Dari Pemberitaan Berujung Kematian Wartawan Muhamad Yusuf di Kotabaru

Jakarta – Dramatis dan Tragis peristiwa yang menimpa seorang wartawan bernama Muhamad Yusuf di Kotabaru, Kalimantan Selatan. Hanya karena pemberitaannya tentang penggusuran masyarakat oleh satu perusahaan perkebunan sawit swasta joint dengan perusahaan milik negara yang membuka perkebunan sawit secara besar-besaran di kawasan hutan, Kotabaru, mengantarkannya kepada hembusan nafas terakhir.

Warga masyarakat yang tergusur itu tidak bisa berbuat banyak atas penderitaan yang menimpa mereka. Kehilangan mata pencaharian dan penghidupan. Sebelumnya masyarakat bertahan hidup dengan bercocok tanam di wilayah hutan itu dan sebagai tempat tinggal sejak berpuluh-puluh tahun lamanya.

Bahkan penderitaan warga masyarakat itu pun semakin lengkap karena tidak ada satu pun aparatur negara yang mau memperhatikan, mulai dari bupati, DPRD kabupaten sampai ke DPRD Provinsi tidak juga menemukan perlindungan hukum. Bahkan sampai ke Komisi Perlindungan Hak Asasi Manusia di Jakarta pun masyarakat yang tergusur itu hingga kini belum mendapat perhatian yang jelas.

Perjalanan panjang masyarakat ini-lah yang dijadikan pemberitaan oleh wartawan MY secara berkesinambungan (singkatan Muhamad Yusuf) yang naik dibeberapa media. Diketahui pula pada akhir tahun 2017, wartawan MY telah mendatangi pihak perusahaan untuk mengkonfirmasi, akan tetapi mendapat penolakan karena MY sudah menaikkan berita terlebih dahulu.

Puncaknya, pihak perusahaan melaporkan MY atas isi pemberitaan itu, dianggap telah mencemarkan nama baik, fitnah dan provokatif tanggal 23 Maret 2018 di Polres Kotabaru.

Atas dasar laporan itu, pada tanggal 5 April 2018, MY ditangkap oleh kepolisian karena sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka. Pihak Kepolisian menetapkan tersangka kepada MY atas dasar menerima rekomendasi dan sudah berkordinasi dengan Dewan Pers. Kepolsian juga menyebut MY tidak kooperatif.

Hasil kordinasi Polres Kotabaru dengan Dewan Pers, Dewan Pers menunjuk Leo Batubara yang sudah berumur 79 tahun memberikan penilaian bahwa MY dapat dijerat UU ITE yang ancamannya adalah hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar. Proses hukum berlanjut, hingga penyerahan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Kotabaru dan ke persidangan.

Dalam masa tahanan, wartawan MY sering mengeluhkan sakit, bahkan sempat juga dirawat dan diopname dengan ijin sakit di rumah sakit. Pihak keluarga (isteri MY) meminta penangguhan tahanan sesuai dengan hak MY karena memiliki tanggungan anak yang masih kecil, tulang punggung keluarga, tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan barang bukti, dan perlu perawatan khusus atas sakit yang dideritanya dilengkapi dengan surat keterangan dokter, akan tetapi pihak Kejaksaan tidak mengabulkan.

Proses hukum persidangan sempat berjalan sebanyak 4 kali di Pengadilan Negeri Kotabaru, wartawan MY dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan Kotabaru. Hingga pada bulan ramadhan, tanggal 10 Juni 2018, menjelang Hari Raya Idul Fitri 1439 H, MY dikabarkan meninggal dunia dan persidangannya dihentikan.

Dilain sisi, di Jakarta, pimpinan media tempat wartawan MY bernaung, secara pribadi, pada tanggal 23 April 2018, menyurati Ketua Dewa Pers, meminta klarifikasi dan mempertanyakan rekomendasi dan kordinasi Dewan Pers kepada kepolisian, sedangkan Dewan Pers tidak pernah memanggil Muhamad Yusuf maupun redaksi-redaksi media online yang menaikkan berita dari almarhum MY. Surat tersebut tidak pernah ditanggapi hingga saat ini.

Begitu juga dengan redaksi dari media online yang menaikkan berita almarhum MY, kemajuanrakyat.com mengaku menyurati Ketua Dewan Pers untuk meminta perlindungan hukum, ternyata juga tidak ditanggapi.

Belakangan setelah kematian MY yang menjadi heboh dan viral, Dewan Pers mengakui telah ada kordinasi dengan pihak kepolisian dan menilai pemberitaan wartawan MY, diantaranya adalah bukan karya jurnalistik, profokatif, dan berniat buruk.

Diketahui, Komisioner Dewan Pers menunjuk Leo Batubara yang sudah berumur 79 tahun atas penentuan penilaian tersebut dan menyatakan wartawan MY dapat dijerat UU ITE. Kemudian Dewan Pers menepis tidak pernah menerima permohonan apapun dari pihak-pihak yang berkepentingan dari pemberitaan MY.

Atas peristiwa tersebut, pada tanggal 04 Juli 2018, aksi solidaritas wartawan dari berbagai organisasi wartawan di Jakarta melakukan unjuk rasa besar-besaran. 500 massa berkumpul di Gedung Dewan Pers. Aksi ini diklaim banyak pihak sebagai langkah awal pergerakan kekuatan organisasi wartawan yang independen, bersama-sama mengantarkan keranda mayat sebagai simbol wartawan MY telah meninggal dunia. Ratusan massa membawa bendera kuning layaknya ciri khas masyarakat pada saat mengantar jenazah ke kuburan.

Hasil kerjasama semua pihak, baik kepolisan, team kordinasi aksi, pengamanan gedung, dan pengurus gedung, maka “keranda mayat” tersebut berhasil dinaikkan persis di depan pintu sekretariat Dewan Pers lantai 8.

(foto: kawan-kawan aksi yang berhasil menaikkan keranda mayat ke depan pintu sekretariat Dewan Pers lantai 8)

Dalam seruan aksi solidaritas wartawan itu terdapat beberapa hal, diantaranya: Meminta semua Pengurus Dewan Pers untuk mundur, meminta Perkara hukum wartawan MY menjadi delik pers bukan pelaku tindak kriminal, dan menjadikan kematian wartawan MY menjadi Kejahatan Kemanusiaan.

Sumber berita: dari berbagai sumber.

Foto utama: Massa Aksi Solidaritas Wartawan membawa keranda mayat dan bendera kuning, Rabu, 4 Juli 2018. (ist).

CATEGORIES
TAGS
Share This

COMMENTS