Menkumham Di Kukuhkan Menjadi Guru Besar STIK

Jakarta – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly dikukuhkan menjadi guru besar krimonologi di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 25458/M/KP/2019 tanggal 11 Juli 2019. Sidang pengukuhan Yasonna dipimpin langsung oleh Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian di Auditorium Mutiara, PTIK, Jakarta Selatan, Rabu (11/9/2019). Hadir dalam pengukuhan Yasonna ini, antara lain Wakil Presiden Jusuf Kalla, Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri, sejumlah Menteri Kabinet Kerja, pimpinan lembaga negara dan lembaga pemerintah nonkementerian, ketua-ketua parpol, pengurus DPP PDI Perjuangan, jajaran Polri, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam pidatonya, Yasonna mengenang peristiwa tragedi serangan teror 11 September 2001 di dua menara kembar World Trade Center (WTC), New York, Amerika Serikat. Dia berharap kedamaian terus terbangun di antara bangsa-bangsa di dunia dengan saling bekerja sama satu sama lain. Yasonna menyebutkan di era global ini, tidak bisa negara bertindak sendiri-sendiri. Butuh kerja bersama dari seluruh negara untuk memberantas kejahatan yang sudah melintasi batas negara (transnational crimes).

“Jangan sampai tragedi besar Nine Eleven (11 September) yang memilukan itu muncul kembali dalam bentuk kejahatan lain,” kata Yasonna Dalam pengukuhannya Yasonna menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Dampak Cyber Bullying dalam Kampanye Pemilu terhadap Masa Depan Demokrasi di Era 4.0”. Dikatakan fenomena cyber bullying atau perusakan di dunia maya yang awalnya dianggap hanya mengganggu kesehatan jiwa remaja dan menjadi perhatian psikolog, ternyata berubah menjadi cyber victimization yang perlu perhatian kriminolog, peneliti, dan ilmuwan sosial “Menggejalanya cyber bullying dan cyber victimization telah menghadirkan masalah sosial, yakni terciptanya polarisasi yang keras di tengah masyarakat.

Hal ini terjadi karena diabaikannya sisi positif dari internet, khususnya media sosial, untuk mengkampanyekan segi-segi terbaik dari praktik berdemokrasi di era digital, malahan justru menggunakannya untuk menghancurkan demokrasi itu sendiri,” papar Yasonna. Yasonna menilai terbatasnya teori-teori kriminologi dan hasil-hasil penelitian tentang cyber. ( sri )

CATEGORIES
Share This