Serahkan Pengawasan Koperasi Kepada Kemenkop

Serahkan Pengawasan Koperasi Kepada Kemenkop

Tangerang – Pada masa pandemi covid-19 semua lembaga keuangan sedang berupaya menjaga agar operasional lembaga tetap berjalan dengan baik di tengah kemampuan nasabah/anggotanya yang terkena imbas dari memburuknya kondisi makro dan mikro ekonomi Indonesia. Koperasi sebagai lembaga keuangan non bank turut juga merasakan hal yang sama. Anggota koperasi yang bergerak pada sektor subsisten dan informal sangat kesulitan dalam menjaga kesinambungan usahanya, sehingga berakibat pada tertundanya kewajiban pada koperasi.

Dalam menyikapi transaksi non tunai koperasi dengan anggota, mau tidak mau koperasi membuat digitalisasi transaksi. Selain untuk menyikapi kondisi pandemi, langkah ini juga merupakan penyikapan pada kebutuhan dan kemudahan transaksi masa depan. Namun beberapa hari lalu praktisi koperasi dikagetkan oleh langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang begitu mudah memberikan label “ilegal” kepada koperasi simpan pinjam (KSP/KSPPS) yang melayani anggotanya dengan sistem digital.

Beberapa tokoh dari berbagai institusi tercatat telah memberikan respon pada langkah OJK ini. Evita Nursanty, anggota Komisi VI DPR menyayangkan langkah OJK yang begitu mudah memberikan stempel “ilegal” kepada koperasi simpan pinjam (KSP/KSPPS) yang melayani anggotanya dengan sistem digital. Demikian juga beberapa unsur Dekopin, Agung Sudjatmoko dan Mohammad Sukri, jelas – jelas menolak sikap OJK yang buru-buru ini.

Kamaruddin Batubara, Ketua Koperasi Benteng Mikro Indonesia (BMI), penerima tanda Kehormatan Satyalancana Wira Karya dari Presiden Republik Indonesia 2018 dan tercatat sebagai salah satu Koperasi Besar Indonesia (KBI). Meminta Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) agar selalu berkoordinasi dengan OJK terkait langkah OJK terhadap koperasi. Kemenkop harus secara tegas menjalankan fungsinya sesuai dengan UU No. 25 Tahun 1992 dan UU No. 1 Tahun 2013 bahwa kelembagaan koperasi berada dalam ruang lingkup dan kewenangan Kemenkop sehingga sudah menjadi kewajiban agar Kemenkop bersikap membela koperasi. Kamaruddin Batubara berharap OJK lebih memahami undang-undang dan peraturan pelaksanaannya sehingga lebih mampu memahami KSP/KSPPS di Koperasi seperti diatur dalam UU No. 25/1992 tentang Perkoperasian, dan Peraturan Pemerintah No. 9/1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi.

Dalam pernyataannya Kamaruddin Batubara mengatakan jangan sampai ada salah paham dan tumpang tindih peraturan. Pada saat Presiden Jokowi mendorong semua koperasi dan UKM melakukan modernisasi dengan memanfaatkan teknologi digital, OJK justru menuduhnya melanggar hukum/ilegal. Koperasi ada karena UUD pun menghendaki ada, jangan matikan koperasi yang menjadi gerakan ekonomi rakyat.

Kamaruddin Batubara prihatin menanggapi Satgas Waspada Investasi OJK yang mengatakan menemukan 50 aplikasi KSP/KSPPS yang melakukan penawaran pinjaman online ilegal, yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip perkoperasian yang menilai aplikasi pinjaman bisa diakses masyarakat umum yang bukan anggota atau calon anggota KSP/KSPPS dan melanggar ketentuan perundang-undangan koperasi. Untuk hal ini janganlah OJK bertindak di luar kewenangan, serahkan semua keputusan tentang kelembagaan koperasi kepada Kemenkop.

Koperasi juga dikaitkan dengan penyebaran data pribadi serta intimidasi. OJK sepertinya mencampur-aduk mana koperasi yang benar-benar koperasi dengan koperasi abal-abal tanpa mencari tahu terlebih dahulu. Ilegal atau tidak koperasi dilihat dari apakah punya izin, dan sesuai UU Koperasi serta PP tentang Simpan Pinjam. Kemudian apakah ada praktik penipuan yang dilakukan bukan dari sistem digital yang dipakainya. Menuduh semua koperasi khususnya KSP/KSPPS yang menggunakan digital sebagai pinjaman online sangat tidak berdasar.

OJK hendaknya memahami Pasal 44 UU yang memberikan kesempatan koperasi dalam penghimpunan dan penyaluran dana dari dan untuk anggota koperasi, lalu PP No. 9/1995 diatur juga mengenai calon anggota dimana calon anggota dalam waktu paling lama tiga bulan setelah melunasi simpanan pokok harus menjadi anggota. Jadi produk KSP/KSPPS itu terbuka untuk anggota dan calon anggota sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Lebih lanjut Kamaruddin Batubara berharap peran Kemenkop untuk lebih menjaga marwah dan citra koperasi di masyarakat. Pengawasan koperasi ada di Kemenkop bukan OJK. Deputi Pengawasan Kemenkop harus cepat tanggap menangani masalah ini.

Terlihat jelas UU No. 21/2011 yang menyatakan OJK berwenang mengawasi semua jenis usaha di sektor keuangan termasuk KSP/KSPPS/USP dari koperasi yang punya lebih dari satu jenis usaha tumpang – tindih dan bias. Makna koperasi yang punya lebih dari satu jenis usaha ini juga tidak dipahami oleh OJK, padahal penjenisan koperasi yang membuat Kemenkop. Sangat jelas belum ada koordinasi yang intens antara OJK dan Kemenkop. Padahal imbasnya ke masyarakat dengan ada pengumuman OJK ini akan memperburuk citra koperasi di masyarakat.

OJK sepertinya kurang memahami arahan Presiden Jokowi selama ini yang terus menyemarakkan cinta koperasi dan mendorong koperasi bisa lebih berkontribusi terhadap perekonomian nasional, Permintaan presiden dalam berbagai acara koperasi, yang meminta koperasi menjadi lebih modern dengan memanfaatkan teknologi seperti dijegal oleh pengumuman OJK ini.

Kamaruddin Batubara melihat harus ada upaya yang serius dari Kemenkop dan OJK menyikapi masalah ini, selama ini koperasi seperti terpinggirkan. Sekaranglah saat yang tepat untuk memberikan sikap, Kemenkop dan OJK berada dalam press release bersama yang mengatakan bahwa koperasi yang benar-benar koperasi dan tidak melakukan pelanggaran dipulihkan namanya, dalam kesempatan release bersama ini ada komitmen bersama dua lembaga untuk lebih memberikan kewenangan pengawasan koperasi kepada Kemenkop dan segala sesuatu yang terkait dengan kelembagaan koperasi.

Akan lebih baik lagi jika OJK secara terbuka meminta maaf kepada gerakan koperasi atas kejadian ini dan mungkin mengalihtugaskan beberapa orang yang kurang teliti dalam memberikan pengumuman yang telah membuat masyarakat semakin abai terhadap koperasi. Ini bukan masalah ringan, koperasi harus memberikan penjelasan kepada ratusan ribu anggota yang merasa dia telah salah menentukan pilihan bergabung dengan koperasi. Kamaruddin Batubara menutup dengan mengajak semua elemen gerakan koperasi untuk bersatu memperkuat citra koperasi dan segera masuk industri keuangan digital untuk memenuhi kebutuhan anggotanya. Kemenkop harus melindungi upaya koperasi untuk maju dengan memberikan regulasi yang memadai. ( red )

CATEGORIES
TAGS
Share This