Digugat Organisasi Wartawan, Dewan Pers Dipermalukan Dalam Sidang

Jakarta – Sidang gugatan kepada Dewan Pers yang sudah dimulai sejak 9 Mei 2018 lalu oleh Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) dan Persatuan Pewarta Wartawan Indonesia (PPWI) memiliki peluang besar untuk menang. Peluang besar SPRI dan PPWI ini dikarenakan pada sidang pertama Dewan Pers tidak hadir atas panggilan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dalam persidangan lanjutan kedua, kuasa hukum Dewan Pers mendapat pertentangan oleh Penggugat atas keabsahan tertugat Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo sebagai pemberi kuasa kepada dua orang kuasa hukum yang menghadiri persidangan. SPRI dan PPWI melalui kuasa hukum pada persidangan kedua yang digelar pada 21 Mei 2018 lalu itu mempertanyakan surat pleno Dewan Pers, karena dalam surat kausa itu hanya ada tanda tangan Yosep Adi Prasetyo sebagai Ketua bukan mengatasnakaman seluruh komisioner Dewan Pers.

Pada persidangan ketiga yang digelar pada tanggal 30 Mei 2018, masih mempersidangkan tentang keabsahan kuasa hukum sebagai kuasa dari Dewan Pers yang pada persidangan itu tidak dapat dipenuhi. Membuat Hakim Majelis persidangan kelihatan “ngotot” kepada kuasa hukum setelah dua minggu lamanya belum bisa memberikan keabsahan surat kuasa yang diminta penggugat.

Pada persidangan keempat yang akan digelar Kamis (7 Juni 2018) hari ini, Ketua Umum PPWI memberikan keterangan persnya kepada wartawan bahwa ia mengharapkan Yosep Adi Prasetyo sebagai Ketua Umum Dewan datang langsung ke Pengadilan, ujar Wilson Lalengke.

Wilson dengan tegas mengatakan, Yosep sebagai Ketua Dewan Pers telah melecehkan lembaga peradilan karena sudah tiga kali persidangan berjalan ia menunjukkan sikap buruk sebagai seorang warga negara, tegas lulusan Lemhanas RI tahun 2012 itu.

Untuk diketahui gugatan yang dilayangkan oleh kedua organisasi wartawan itu menyerempet kepada kebijakan Dewan Pers yang dinilai telah melanggar kaedah sebagai Dewan Pers dan melampaui kewenangan. Bahkan Dewan Pers dituding sebagai penyebab utama banyaknya wartawan yang dijerumuskan ke dalam penjara.

Dalam gugatan itu menyebut salah satunya adalah tentang Uji Kompetensi Wartawan, lembaga penguji standar kompetensi ditetapkan sendiri oleh Dewan Pers dan dibuat aturan-aturan sendiri oleh Dewan Pers. Hal ini telah melewati kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) UU No.40/1999 tentang Pers, serta telah melanggar Pasal 1, 3 dan 4 Peraturan Pemerintah tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi.

Selain itu, dalam gugatan juga menyebut kesewenangan Dewan Pers yang menetapkan bahwa hanya ada tiga organisasi wartawan/pers yang diakui yakni hanya PWI, AJI dan ITJI, sedangkan Dewan Pers dibentuk oleh organisasi-organisasi wartawan.

Lalu, Dewan Pers juga dinilai telah “offside” menetapkan verifikasi perusahaan pers dengan cara membuat Peraturan Dewan Pers tentang standar perusahaan, bahwa hal itu melampaui fungsi dan kewenangannya sebagaimana diatur pasal 15 ayat 2 huruf g UU No.40/1999 tentang Pers.

Akibat perbuatan Dewan Pers itu menyebabkan anggota dari organisasi-organisasi Pers yang memilih anggota Dewan Pers pada saat diberlakukan UU Pers tahun 1999, kehilangan hak dan kesempatan untuk ikut memilih dan dipilih sebagai anggota Dewan Pers. Parahnya lagi banyak organisasi wartawan tidak dijadikan konstituen Dewan Pers, karena peraturan yang dibuat oleh Dewan Pers secara sepihak.

Dampak lainnya dalam gugatan itu menerangkan, bahwa ada kerugian bagi perusahaan pers yang dinyatakan tidak lulus verifikasi. Perusahaan-perusahaan pers kehilangan kesempatan dan peluang dalam mendapatkan iklan. Bukan hanya itu, banyak instansti baik pemerintah maupun swasta menutup akses media yang tidak terverifikasi dan hanya memberikan akses informasi kepada media dan wartawan yang diumumkan oleh Dewan Pers.

Dampak yang lebih parah lagi, dalam gugatan itu menerangkan bahwa atas perbuatan Dewan Pers telah menjerumuskan banyak wartawan ke Penjara atas pemberitaan-pemberitaan yang mengkritisi, karena dianggap bukan wartawan dan bukan industri pers, sehingga wartawan dan jajaran redaksi dianggap sebagai pelaku pidana murni, bukan diselesaikan berdasarkan UU No.40/1999 tentang Pers.

Sampai berita ini diturunkan, Dewan Pers belum memberikan keterangan resminya terkait hal ini. (rinaldo/red)

CATEGORIES
TAGS
Share This