen Ekonomi Syariah secara normatif-empiris, dengan mengkaji korelasi dengan  peraturan perundang-undangan dan data statistik terkini dari BPS serta kebijakan daerah di wilayah sampel penelitian.
Secara kebijakan Negara dapat diacu dalam berbagai peraturan perundang-undangan berikut ini
1. UUD NRI Tahun 1945,  Pasal 33 ayat (1): “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.” Ayat (3): “Bumi dan air dan kekayaan alam… dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Teks norma ini memberikan panduan analisis: Kategorisasi: Norma konstitusional, Klarifikasi: Rakyat sebagai subjek ekonomi, Verifikasi & Validasi: Kesenjangan implementasi terlihat dari struktur ekonomi Kalbar yang masih dikuasai pemodal besar. Falsifikasi: Negara belum optimal mengatur distribusi ekonomi secara adil.
2. UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM
Pasal 5-6: Negara berkewajiban membuat kebijakan strategis dan melindungi UMKM.Teks Norma ini memberikan panduan analisis kepada peneliti, bahwa Verifikasi: UMKM Kalbar 2024 masih lemah secara akses modal dan pasar,Validasi: Banyak program tidak menyentuh UMKM di pedalaman.
3. UU No. 11 Tahun 2020 (Cipta Kerja)
Pasal 91A: “Pemerintah memberikan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan kepada Koperasi dan UMKM.” Teks Norma ini memberikan panduan analisis kepada penelitiAnalisis: Falsifikasi: Praktiknya lebih pro-investasi skala besar, terjadi tumpang tindih lahan UMKM vs korporasi sawit.
4. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat
Berapa norma dalam Perda No. 6 Tahun 2019: Tentang Pemberdayaan UMKM, Perda No. 7 Tahun 2018: Tentang RPIP Kalbar. Analisis: Verifikasi: Implementasi belum sinkron dengan data UMKM tahun 2024 yang stagnan.
Pasal 3: Tujuan pemberdayaan UMKM meliputi peningkatan kapasitas produksi, pemasaran, akses permodalan, dan penguatan kelembagaan UMKM.
Pasal 5: Pemerintah daerah bertanggung jawab melakukan pembinaan, pelatihan, dan fasilitasi agar UMKM dapat berkembang dan berdaya saing.
Pasal 7: Pengembangan pasar UMKM melalui program promosi, peningkatan kualitas produk, dan akses teknologi.
Pasal 10: Penyediaan kemudahan akses permodalan, termasuk kredit lunak dan program pembiayaan.
Pasal 12: Peningkatan kapasitas SDM UMKM melalui pelatihan dan pendampingan teknis.
Pasal 15: Pemberdayaan UMKM harus didukung oleh penguatan kelembagaan dan jejaring bisnis
2. Perda No. 7 Tahun 2018: Tentang RPIP Kalbar
Norma terkait UMKM:
Pasal 4: RPIP mendorong pengembangan industri kecil dan menengah sebagai bagian penting dalam pembangunan industri.
Pasal 9: Menyebutkan sinergi antara pengembangan industri dan pemberdayaan UMKM untuk mendorong produktivitas dan daya saing.
Pasal 12: Pemerintah daerah wajib memfasilitasi pelaku industri kecil dan menengah, termasuk UMKM, dalam hal akses pasar dan teknologi.
Pasal 16: Pengembangan infrastruktur industri harus mempertimbangkan kebutuhan UMKM.
Pasal 18: Perlunya pengembangan klaster industri yang juga mengikutsertakan UMKM sebagai bagian dari rantai nilai industri.
Berdasarkan paparan kerangka Berpikir diatas, maka teori yang diacu dalam perspektif teori manajemen Syariah Islam yaitu sebagai berikut
1.  Teori manajemen syariah dalam konteks ekonomi kerakyatan berbasis keadilan berpijak pada prinsip-prinsip dasar Islam yang menekankan pada keadilan distributif, kebersamaan, dan keberkahan dalam aktivitas ekonomi. Menurut Antonio, Muhammad Syafii dalam bukunya Manajemen Syariah, (Gema Insani, 2001, hlm. 12), manajemen syariah adalah sebuah sistem yang mengintegrasikan nilai-nilai tauhid, amanah, adil, dan ihsan dalam seluruh proses manajerial, baik dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, maupun pengawasan. Dalam pendekatan ini, aktivitas ekonomi bukan sekadar alat untuk mencapai efisiensi dan keuntungan, tetapi juga sebagai bentuk pengabdian kepada Allah dan pelayanan kepada umat.
2..Lebih lanjut, Hasan, M. dalam Manajemen dalam Islam (Gema Insani Press, 2003, hlm. 87) menyatakan bahwa ekonomi Islam menekankan keadilan sosial dan pemerataan sebagai tujuan utama. Kesejahteraan umat bukan sekadar pertumbuhan angka PDB, melainkan distribusi yang merata atas sumber daya dan akses yang setara terhadap peluang ekonomi. Dalam konteks ini, ekonomi kerakyatan dipandang sebagai implementasi praktis dari prinsip keadilan dalam Islam, yakni memberikan ruang kepada kelompok lemah (mustadh’afin) untuk menjadi pelaku utama dalam pembangunan.
3.Sementara itu, dalam pandangan Ascarya dalam Akuntansi dan Manajemen Keuangan Syariah (Rajawali Press, 2006, hlm. 65), sistem manajemen syariah mengutamakan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat. Manajemen dalam ekonomi syariah bukan sekadar alokasi sumber daya secara efisien, melainkan juga penyusunan sistem yang memelihara maqashid al-syariah (tujuan-tujuan syariat) seperti hifz al-mal (menjaga harta) dan hifz al-‘ird (menjaga kehormatan sosial), sehingga keberpihakan terhadap sektor UMKM dan ekonomi komunitas menjadi bagian integral dari keadilan ekonomi.
1.5.2.Kerangka Konsep
Berdasarkan teori-teori di atas, maka konsep ekonomi kerakyatan berbasis keadilan di Kalimantan Barat dapat dimaknai sebagai bentuk sistem ekonomi yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat lokal melalui instrumen manajerial berbasis syariah. Dalam praktiknya, ekonomi kerakyatan ini menjadikan UMKM, koperasi adat, dan lembaga ekonomi komunitas sebagai subjek utama pembangunan ekonomi daerah.
Ekonomi kerakyatan dalam kerangka manajemen syariah tidak hanya sekadar memberdayakan secara teknis atau administratif, tetapi juga memperkuat struktur moral, sosial, dan hukum yang menjamin keadilan distribusi dan partisipasi publik. Dalam konteks Kalimantan Barat, yang memiliki keragaman budaya dan sumber daya alam, konsep ini bertumpu pada pengakuan terhadap kearifan lokal, revitalisasi hukum adat, serta pembentukan lembaga ekonomi berbasis komunitas seperti koperasi adat digital dan bank kampung. Hal ini sejalan dengan gagasan al-maslahah al-ammah (kemaslahatan umum) dalam fiqh muamalah, di mana kebijakan ekonomi harus berpihak kepada masyarakat luas, bukan hanya segelintir elit atau korporasi besar.
Dengan demikian, kerangka konsep ini membangun pemahaman bahwa implementasi ekonomi kerakyatan yang berbasis keadilan harus melibatkan pendekatan manajerial syariah sebagai alat perencanaan, eksekusi, dan evaluasi pembangunan ekonomi daerah. Perencanaan dilakukan dengan partisipatif, pelaksanaan dilakukan berbasis nilai amanah dan kolektif, serta pengawasan dikembalikan kepada sistem yang adil dan transparan berbasis komunitas.
Penelitian ini berangkat dari asumsi bahwa ekonomi kerakyatan yang berkeadilan hanya dapat terwujud apabila terdapat interaksi positif antara tiga unsur utama:
1. Manajemen Syariah: sebagai landasan tata kelola ekonomi yang etis dan bertanggung jawab.
2. Nilai Budaya Lokal (Melayu Kalimantan Barat): sebagai penguat semangat kolektivitas dan identitas ekonomi komunitas.
3. Ekonomi Kreatif: sebagai penggerak inovasi berbasis potensi lokal seperti seni, kuliner, dan pariwisata budaya.
Ketiganya membentuk suatu model ekonomi kerakyatan kontekstual, yang memungkinkan partisipasi rakyat dalam kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi dengan memperhatikan keadilan sosial dan keberlanjutan
Berdasarkan asumsi diatas maka dapat dibuatkan Bagan Alur Kerangka Pemikiran Ekonomi Kerakyatan Berbasis Keadilan Berdasarkan manajemen syariah Islam di Kalimantan Barat
1. Landasan Filosofis & Konstitusional: Pasal 33 UUD 1945 (asas kekeluargaan & keadilan) dan konsep ekonomi kerakyatan (rakyat sebagai pelaku utama & tujuan akhir).
2. Permasalahan Kontekstual Kalimantan Barat:  Kekayaan sumber daya alam yang kontras dengan ketimpangan sosial, akses modal terbatas, dan dominasi korporasi besar.  Hal ini menciptakan kesenjangan dengan amanat konstitusi.
3. Kerangka Hukum Terkait:  Dukungan yuridis dari UU No. 20/2008 (UMKM), UU No. 11/2020 (Cipta Kerja), dan Perda Kalbar No. 6/2019 & No. 7/2018, namun implementasinya belum optimal.
4. Teori Manajemen Syariah (Pendekatan Ilmiah):  Konsep dari Syafii Antonio (tauhid, amanah, adil, ihsan), Hasan (pemerataan & perlindungan kaum lemah), dan Ascarya (maqashid al-syariah & keseimbangan sosial-ekonomi).
5. Konsep Ekonomi Kerakyatan Berbasis Keadilan:  Meliputi aspek teknis, moral, sosial, dan hukum; menekankan keadilan distribusi dan partisipasi publik; berbasis UMKM, koperasi adat, dan lembaga ekonomi komunitas.
6. Pendekatan Kontekstual Kalimantan Barat:  Revitalisasi hukum adat dan penguatan ekonomi komunitas melalui koperasi adat digital, bank kampung, dan mengacu pada al-maslahah al-‘ammah (kemaslahatan umum).
7. Unsur-unsur Utama Model:  Integrasi Manajemen Syariah, Nilai Budaya Lokal (Melayu Kalbar), dan Ekonomi Kreatif Lokal untuk menciptakan sistem ekonomi yang partisipatif, transparan, adil, dan berkelanjutan.
Penjelasan:  Bagan alur ini disusun secara linier untuk menunjukkan urutan logis kerangka pemikiran.  Setiap poin membangun poin selanjutnya, hingga mencapai tujuan akhir yaitu model ekonomi kerakyatan yang ideal di Kalimantan Barat.  Format teks ini memudahkan penyajian informasi yang detail.
Untuk memudahkan acuan kerangka Teori dan kerangka konsep peneliti surun BAGAN ALUR KERANGKA PEMIKIRAN sebagai berikut :
1. Landasan Filosofis dan Konstitusional
➡ Pasal 33 UUD NRI 1945 mengamanatkan perekonomian berdasarkan asas kekeluargaan dan keadilan.
➡ Konsep ekonomi kerakyatan menempatkan rakyat sebagai pelaku utama dan tujuan akhir pembangunan ekonomi.
2. Permasalahan Kontekstual Kalimantan Barat
➡ Provinsi kaya sumber daya, namun:
• Ketimpangan sosial
• Akses modal yang terbatas
• Dominasi korporasi besar
➡ Hal ini menimbulkan kesenjangan dengan amanat konstitusi.
3. Kerangka Hukum Terkait Ekonomi Kerakyatan
➡ UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM
➡ UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
➡ Perda Kalbar No. 6/2019 dan No. 7/2018
➡ Semua menunjukkan dukungan yuridis, namun implementasi belum optimal.
4. Teori Manajemen Syariah sebagai Pendekatan Ilmiah
➡ Muhammad Syafii Antonio: Manajemen Syariah = nilai tauhid, amanah, adil, ihsan
➡ Hasan: Ekonomi Islam menekankan pemerataan dan perlindungan terhadap kaum lemah
➡ Ascarya: Manajemen Syariah menjaga maqashid al-syariah dan keberimbangan sosial-ekonomi
5. Konsep Ekonomi Kerakyatan Berbasis Keadilan
➡ Bukan hanya teknis, tapi juga moral, sosial, dan hukum
➡ Keadilan distribusi dan partisipasi publik
➡ Basisnya: UMKM, koperasi adat, lembaga ekonomi komunitas
6. Pendekatan Kontekstual Kalimantan Barat
➡ Revitalisasi hukum adat
➡ Penguatan ekonomi komunitas: koperasi adat digital, bank kampung
➡ Mengacu pada al-maslahah al-‘ammah (kemaslahatan umum)
7. Unsur-unsur Utama Model Ekonomi Kerakyatan Berbasis Keadilan di Kalbar
Manajemen Syariah
Nilai Budaya Lokal (Melayu Kalbar)
Ekonomi Kreatif Lokal
➡ Ketiganya saling bersinergi membentuk sistem ekonomi:
• Partisipatif
• Transparan
• Adil
• Berkelanjutan
1.6 Metodologi Makalah Penelitian
Adapun Jenis penelitian: Kualitatif deskriptif, dengan Lokasi: Wilayah Kalimantan Barat (fokus di Pontianak, Sambas, Ketapang), kemudian Teknik pengumpulan data: Observasi lapangan, wawancara mendalam, studi literatur, dan dokumentasi. Sedangkan Sumber data: Pelaku UMKM, tokoh adat/budaya Melayu, pejabat pemerintah daerah, data BPS dan instansi teknis.
Secara Metode dapat peneliti deskripsikan panduan penerapannya Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif, yang bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis bagaimana konsep ekonomi kerakyatan yang berbasis keadilan diterapkan berdasarkan Manajemen Ekonomi Syariah Islam dalam konteks lokal Kalimantan Barat. Fokus penelitian diarahkan pada tiga wilayah utama, yakni Kota Pontianak, Kabupaten Sambas, dan Kabupaten Ketapang, yang merepresentasikan keragaman budaya Melayu serta dinamika ekonomi masyarakat.
Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa teknik, yaitu:
1. Observasi lapangan, dilakukan secara langsung terhadap aktivitas UMKM, koperasi adat, dan lembaga ekonomi komunitas.
2. Wawancara mendalam, dilakukan terhadap pelaku UMKM, tokoh adat Melayu, serta pejabat pemerintah daerah bidang ekonomi dan koperasi.
3. Studi literatur, dengan menelaah teori-teori yang relevan dari buku, jurnal ilmiah, peraturan perundang-undangan, dan dokumen kebijakan daerah.
4. Dokumentasi, dilakukan dengan mengumpulkan data statistik dan laporan kebijakan dari Badan Pusat Statistik (BPS) serta Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Kalimantan Barat.
Adapun Sumber data primer diperoleh dari:
Pelaku UMKM lokal di tiga daerah tersebut,
Tokoh adat Melayu dan budayawan,
Pejabat daerah (termasuk Dinas Koperasi, Bappeda, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan),
Data sekunder berupa laporan BPS 2023 dan dokumen kebijakan daerah seperti Perda No. 6 Tahun 2019 tentang Pemberdayaan UMKM.
Korelasi Metodologi Penelitian dengan Kerangka Teoretis, bahwa Penelitian ini merujuk pada teori manajemen syariah yang dikembangkan oleh Muhammad Syafi’i Antonio dalam bukunya Manajemen Syariah (Gema Insani, 2001, hlm. 12), yang menekankan pentingnya integrasi nilai tauhid, adil, amanah, dan ihsan dalam seluruh aspek manajerial ekonomi. Dalam konteks ini, ekonomi bukan hanya alat pencapaian efisiensi, melainkan ibadah sosial yang menuntut keberpihakan pada kaum lemah (mustadh’afin).
Lebih lanjut, Hasan, M. dalam Manajemen dalam Islam (Gema Insani Press, 2003, hlm. 87) menyatakan bahwa tujuan utama ekonomi Islam adalah tercapainya keadilan sosial dan pemerataan, bukan semata pertumbuhan ekonomi. Hal ini relevan dalam menjawab realitas Kalimantan Barat yang masih menghadapi dominasi investasi besar dan minimnya partisipasi ekonomi rakyat.
Sementara itu, pendekatan konseptual diperkuat oleh pandangan Ascarya dalam Akuntansi dan Manajemen Keuangan Syariah (Rajawali Press, 2006, hlm. 65), yang menekankan pentingnya maqashid al-syariah dalam kebijakan ekonomi, khususnya aspek hifz al-mal (perlindungan harta) dan hifz al-‘ird (menjaga kehormatan sosial), sebagai fondasi pembangunan ekonomi berbasis keadilan dan komunitas.
Alasan metodologi pendekatan ini digunakan karena berdasarkan pada temuan awal dan relevansi lokasi, dari penyersodn aspirasi Peneliti selaku anggota DPD RI Komite II, bahwa Hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa di Pontianak, terdapat upaya integrasi koperasi syariah dan koperasi adat sebagai bagian dari ekonomi komunitas. Namun, tantangan utama adalah kurangnya pelatihan manajerial dan akses modal yang merata. Di Sambas, potensi ekonomi berbasis budaya Melayu seperti kerajinan songket dan kuliner khas masih belum dikembangkan secara sistematis. Di Ketapang, dominasi korporasi sawit menimbulkan konflik lahan dengan UMKM dan koperasi lokal, sebagaimana ditegaskan dalam wawancara dengan pengurus koperasi adat di Kecamatan Nanga Tayap.
Secara umum, data dari BPS Kalimantan Barat Tahun 2023 menunjukkan bahwa 87% pelaku ekonomi di provinsi ini adalah sektor informal dan UMKM, namun hanya 34% yang mendapatkan akses pembinaan formal. Hal ini memperkuat verifikasi terhadap lemahnya implementasi dari amanat Pasal 33 UUD NRI 1945 dan UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM, oleh karena itu  Simpulan hipotesis Sementara, menyatakan, bahwa Ekonomi kerakyatan yang berbasis keadilan dalam perspektif manajemen syariah Islam  sangat relevan untuk konteks Kalimantan Barat yang kaya akan budaya lokal khususnya tradisi Budaya Melayu dan potensi sumber daya alam. Namun, kesenjangan struktural, lemahnya tata kelola, dan minimnya integrasi nilai syariah dalam kebijakan ekonomi menjadi hambatan utama. Maka, perlu dikembangkan model ekonomi berbasis koperasi adat digital, bank kampung, dan industri kreatif syariah yang berbasis kearifan lokal, berdasarkan prinsip prinsip Manajemen Ekonomi Syariah Islam.
1.7. Hasil Penelitian Pembanding
Tesis Pembanding dengan Obyek Fokus Penelitian Yang Sama, yaitu sebagai berikut :1. Model Manajemen Bisnis Syariah dalam Meningkatkan Daya Saing UMKM HalalPeneliti: 1.Irma Damayanti & Novien Rialdy.Institusi: Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), 2022, Obyek Analisis: UMKM halal di Sumatera Utara, Metodologi: Kualitatif deskriptif — observasi & wawancara pelaku UMKM halal, Fokus: Penerapan prinsip syariah (halal-thayyib, transparansi keuangan, pemasaran Islami) meningkatkan efisiensi dan kepercayaan konsumen
Perbedaan dengan tesis yang dilakukan peneliti: Obyek: UMKM halal secara umum (tidak spesifik berbasis budaya lokal)Lokasi: Sumatera Utara, bukan Kalimantan BaratTema: Lebih mengarah pada peningkatan daya saing, bukan pemberdayaan berbasis ekonomi kerakyatan dan tradisi Melayu.
2. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Kalimantan Barat (Perspektif Ekonomi Islam)Peneliti: Bustami (nama depan tidak dijelaskan)Institusi: Pasca Sarjana salah satu UIN (tidak disebut), 2023, Obyek: UMKM di Kalimantan BaratMetodologi: Kualitatif / studi pendahuluan — observasi dan data statistik awal  Fokus: Identifikasi permasalahan inklusi ekonomi dan akses keuangan
Perbedaan:Belum mengintegrasikan prinsip syariah atau aspek budaya MelayuBersifat pendahuluan dan belum merumuskan model manajerial berbasis syariah + kreativitas budaya
3.Pengembangan UMKM Pasca Qanun Lembaga Keuangan Syariah di Aceh.Peneliti: Nadia Rizki Primadani,Institusi: UIN Ar‑Raniry Banda Aceh, 2022Obyek: UMKM di Banda Aceh pasca implementasi lembaga keuangan syariah, Metodologi: Kualitatif deskriptif — wawancara UKM dan pelaku lembaga syariah  Fokus: Pengaruh lembaga keuangan syariah terhadap pengembangan UMKM
Perbedaan:Konteks keberadaan lembaga keuangan syariah spesifikTidak melibatkan nilai budaya lokal atau ekonomi kerakyatan berbasis komunitas
Kesimpulan Perbandingan
Sementara penelitian terdahulu umumnya membahas manajemen syariah Islam pada UMKM atau peran lembaga keuangan syariah, proposal tesis ini menawarkan kontribusi baru berupa:
1. Integrasi antara ekonomi kerakyatan, manajemen syariah, dan budaya Melayu sebagai model pemberdayaan.
2. Konteks lokasi yang unik — Kalimantan Barat (Pontianak, Sambas, Ketapang) — berbeda dari Aceh, Sumut, atau Karawang.
3. Pendekatan yang lebih komprehensif: tidak hanya manajerial atau kelembagaan syariah, tetapi juga pemberdayaan sosial-ekonomi berbasis komunitas dan tradisi.
4. Penekanan pada unsur ekonomi kreatif sebagai penggerak model keadilan ekonomi lokal.
1.8.Keluaran dan Manfaat Makalah Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini adalah untuk memberikan solusi Fakta Pertumbuhan Ekonomi: Geliat Positif Tapi Belum Inklusif. Berdasarkan data BPS Kalbar (Februari 2025):Pertumbuhan ekonomi Kalbar 4,98% (yoy) pada Triwulan IV 2024, Sektor Pertanian menyumbang 21,84% dari PDRB dan tumbuh 3,78%.Industri pengolahan menyumbang 15,36% dan tumbuh 4,33%.PDRB atas dasar harga berlaku: Rp300,17 triliun.PDRB per kapita: Rp52,70 juta.
→ Korelasi: Pertumbuhan ekonomi ini menunjukkan geliat positif, khususnya dari sektor-sektor yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat. Namun pertumbuhan ini belum sepenuhnya merata, karena tidak semua wilayah merasakan manfaatnya—khususnya pedalaman, perbatasan, dan desa tertinggal
2. Ketimpangan Wilayah dan Tuntutan Keadilan Sosial dan Pengembangan Sarsn dukung UMKN
Aspirasi masyarakat Kalbar yang masuk ke DPD RI menyoroti: Ketimpangan antara kota dan pedalaman masih tinggi, Banyak desa tertinggal tanpa infrastruktur dasar (jalan, listrik, pasar).Ketimpangan ini berisiko makin melebar tanpa kehadiran negara yang nyata
→ Korelasi: Hal ini menjadi landasan moral dan kebijakan bagi Sultan Syarif Melvin AlKadrie dalam memperjuangkan ekonomi kerakyatan berkeadilan. Prinsipnya adalah bukan sekadar pertumbuhan, tetapi distribusi manfaat yang adil
3. Ekonomi Kerakyatan Sebagai Strategi Keadilan Pembangunan UMKM
Ekonomi kerakyatan yang berkeadilan menuntut:Negara hadir secara aktif memperkuat ekonomi lokal.Infrastruktur desa dibangun bukan hanya demi investasi besar, tetapi juga menghubungkan rakyat kecil ke pasar dan teknologi.Contoh strategi konkret: pembangunan jalan desa, revitalisasi pelabuhan nelayan, bandara perintis, penguatan pasar tradisional→ Korelasi: Program-program seperti Dana Desa, BUMDes, KUR, koperasi, jika dibarengi dengan keberpihakan anggaran dan pengawasan serius, akan memastikan sektor rakyat tidak tertinggal, bahkan menjadi motor penggerak utama perekonomian daerah
4. Budaya Lokal sebagai Pilar Ekonomi Kreatif Berbasis Rakyat Bagi Pemberdayaan UMKM
Nilai-nilai lokal Kalbar seperti:Musyawarah, gotong royong, dan kearifan lokal,Tradisi-tradisi seperti Keriang Bandung, Pawai Taklong, dan Malam Selikuran,Budaya Melayu, Dayak, dan kontribusi komunitas Muhajirin (Tionghoa, Arab, Bugis, Jawa)—→ Korelasi: Hal ini bisa menjadi pondasi kuat bagi pengembangan ekonomi kreatif berbasis komunitas, yang:Memicu perputaran ekonomi rakyat (kerajinan, kuliner, seni)Menghidupkan kembali warisan budaya sebagai modal ekonomiMelibatkan seluruh lapisan masyarakat, dari desa hingga kota.
Contohnya:Pawai budaya Keriang Bandung yang melibatkan ribuan orang bisa menjadi ajangPenjualan kerajinan tangan (taklung, ikan-ikanan, miniatur istana)Pelibatan BUMDes dan komunitas seni lokalPariwisata spiritual dan budaya, dengan Istana Kadriah sebagai titik temu identitas.
Hasil penelitian ini korelasi dengan penerapan gagasan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan, ditinjau melalui teori dan prinsip manajemen ekonomi syariah Islam, serta dikaitkan dengan perjuangan Sultan Syarif Melvin AlKadrie sebagai anggota DPD RI Dapil Kalimantan Barat
1. Prinsip Keadilan (Al-‘Adl) dan Inklusivitas Ekonomi
Teori Syariah:Dalam ekonomi Islam, prinsip al-‘adl (keadilan) adalah nilai fundamental. Keadilan di sini tidak hanya berarti distribusi kekayaan yang merata, tetapi juga memastikan akses yang setara terhadap sumber daya dan peluang ekonomi.
Korelasi: Pertumbuhan ekonomi Kalbar 4,98% tahun 2024 menunjukkan geliat positif, namun belum adil secara distribusi. Wilayah pedalaman dan perbatasan belum menikmati buah pertumbuhan ekonomi ini.
Penilaian Syariah:Dalam manajemen ekonomi Islam, pertumbuhan yang tidak disertai pemerataan tidak memenuhi maqashid syariah, yakni menjaga harta (hifz al-mal) dengan cara yang maslahah (membawa kemanfaatan umum), bukan hanya menguntungkan segelintir elit ekonomi di kota.
2. Konsep Maslahah ‘Ammah dan Peran Negara dalam Ekonomi
Teori Syariah:Ekonomi Islam mengakui peran negara (dawlah) sebagai wakil rakyat yang harus menegakkan kemaslahatan publik (maslahah ‘ammah), termasuk mengatasi ketimpangan sosial dan memperkuat basis ekonomi lokal.
Korelasi:Peneliti sebagai Sultan dan DPD RI menegaskan pentingnya kehadiran negara di desa dan perbatasan. Infrastruktur bukan hanya untuk investor besar, tapi juga jembatan rakyat menuju akses ekonomi.
Penilaian Syariah: Ini sesuai dengan prinsip al-takaful al-ijtima’i (jaminan sosial kolektif), di mana negara wajib menjamin kebutuhan dasar masyarakat, termasuk dalam aspek ekonomi, demi keseimbangan antara hak individu dan kepentingan kolektif.
3. Pemberdayaan Ekonomi Lokal: Prinsip Al-Tanmiyah dan Isti’mar al-Ardh
Teori Syariah: Dalam QS. Hud: 61, Allah memerintahkan umat manusia untuk memakmurkan bumi (isti’mar al-ardh). Ini berarti memberdayakan semua potensi lokal—manusia, tanah, hasil alam—untuk kemaslahatan umat.
Korelasi:Penguatan sektor pertanian dan industri pengolahan di Kalbar—yang menyumbang lebih dari 37% PDRB—mencerminkan pemanfaatan potensi lokal. Namun desa tertinggal belum optimal karena minimnya dukungan sarana produksi, akses pasar, dan teknologi.
Penilaian Syariah:Manajemen ekonomi syariah mendorong ekonomi riil berbasis produksi dan partisipasi komunitas lokal, bukan spekulatif. Program seperti BUMDes, koperasi syariah, dan revitalisasi pasar tradisional adalah implementasi dari prinsip ini.
4. Prinsip Syura (Musyawarah) dan Partisipasi Masyarakat
Teori Syariah:Islam menganjurkan prinsip syura dalam setiap pengambilan kebijakan (QS. Asy-Syura: 38). Dalam konteks ekonomi, ini berarti mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Korelasi Aspirasi masyarakat Kalbar yang dihimpun oleh DPD RI menjadi dasar perjuangan Sultan Melvin. Ini mencerminkan bentuk syura kontemporer, yakni musyawarah perwakilan antara rakyat dan pemangku kebijakan.
Penilaian Syariah: Ekonomi kerakyatan tidak hanya soal struktur ekonomi, tapi soal etika pengambilan keputusan yang inklusif dan rahmatan lil ‘alamin (berorientasi pada kebaikan universal).
5. Warisan Budaya Lokal dan Ekonomi Kreatif: Urf dan Himayah al-Turats
Teori Syariah:Islam mengakui dan menghormati nilai-nilai adat (‘urf) selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Bahkan, pelestarian warisan budaya (himayah al-turats) adalah bagian dari menjaga identitas umat.
Korelasi: Festival budaya seperti Keriang Bandung, Malam Selikuran, dan kegiatan Istana Kadriah menjadi sarana menghidupkan ekonomi kreatif berbasis masyarakat. Ini memicu ekonomi mikro seperti kuliner, kerajinan, seni, dan pariwisata lokal.
Penilaian Syariah: Mengangkat budaya lokal sebagai ekonomi kreatif sesuai prinsip i‘tikaf fi al-bilad (berbasis lokalitas), sekaligus menjadi dakwah kultural yang memperkuat jati diri Islam sebagai rahmat untuk seluruh komunitas (Melayu, Dayak, Tionghoa, Arab).
6. Fungsi DPD RI: Wilayah Al-Hisbah dalam Pemerintahan Islam
Teori Syariah: Dalam sistem Islam klasik, al-Hisbah adalah lembaga yang mengawasi moral, ekonomi, dan keadilan sosial dalam masyarakat. Dalam konteks modern, peran ini bisa dimaknai melalui lembaga seperti DPD RI—penyambung antara daerah dan pusat.
Korelasi: Peneliti selalu Sultan dan juga  sebagai Senator DPD RI memainkan peran hisbah kontemporer—mengontrol keadilan distribusi pembangunan, advokasi wilayah tertinggal, dan menjembatani nilai lokal dengan regulasi nasional.
Penilaian Syariah:Fungsi ini sejalan dengan prinsip amr ma’ruf nahi munkar di bidang tata kelola kebijakan publik.
Kesimpulan Manajerial Syariah:Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Barat tahun 2024 menunjukkan peluang yang besar, tetapi belum memenuhi prinsip keadilan distribusi syariah.Ekonomi kerakyatan berkeadilan yang diperjuangkan Sultan Melvin mencerminkan implementasi maqashid syariah, terutama dalam menjaga harta (ekonomi), menjaga masyarakat (sosial), dan menjaga warisan budaya (kultural)
Strategi syariah untuk Kalbar dapat dirumuskan sebagai: “Tumbuh berbasis lokal, adil dalam distribusi, partisipatif dalam kebijakan, dan selaras dengan nilai budaya dan keimanan masyarakat.”
Berdasarkan data BPS Kalbar (Februari 2025):Pertumbuhan ekonomi Kalbar 4,98% (yoy) pada Triwulan IV 2024, Sektor Pertanian menyumbang 21,84% dari PDRB dan tumbuh 3,78%.Industri pengolahan menyumbang 15,36% dan tumbuh 4,33%.PDRB atas dasar harga berlaku: Rp300,17 triliun.PDRB per kapita: Rp52,70 juta.
→ Korelasi: Pertumbuhan ekonomi ini menunjukkan geliat positif, khususnya dari sektor-sektor yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat. Namun pertumbuhan ini belum sepenuhnya merata, karena tidak semua wilayah merasakan manfaatnya—khususnya pedalaman, perbatasan, dan desa tertinggal
2. Ketimpangan Wilayah dan Tuntutan Keadilan Sosial dan Pengembangan Sarana dukung UMKM
Aspirasi masyarakat Kalbar yang masuk ke DPD RI menyoroti: Ketimpangan antara kota dan pedalaman masih tinggi, Banyak desa tertinggal tanpa infrastruktur dasar (jalan, listrik, pasar).Ketimpangan ini berisiko makin melebar tanpa kehadiran negara yang nyata
→ Korelasi: Hal ini menjadi landasan moral dan kebijakan bagi Sultan Syarif Melvin AlKadrie dalam memperjuangkan ekonomi kerakyatan berkeadilan. Prinsipnya adalah bukan sekadar pertumbuhan, tetapi distribusi manfaat yang adil
3. Ekonomi Kerakyatan Sebagai Strategi Keadilan Pembangunan UMKM
Ekonomi kerakyatan yang berkeadilan menuntut:Negara hadir secara aktif memperkuat ekonomi lokal.Infrastruktur desa dibangun bukan hanya demi investasi besar, tetapi juga menghubungkan rakyat kecil ke pasar dan teknologi.Contoh strategi konkret: pembangunan jalan desa, revitalisasi pelabuhan nelayan, bandara perintis, penguatan pasar tradisional→ Korelasi: Program-program seperti Dana Desa, BUMDes, KUR, koperasi, jika dibarengi dengan keberpihakan anggaran dan pengawasan serius, akan memastikan sektor rakyat tidak tertinggal, bahkan menjadi motor penggerak utama perekonomian daerah
4. Budaya Lokal sebagai Pilar Ekonomi Kreatif Berbasis Rakyat Bagi Pemberdayaan UMKM
Nilai-nilai lokal Kalbar seperti:Musyawarah, gotong royong, dan kearifan lokal,Tradisi-tradisi seperti Keriang Bandung, Pawai Taklong, dan Malam Selikuran,Budaya Melayu, Dayak, dan kontribusi komunitas Muhajirin (Tionghoa, Arab, Bugis, Jawa)—→ Korelasi: Hal ini bisa menjadi pondasi kuat bagi pengembangan ekonomi kreatif berbasis komunitas, yang:Memicu perputaran ekonomi rakyat (kerajinan, kuliner, seni)Menghidupkan kembali warisan budaya sebagai modal ekonomiMelibatkan seluruh lapisan masyarakat, dari desa hingga kota.
Contohnya:Pawai budaya Keriang Bandung yang melibatkan ribuan orang bisa menjadi ajangPenjualan kerajinan tangan (taklung, ikan-ikanan, miniatur istana)Pelibatan BUMDes dan komunitas seni lokalPariwisata spiritual dan budaya, dengan Istana Kadriah sebagai titik temu identitas.
Hasil penelitian ini korelasi dengan penerapan gagasan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan, ditinjau melalui teori dan prinsip manajemen ekonomi syariah Islam, serta dikaitkan dengan perjuangan Sultan Syarif Melvin AlKadrie sebagai anggota DPD RI Dapil Kalimantan Barat
1. Prinsip Keadilan (Al-‘Adl) dan Inklusivitas Ekonomi
Teori Syariah:Dalam ekonomi Islam, prinsip al-‘adl (keadilan) adalah nilai fundamental. Keadilan di sini tidak hanya berarti distribusi kekayaan yang merata, tetapi juga memastikan akses yang setara terhadap sumber daya dan peluang ekonomi.
Korelasi: Pertumbuhan ekonomi Kalbar 4,98% tahun 2024 menunjukkan geliat positif, namun belum adil secara distribusi. Wilayah pedalaman dan perbatasan belum menikmati buah pertumbuhan ekonomi ini.
Penilaian Syariah:Dalam manajemen ekonomi Islam, pertumbuhan yang tidak disertai pemerataan tidak memenuhi maqashid syariah, yakni menjaga harta (hifz al-mal) dengan cara yang maslahah (membawa kemanfaatan umum), bukan hanya menguntungkan segelintir elit ekonomi di kota.
2. Konsep Maslahah ‘Ammah dan Peran Negara dalam Ekonomi
Teori Syariah:Ekonomi Islam mengakui peran negara (dawlah) sebagai wakil rakyat yang harus menegakkan kemaslahatan publik (maslahah ‘ammah), termasuk mengatasi ketimpangan sosial dan memperkuat basis ekonomi lokal.
Korelasi:Peneliti sebagai Sultan dan DPD RI menegaskan pentingnya kehadiran negara di desa dan perbatasan. Infrastruktur bukan hanya untuk investor besar, tapi juga jembatan rakyat menuju akses ekonomi.
Penilaian Syariah: Ini sesuai dengan prinsip al-takaful al-ijtima’i (jaminan sosial kolektif), di mana negara wajib menjamin kebutuhan dasar masyarakat, termasuk dalam aspek ekonomi, demi keseimbangan antara hak individu dan kepentingan kolektif.
3. Pemberdayaan Ekonomi Lokal: Prinsip Al-Tanmiyah dan Isti’mar al-Ardh
Teori Syariah: Dalam QS. Hud: 61, Allah memerintahkan umat manusia untuk memakmurkan bumi (isti’mar al-ardh). Ini berarti memberdayakan semua potensi lokal—manusia, tanah, hasil alam—untuk kemaslahatan umat.
Korelasi:Penguatan sektor pertanian dan industri pengolahan di Kalbar—yang menyumbang lebih dari 37% PDRB—mencerminkan pemanfaatan potensi lokal. Namun desa tertinggal belum optimal karena minimnya dukungan sarana produksi, akses pasar, dan teknologi.
Penilaian Syariah:Manajemen ekonomi syariah mendorong ekonomi riil berbasis produksi dan partisipasi komunitas lokal, bukan spekulatif. Program seperti BUMDes, koperasi syariah, dan revitalisasi pasar tradisional adalah implementasi dari prinsip ini.
4. Prinsip Syura (Musyawarah) dan Partisipasi Masyarakat
Teori Syariah:Islam menganjurkan prinsip syura dalam setiap pengambilan kebijakan (QS. Asy-Syura: 38). Dalam konteks ekonomi, ini berarti mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Korelasi Aspirasi masyarakat Kalbar yang dihimpun oleh DPD RI menjadi dasar perjuangan Sultan Melvin. Ini mencerminkan bentuk syura kontemporer, yakni musyawarah perwakilan antara rakyat dan pemangku kebijakan.
Penilaian Syariah: Ekonomi kerakyatan tidak hanya soal struktur ekonomi, tapi soal etika pengambilan keputusan yang inklusif dan rahmatan lil ‘alamin (berorientasi pada kebaikan universal).
5. Warisan Budaya Lokal dan Ekonomi Kreatif: Urf dan Himayah al-Turats
Teori Syariah:Islam mengakui dan menghormati nilai-nilai adat (‘urf) selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Bahkan, pelestarian warisan budaya (himayah al-turats) adalah bagian dari menjaga identitas umat.
Korelasi: Festival budaya seperti Keriang Bandung, Malam Selikuran, dan kegiatan Istana Kadriah menjadi sarana menghidupkan ekonomi kreatif berbasis masyarakat. Ini memicu ekonomi mikro seperti kuliner, kerajinan, seni, dan pariwisata lokal.
Penilaian Syariah: Mengangkat budaya lokal sebagai ekonomi kreatif sesuai prinsip i‘tikaf fi al-bilad (berbasis lokalitas), sekaligus menjadi dakwah kultural yang memperkuat jati diri Islam sebagai rahmat untuk seluruh komunitas (Melayu, Dayak, Tionghoa, Arab).
6. Fungsi DPD RI: Wilayah Al-Hisbah dalam Pemerintahan Islam
Teori Syariah: Dalam sistem Islam klasik, al-Hisbah adalah lembaga yang mengawasi moral, ekonomi, dan keadilan sosial dalam masyarakat. Dalam konteks modern, peran ini bisa dimaknai melalui lembaga seperti DPD RI—penyambung antara daerah dan pusat.
Korelasi: Peneliti selalu Sultan dan juga  sebagai Senator DPD RI memainkan peran hisbah kontemporer—mengontrol keadilan distribusi pembangunan, advokasi wilayah tertinggal, dan menjembatani nilai lokal dengan regulasi nasional.
Penilaian Syariah:Fungsi ini sejalan dengan prinsip amr ma’ruf nahi munkar di bidang tata kelola kebijakan publik.
Kesimpulan Manajerial Syariah:Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Barat tahun 2024 menunjukkan peluang yang besar, tetapi belum memenuhi prinsip keadilan distribusi syariah.Ekonomi kerakyatan berkeadilan yang diperjuangkan Sultan Melvin mencerminkan implementasi maqashid syariah, terutama dalam menjaga harta (ekonomi), menjaga masyarakat (sosial), dan menjaga warisan budaya (kultural)
Strategi syariah untuk Kalbar dapat dirumuskan sebagai: “Tumbuh berbasis lokal, adil dalam distribusi, partisipatif dalam kebijakan, dan selaras dengan nilai budaya dan keimanan masyarakat.”
DAFTAR PUSTAKA
1. Antonio, Muhammad Syafii. Manajemen Syariah: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
2. Ascarya. Akuntansi dan Manajemen Keuangan Syariah. Jakarta: Rajawali Press, 2006.
3. Hasan, M. Manajemen dalam Islam. Jakarta: Gema Insani Press, 2003.
4. Hatta, Mohammad. Membangun Koperasi dan Ekonomi Rakyat. Jakarta: LP3ES, 1994.
5. Nasution, H. M. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press, 1992.
6. Chapra, M. Umer. Islam and the Economic Challenge. Leicester: Islamic Foundation, 1992.
7. Al-Qaradawi, Yusuf. Fiqh Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani, 2001.
8. Karim, Adiwarman A. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012.
9. Rahardjo, Dawam. Ekonomi Pancasila: Paradigma Ekonomi Konstitusi. Jakarta: LP3ES, 1995
10. Sutrisno. Budaya Melayu Kalimantan Barat: Kajian Identitas dan Pelestariannya. Pontianak: Pustaka Kalbar, 2014.
11. Damsar. Sosiologi Ekonomi: Suatu Pengantar. Jakarta: Kencana, 2010.
12. Kuntowijoyo. Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi. Yogyakarta: Mizan, 1991.
13. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset, 2001.
14. Creswell, John W. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. Thousand Oaks: Sage Publications, 2014.
15. Azra, Azyumardi. Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia. Jakarta: Prenadamedia Group, 2017.
16. Lubis, Nurul Irfan. Pengantar Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana, 2015.
17. Nawawi, Hadari. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1993.
18. Dahlan, Abdul Azis. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2000.
19. Sjadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran. Jakarta: UI Press, 1990
20. Sedyadi, Edi. UMKM dan Tantangan Ekonomi Global. Jakarta: Salemba Empat, 2019.
JURNAL ILMIAH:
Alamsyah, M. (2020). Penerapan Manajemen Syariah dalam Pengelolaan UMKM di Era Ekonomi Digital. Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia, 10(2), 155–168.
Nasution, F., & Rahman, A. (2021). Integrasi Nilai Budaya Lokal dalam Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Syariah. Jurnal Ekonomi dan Kebudayaan Islam, 7(1), 88–102.
Yuliana, D. (2019). Peran Kearifan Lokal dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif di Kalimantan Barat. Jurnal Sosial dan Budaya, 15(3), 120–135.
Hakim, L. (2022). UMKM dan Ekonomi Kerakyatan dalam Perspektif Syariah: Analisis Kebijakan Pemerintah. Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam, 5(1), 45–59.
Zainuddin, A., & Wahyuni, S. (2023). Manajemen Syariah dan Pemberdayaan Masyarakat Lokal: Studi Kasus di Sambas, Kalimantan Barat. Jurnal Manajemen Islam Nusantara, 4(2), 71–86. ( Red )

CATEGORIES
TAGS
Share This

COMMENTS