Minggu Depan REDAPOLAR Serahkan Dukungan Untuk Kapolda

Jakarta – Perkumpulan tokoh pemuda yang tergabung dalam Rembug Pemuda Untuk Politik Arif (Redapolar) memberikan dukungan atas pernyataan Kapolda Metro Jaya Irjen (Pol) M. Iriawan untuk mengusut kembali kasus pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen beberapa tahun lalu.

Dukungan tersebut diberikan dalam menyikapi pemberian grasi Presiden Joko Widodo terhadap Antasari Azhar mantan Ketua KPK periode 2007-2009 pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Baroto Ario Isman selaku Koordinator Redapolar mengatakan, “bahwa kami yakin pemberian grasi tersebut atas pertimbangan yang matang dengan alasan-alasan yang kuat yang dapat dipertanggungjawabkan. Di antaranya bahwa Antasari Azhar tidak mendapatkan keadilan yang semestinya di masa lalu. Prasangka baik ini disandarkan pada beberapa catatan yaitu keputusan vonis bersalah Mahkamah Agung tidak diambil secara bulat, bahkan Hakim Agung Prof. Dr. Surya Jaya, S.H. M.H., menyatakan Antasari Azhar wajib diputus bebas dari segala dakwaan,” tuturnya.

“Kemudian keluarga korban juga yakin bahwa Antasari Azhar bukan pelakunya mereka bahkan mendampingi saat Antasari Azhar memohon peninjauan kembali ke 2 dan mendukung usaha perolehan grasi presiden sehingga kami melihat kasus pembunuhan Nasrudin bukanlah tindak pidana biasanya melibatkan skema politik yang tidak sederhana,” ujarnya saat menggelar jumpa pers di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (01/02/17).

Lebih lanjut Ketua Umum Generasi Muda Kosgoro tersebut menyatakan dalam masalah ini kami menginginkan agar kasus ini menjadi pelajaran ke depan bahwa keadilan bagaimana pun harus ditegakkan tanpa rak masa kadaluwarsa. Selain itu kami berharap dengan tuntasnya kasus Antasari azhar hingga terang benderang akan menjadi pintu masuk terbukanya kasus-kasus yang tak terselesaikan lainnya. Mengingat saat terjadi kasus tersebut Antasari sedang menangani berbagai kasus korupsi besar baik yang sudah terpecahkan maupun yang belum.

Dukungan transparasi kasus ini kami rasa perlu, setelah mengalami belakangan ini bahwa kondisi perpolitikan negara yang tidak kondusif sehingga mengganggu jalannya proses bernegara dan berbangsa.
”Kondisi tersebut terjadi salah satunya akibat berbagai spekulasi yang bermunculan di masyarakat terhadap kasus-kasus yang menimbulkan banyak tanda tanya. Banyak kerugian kami dapati di semua lini kehidupan. Roda perekonomian terhambat, wibawa hukum tercoreng, budaya Indonesia diinjak-injak di negeri sendiri, hubungan antar masyarakat penuh kecurigaan dan perpecahan,” tambahnya.

Sebagai generasi penerus, tambah Baroto, kami berhak melangkah ke depan tanpa beban warisan bermuatan politik dari para pendahulu. Karena ke depannya kami bertekad untuk memulai iklim politik yang bebas dari konflik masa lalu santun, berbudaya, arif dan menjunjung keadilan.

“Maka kami tegaskan sekali lagi, bahwa pada hari ini kami menyatakan dukungan terhadap pernyataan Kapolda Metro Jaya beberapa hari lalu, untuk mengusut tuntas kasus Antasari Azhar demi kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik di masa depan,” tutupnya.

Sementara itu Ardhi Mahardhika Wiraatmadja menjelaskan dalam kegiatan ini kami memang tidak ingin terjun ke masalah politik. Karena bagaimana pun pemberian grasi itu adalah hak preogratif Presiden seperti yang tertuang dalam undang-undang. Yang kami cermati di sini adalah mengenai masalah hukumnya yang dirasakan oleh Antasari Azhar.

“Kami ingin masyarakat mengetahui apa yang terjadi dengan Antasari Azhar. Mengapa orang yang sudah terhukum mendapat grasi (bukan karena grasinya) berarti ada sesuatu yang memang selama ini masyarakat tidak tahu. Tentu kami dari pemuda ini, ingin hukum kedepannya lebih jelas, lebih transparan dan ini bagus untuk para pencari keadilan,” ujar Ketua Ikatan Keluarga Wiraatmadja dan juga Paguyuban Sunda tersebut.

Senada dengan hal di atas Advokat muda Lukas Robean Simanjuntak mengatakan masyarakat perlu diedukasi bahwa bagaimana pun juga kasus ini harus dibuka selebar-lebarnya.

Apalagi Kapolda sudah ingin membuka kembali kasus ini. Kalau kita cermati kejadian tersebut terjadi pada tahun 2009 berarti sudah 7 tahunan, namun baru kebukanya sekarang.

“Bahwa ada kejanggalan-kejanggalan dalam penyidikan Antasari yang belum terselesaikan seperti masalah sms, masalah baju, masalah peluru dan lainnya. Hal ini yang menjadi perhatian juga mengapa waktu itu Antasari mencoba melakukan PK, namun tidak juga mendapat perhatian dari pengadilan,” katanya.

Lanjut Lukas, kami melihat secara garis besarnya bahwa kami ingin melihat keadilan di negara ini lebih transparan (lebih terbuka). Artinya, bagaimana pun juga hukum ini adalah panglima tertinggi, kita sebagai negara hukum kalau masyarakat sudah tidak percaya dengan hukumnya bagaimana kita bisa bernegara dan berbangsa, sedangkan idealnya untuk menjadi negara maju adalah memiliki produk hukum yang bagus dan bisa dipercaya, saya kira masyarakat juga mengidam-idamkan hal tersebut.

Dalam waktu dekat kami akan memberikan surat dukungan yang sudah kami tandatangani oleh temen-teman tadi, kita serahkan ke Kapolda paling lambat minggu depan.
“Hal ini sebagai langkah awal untuk lebih mengetahui masyarakat atau kalangan muda agar tidak lagi terjadi kesalahpahaman atau hukum yang akhirnya dapat digunakan untuk hal-hal yang sifatnya politis atau apapun itu. Kami rasa Kapolda akan menerimanya, terlebih dalam hal ini beliau ingin membuka lagi kasus tersebut. Kita serahkan saja semua ke Kapolda karena yang memiliki wewenang itu adalah mereka,” ungkapnya.

Penggagas Redapolar selain ketiga tokoh pemuda di atas, ada juga pemuda dan pemudi lainnya yang tergabung seperti, Ivanhoe Semen (Ketua DPP Garda Pemuda Nasional Demokrat), Ricky Soeryapoetra (Penggiat Kemaritiman), Kanti W. Janis (Litbang PDIP), Jonathan Tampubolon (Advokat Jonathan Adam dan Rekan), Ricky Mulani (Ketua Gerakan Muda Koperasi), Billy Bismarak (Direktur Program, Civismo Foundation), Andi Ramadhan Nai (Sekjen Sapma Hanura), dan Irwan Tongari Sianturi (Ketua Umum Perhimpunan Batak Kristen Indonesia). (Elwan)

CATEGORIES
TAGS
Share This